Salah satu yang menjadi ciri khas semenjak Sir Alex Ferguson menangani Manchester United 25 tahun silam hingga sekarang adalah gaya kepemimpinannya yang cenderung otoriter atau tangan besi.
Siapa pun orangnya, jika tidak bisa diajak kerja sama maka akan ia singkirkan demi kepentingan bersama. Tak peduli seberapa pun vitalnya peran orang itu, tidak peduli seberapa terang kebintangan yang bersangkutan, jika tidak bisa ada respek antar sesama maka silahkan Anda pergi melewati pintu keluar Old Trafford.
Sudah banyak bintang yang sayangnya harus terbuang dalam 25 era kepemimpinan Opa Fergie di Old Trafford dan berikut ini adalah beberapa korban yang harus tertepikan akibat kegusaran sang gaffer.
Siapa pun orangnya, jika tidak bisa diajak kerja sama maka akan ia singkirkan demi kepentingan bersama. Tak peduli seberapa pun vitalnya peran orang itu, tidak peduli seberapa terang kebintangan yang bersangkutan, jika tidak bisa ada respek antar sesama maka silahkan Anda pergi melewati pintu keluar Old Trafford.
Sudah banyak bintang yang sayangnya harus terbuang dalam 25 era kepemimpinan Opa Fergie di Old Trafford dan berikut ini adalah beberapa korban yang harus tertepikan akibat kegusaran sang gaffer.
Gordon Strachan
Gordon Strachan adalah rekan senegara bagi Fergie, dua orang Skotlandia ini meraih sukses bersama ketika berkolaborasi di Aberdeen. Namun semua berubah ketika untuk sekali lagi Ferguson menjadi bos Gordon Strachan di Old Trafford.
Hubungan mulai memburuk Strachan pernah berujar, "Dirinya tidak pernah berhenti berteriak dan tetap saja melakukan hal itu," Suatu ketika Fergie menyebut Strachan sebagai pemain 'Trial'.
Tak lama berselang akhirnya United menjual Strachan ke Leeds United, dan dalam buku biografinya Sir Alex melabeli Strachan sebagai 'orang yang tidak bisa dipercaya'.
Paul Ince
Banyak yang paham bahwa Ince adalah pribadi yang egois dan arogan. Hal itu pula yang mendatangkan bencana bagi pemain tersebut. Tahun 1994 Barcelona mempermalukan mereka 4-0 sejak saat itu sudah tidak ada ruang bagi hubungan baik antara Ince dan Fergie.
Suatu ketika terkait Ince, Opa Fergie pernah berujar, "Terkadang kesuksesan membuat orang bisa berubah" lalu ia melanjutkan "Bagi saya kesuksesan bukan suatu masalah, namun bagi pemain hal itu bisa menjadi masalah,"
Ince bahkan sempat dijuluki Fergie dengan sebutan "fu**ing big-time Charlie". Hubungan yang terus memburuk antar keduanya akhirnya dilihat fans United sebagai alasan utama Opa Fergie membuang Ince ke Inter Milan pada saat itu.
Jaap Stam
Bek kekar asal Belanda ini dipaksa keluar oleh Sir Alex Ferguson pada tahun 2001, ia dibuang ke Lazio klub Serie A. Itu semua dipicu buku autobiografinya yang berjudul Head to Head, padahal saat itu bisa dibilang Stam begitu vital perannya sebagai benteng Setan Merah.
Dalam bukunya itu Stam mengupas perihal Fergie yang ia sebut mendekati dirinya secara ilegal ketika masih di PSV Eindhoven. Juga mengeluarkan komentar yang tidak enak untuk rekan-rekan satu timnya, yang dinilai Fergie menyebabkan disharmonisasi.
Namun beberapa waktu silam Sir Alex mengaku menyesal telah melepas Stam saat itu, bisa dibilang selama karirnya sebagai pelatih hal itu yang ia akui sebagai salah satu kesalahannya.
David Beckham
Siapa yang tak kenal dirinya, The Golden Boy From Manchester namun perubahan gaya hidup yang kian glamor dan kian ngartis membuat sang pelatih gusar padanya.
Puncaknya adalah laga kontra Arsenal di Piala FA Februari 2003, Setan Merah kalah di kandang sendiri dengan skor 2-0. Fergie dan Becks saling adu argumen hebat di kamar ganti, ujung-ujungnya jelas kejadian ditendangnya sepatu oleh sang bos yang mengenai pelipis si anak buah.
Pria yang sempat menganggap Opa Fergie seperti ayahnya sendiri itu akhirnya benar-benar angkat kaki di musim panas berikutnya, ia memilih pindah ke Real Madrid di Spanyol.
Roy Keane
Keane adalah salah satu pribadi yang memang sulit untuk diatur, meski begitu dirinya dikenal memiliki hubungan baik dengan Sir Alex sayangnya hal itu tidak didukung keharmonisan dengan rekan-rekan satu timnya yang lain.
Roy Keane pernah terang-terangan mengkritik secara keras dan terbuka rekan satu timnya lewat wawancara dengan MUTV. Ia menyebut rekan-rekannya tidak lagi punya rasa lapar akan kejayaan, meski rekaman itu sendiri pada akhirnya tidak ditayangkan hal itu memaksa Fergie mengambil keputusan yang sulit.
Fergie akhirnya mau tak mau harus menepikan Keane dari skuad utama, ia dilepas ke klub Skotlandia Celtic pada tahun 2005. Salah satu keberanian Keane yang paling terkenal dalam memanaskan telinga rekan satu timnya adalah apa yang ia ucapkan kepada Rio Ferdinand yang saat itu menjadi salah satu pembelian termahal Setan Merah.
"Hanya karena kau dibayar £ 120.000 per minggunya dan bermain baik selama 20 menit melawan Tottenham, Kau berpikir sudah menjadikanmu superstar," ucap Keane kepada Rio.
Ruud van Nistelrooy
Striker berprofil tinggi ini sepertinya melakukan kesalahan terbesar ketika ia memasang tampang geram kala dicadangkan di Final Piala Carling tahun 2006 oleh pelatihnya itu.
Nistelrooy kian tidak populer di mata sang pelatih ketika ia kerap berselisih dengan Cristiano Ronaldo. Striker asal Belanda suatu ketika pernah mengejek CR7 dengan bilang 'sana menangislah pada ayahmu"
Ejeken 'Ayah' tersebut merujuk kepada Carlos Queiroz asisten Fergie yang asal Portugal dan menjadi sosok ayah kedua bagi Ronaldo seusai ayah kandungnya meninggal. Pada akhir musim akhirnya SAF mengirim Nistelrooy yang sesungguhnya belum habis ke Real Madrid.
Peter Schmeichel
Kendati wataknya keras ada juga pemain yang terselamatkan keganasan Fergie karena rela meminta maaf kepada dirinya. Orang yang beruntung melakukan hal tersebut adalah kiper mereka yang legendaris asal Denmark itu, benar si Peter Schmeichel.
Schmeichel sesungguhnya sempat dipecat oleh Ferguson pada tahun 1994, itu semua karena ia kebobolan 3 gol dari Liverpool dan bersitegang setelah laga, tak terhindarkan di antara keduanya.
"Kami sempat mengakhiri hari itu dengan pertengkaran yang sengit, bahkan sangat tidak wajar. Hari berikutnya saya diminta menghadap ke kantornya," tutur sang kiper.
"Ia bilang kepada saya 'Aku harus memecatmu sebab aku tidak bisa membiarkan pemainku berteriak seperti itu padaku, karena itu sudah menentang wewenang yang ku miliki,"
Schmeichel pastinya memilih jalan yang paling bijaksana, ia meminta maaf dan dirinya dimaafkan, lalu kita semua paham apa yang terjadi, ia berlimpah gelar dan medali termasuk di antaranya treble winners tahun 1999. (bola/lex)