"Saya mendukung penggunaan baju koruptor bagi yang tersangkut masalah korupsi," kata Hidayat ketika menghadiri penutupan pendidikan kepemimpinan Nasional 300 Mahasiswa dari tujuh Universitas di Balai Sidang, Universitas Indonesia, Depok, Minggu (10-8) siang.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kini sedang membahas pemakaian seragam khusus atau baju bagi pihak yang terjerat kasus korupsi. Gagasan pemakaian seragam khusus itu untuk menimbulkan efek jera sehingga upaya pemberantasan korupsi bisa maksimal.
Hidayat mengatakan untuk penegakan hukum memang perlu terobosan yang bisa membuat efek jera bagi para pelakunya sehingga mereka tidak mengulangi perbuatan atau bagi orang berpikir berkali-kali ketika akan melakukan korupsi.
Hukuman Mati
Selama ini para pelaku koruptor, kata dia, memang biasanya memakai pakaian yang perlente dan ini memang perlu diubah. Selain pengenaan baju koruptor, Hidayat juga menyetujui penerapan hukuman mati bagi koruptor yang telah terbukti melakukan tindak pidana korupsi dengan jumlah yang sangat besar, sehingga merugikan keuangan negara.
"Hukum harus ditegakkan kepada siapapun, siapa saja yang terbukti merugikan negara dengan jumlah yang sangat besar, hukuman mati bisa dilaksanakan," tegasnya,
Hidayat lebih lanjut mengatakan telah meminta langsung Kapolri dan Jaksa Agung menerapkan hukuman yang terberat bagi para koruptor. "Ini untuk menyelamatkan masa depan bangsa Indonesia ke depannya."
Ia mengatakan pelaksanaan hukuman mati tersebut diterapkan agar menimbulkan efek jera bagi koruptor maupun calon koruptor itu sendiri. "Ini akan memberikan kepercayaan kepada masyarakat bahwa di negara kita hukum dapat ditegakkan dan masih ada perlindungan bagi rakyat," ujarnya.
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Gayus Lumbuun, menyatakan memakaikan pakaian seragam khusus kepada para koruptor memang perlu dilakukan dan ini tidak melanggar HAM.
"Gagasan awal mengenai ini sebetulnya datang dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), tetapi terjadi pro dan kontra karena ada yang mengatakan bisa melanggar hak-hak asasi manusia (HAM)," ujarnya di Jakarta, kemarin.
Namun, bagi Wakil Ketua Badan Kehormatan (BK) DPR ini, pakaian seragam khusus bagi para tersangka kasus korupsi amat bagus. "Terdakwa korupsi memang perlu diberlakukan seperti itu dan ini sekali lagi tidak melanggar HAM."
Ia lalu menunjuk hakim juga memakai seragam, sebagai ciri dia sedang bertugas memeriksa perkara pada sidang pengadilan. "Dan itu bukan merupakan sesuatu yang aneh kan," tanyanya.
Keliling Indonesia
Lain halnya pengamat hukum tata negara dari Universitas Nusa Cendana Kupang, Nikolaus Pira Bunga. Dia menyarankan para koruptor diarak keliling Indonesia.
"Gagasan mengenakan koruptor pakaian seragam juga baik, tetapi lebih baik kalau koruptor dibawa dan diperkenalkan keliling Indonesia dan disambut seperti para juara event tertentu," kata Nikolaus Pira Bunga yang juga pembantu dekan Fakultas Hukum Undana Kupang di Kupang, kemarin.
Pira Bunga mengatakan dengan memperkenalkan para koruptor secara sendiri atau bergerombolan keliling Indonesia, efek jeranya akan lebih kuat. Misalnya, koruptor di Jakarta dibawa ke daerah dan sebaliknya koruptor di daerah dibawa ke Jakarta untuk diperkenalkan kepada masyarakat luas sehingga warga bisa melihat langsung tampang koruptor tersebut.
Langkah ini akan memberi efek jera sosial lebih kuat ketimbang hanya mengenakan pakaian seragam koruptor dan hanya dilihat sekelompok kecil orang melalui layar televisi, kata Pira Bunga.