Pemilik proyek tak toleran itu tak lain Simon Wiesenthal Center, yang berbasis di Los Angeles, Amerika Serikat
KELOMPOK yang terdiri dari 84 arkeolog ternama di dunia mengecam rencana pembangunan sebuah museum toleransi di atas lahan pemakaman kuno Muslim di jantung Kota Tua Yerusalem, demikian dilaporkan Los Angeles Times, Senin (24/10). Pemakaman yang bernama “Ma’man Allah”, atau ‘tempat suci Allah’, itu sudah berusia berabad-abad.
Pemilik proyek tak toleran itu tak lain Simon Wiesenthal Center, yang berbasis di Los Angeles, Amerika Serikat. Walikota Yerusalem dan Dinas Purbakala Israel tinggal melapangkan jalan.
Para arkeolog pun mengirim surat kepada pihak tersebut. Mereka mengatakan pembangunan museum menodai kehormatan situs pemakaman tersebut.
“Situs (pemakaman—red) itu adalah salah satu pekuburan Muslim paling terkenal dan bersejarah di dunia. Ketakpekaan terhadap ritus keagamaan, warisan budaya, agama, dan bangsa, dan terhadap keluarga yang nenek moyang mereka bersemayam di sana menimbulkan keprihatinan dari sudut pandang ilmiah dan kemanusiaan,” tulis para arkeolog yang berasal dari Amerika, Eropa, Arab, dan bahkan Israel sendiri.
Para arkeolog juga berpendapat rezim Zionis tak akan melakukan hal serupa jika pemakaman itu milik Yahudi. Bahkan, seorang pejabat Kementerian Agama Israel pernah berujar bahwa proyek itu akan dihentikan jika ditemukan satu kerangka milik Yahudi!
Museum itu direncanakan memiliki luas 33 hektar. Kota Administrasi Yerusalem memberi hak guna lahan pemakaman itu kepada Wiesenthal Center,
Sejumlah gugatan telah diajukan ke pengadilan Israel. Namun, gugatan itu digugurkan para hakim.
Simon Wiesenthal Center didirikan pada 1977. Lembaga ini mengambil nama dari Simon Wiesenthal, Yahudi Austria yang mengaku kehilangan banyak anggota keluarga dalam peristiwa “Holocaust”.
Meskipun mendaku sebagai “organisasi HAM Yahudi internasional”, misi Wiesenthal Center lebih fokus pada upaya melawan anti-semitisme serta pembelaan bagi eksistensi Israel. Lembaga ini bahkan berpandangan jika Israel kembali ke perbatasan pra-1967, hal itu akan membahayakan keselamatan Yahudi di seluruh dunia. Sebab itu, mereka menyebut perbatasan pra-1967 sebagai “perbatasan Auschwitz”.
Rencana pembangunan museum toleransi di atas lahan pemakaman Muslim menjadi kasus terbaru penodaan terhadap makam orang Palestina di Wilayah Pendudukan. Sebelumnya, sejumlah pemukim ilegal Yahudi melakukan aksi vandalisme terhadap sejumlah makam orang Palestina.
Rasisme Zionis tampaknya sudah melintasi dimensi alam. Rasisme mereka bukan hanya mendera orang Palestina yang masih hidup. Kebencian mereka juga ditujukan bagi orang Palestina yang sudah tenang di alam baka sekalipun. Terlalu! (jemala)