Rektor UIN Syarif Hidayatullah, Komaruddin Hidayat. (FOTO.ANTARA) |
"Jangan sedikit-sedikit ngamuk, jangan mudah terprovokasi, dan jangan mudah terpancing emosi dengan munculnya film `picisan` semacam itu. Kita harus menyikapinya secara lebih cerdas," katanya di Semarang, Sabtu.
Hal itu diungkapkannya usai Orientasi Mahasiswa Program Pascasarjana Universitas Negeri Semarang bertema "Membumikan Nilai Konservasi dalam Pendidikan Karakter Melalui Profesionalisasi Pendidik dan Tenaga Kependidikan".
Komaruddin mengatakan bahwa film-film yang menjelekkan Islam banyak sehingga harus mampu menyikapinya secara cerdas, jangan ikut-ikutan dengan aksi dan reaksi masyarakat negara lain dalam memprotes film tersebut.
"Buku yang menjelekkan Islam banyak, film-film yang menjelekkan Islam juga banyak. Namun, apakah Islam akan jatuh dengan film picisan semacam itu? Apakah Nabi Muhammad SAW kemudian jatuh martabatnya? Tidak," katanya.
Kalau ada kekerasan fisik, kata Guru Besar Filsafat Agama UIN Jakarta itu, lawan secara fisik, demikian juga dengan kekerasan simbolik yang harus dilawan secara simbolik, seperti buku atau film yang merupakan simbolik.
"Kalau buku kan simbolik, hantam dan tulis dengan buku. Film juga simbolik, lawan dengan buat film. Kalau bisa, kalau tidak ya biarkan saja. `Ngapain` film picisan semacam itu ditonton? Saya tidak nonton," katanya.
Ia mengakui reaksi masyarakat di sejumlah negara atas film itu sangat besar, seperti di Mesir dan Libya, namun patut dimaklumi karena negara-negara di Timur Tengah tersebut memang sedang mengalami krisis politik.
"Apakah kita lantas ikut-ikutan? Rakyat di negara itu menjatuhkan pemimpinnya, kita ikut-ikutan? Kan tidak juga. Problem yang dihadapi memang berbeda, kita punya tradisi sendiri, sejarah sendiri," kata Komaruddin.
Di Barat sendiri, kata dia, Kristen memiliki banyak sekte, dan orang Kristen di negara Barat juga banyak yang benci dengan film yang menghina Nabi Muhammad SAW itu sehingga tidak boleh seenaknya digeneralisasi.
"Apakah dikira orang Buddha di sini senang dengan yang dilakukan orang Buddha di Rohingya? Apakah orang Kristen di sini senang dengan yang membuat film itu? Tidak. Kita tidak bisa seenaknya main generalisasi," kata Komaruddin.
Sumber : ANtara