BANDAR LAMPUNG (Berita Nasional): Provinsi Lampung menduduki peringkat kedua terbesar di Indonesia sebagai daerah pemasok anak dan perempuan untuk diperdagangkan setelah Sumatera Utara. Tahun 2006, Lampung di posisi kedua se-Sumatera.
Aktivis LSM Damar Perempuan, Titin, mengemukakan hal tersebut di sela-sela kegiatan Sosialisasi Perda Lampung No. 4 Tahun 2006 tentang Pencegahan Trafficking terhadap Perempuan dan Anak di Provinsi Lampung di Balai Keratun, Selasa (27-11).
"Pada tahun 2006, korban trafficking yang berhasil dicatat Damar Perempuan di Lampung berjumlah 45 orang, tahun 2007 dari bulan Januari hingga September tercatat sekitar 27 orang korban trafficking," kata Titin.
Menurut dia, jumlah ini belum seberapa dibandingkan dengan kondisi real di lapangan. "Sebab kasus-kasus trafficking ini diibaratkan seperti puncak gunung es saja. Kasus-kasus yang terekspose masih sangat sedikit dibandingkan kasus yang tidak terekspose. Makanya dipastikan jumlah korbannya jauh lebih besar lagi."
Titin mengemukakan ada dua pola kasus trafficking yang terjadi di Indonesia, terutama di Lampung. "Pola pertama para korban dijadikan tenaga kerja atau pembantu rumah tangga. Biasanya, untuk pola ini, korban asal Lampung dikirim ke Jakarta untuk kemudian dibawa ke luar negeri seperti Korea. Sedangkan pola kedua berkaitan dengan pekerja seksual. Biasanya rute yang dilalui dari Lampung dibawa ke Jakarta kemudian menuju Batam, Pulau Karimun Jawa, lalu ke Hong Kong atau Vietnam," ujarnya.
Adapun modus operandi pelaku, menurut dia, ada tiga macam yakni dengan iming-iming pekerjaan dan biasanya korban adalah tulang punggung keluarga. "Lalu modus kedua dengan penculikan. Biasanya pola ini untuk eksploitasi organ tubuh seperti ginjal, mata, dan lainnya. Korban biasanya setelah diambil organ tubuhnya akan dibuang ke negara lain."
Sedangkan modus ketiga yang dilakukan pelaku trafficking, dengan memberikan utang kepada korban. "Ini biasanya korban dipakai untuk pembantu rumah tangga atau ternak anak. Jadi si ibu akan terus diminta untuk hamil dan melahirkan, sementara anaknya akan diambil dan dijual. Kejadian ini banyak dijumpai di daerah Pontianak," kata dia.
Mengenai penyebab terjadinya kasus trafficking, Titin mengatakan faktor kemiskinan yang paling menentukan. "Makanya mari kita dukung bersama MoU yang ditandatangani oleh Kementerian Urusan Peranan Wanita, Menteri Sosial, Menteri Tenaga Kerja, Menteri Kesehatan, serta Mabes Polri."
Selain itu juga, saat ini aparat kepolisian juga mulai melakukan antisipasi yang melekat berkaitan dengan pencegahan kasus trafficking. "Di Pelabuhan Bakauheni aparat kepolisan akan melakukan pemeriksaan terhadap kendaraan yang dicurigai terutama yang di dalamnya terdiri dari banyak perempuan atau anak-anak," kata Titin.Pembicara dalam kegiatan sosialisasi tersebut adalah Direktur Rekskrim Polda Lampung Kombes Pol Eldi Azwar. Selain itu juga dari Dinas Tenaga Kerja Provinsi Lampung serta Direktur Eksekutif Damar Perempuan S.N.(*)
Aktivis LSM Damar Perempuan, Titin, mengemukakan hal tersebut di sela-sela kegiatan Sosialisasi Perda Lampung No. 4 Tahun 2006 tentang Pencegahan Trafficking terhadap Perempuan dan Anak di Provinsi Lampung di Balai Keratun, Selasa (27-11).
"Pada tahun 2006, korban trafficking yang berhasil dicatat Damar Perempuan di Lampung berjumlah 45 orang, tahun 2007 dari bulan Januari hingga September tercatat sekitar 27 orang korban trafficking," kata Titin.
Menurut dia, jumlah ini belum seberapa dibandingkan dengan kondisi real di lapangan. "Sebab kasus-kasus trafficking ini diibaratkan seperti puncak gunung es saja. Kasus-kasus yang terekspose masih sangat sedikit dibandingkan kasus yang tidak terekspose. Makanya dipastikan jumlah korbannya jauh lebih besar lagi."
Titin mengemukakan ada dua pola kasus trafficking yang terjadi di Indonesia, terutama di Lampung. "Pola pertama para korban dijadikan tenaga kerja atau pembantu rumah tangga. Biasanya, untuk pola ini, korban asal Lampung dikirim ke Jakarta untuk kemudian dibawa ke luar negeri seperti Korea. Sedangkan pola kedua berkaitan dengan pekerja seksual. Biasanya rute yang dilalui dari Lampung dibawa ke Jakarta kemudian menuju Batam, Pulau Karimun Jawa, lalu ke Hong Kong atau Vietnam," ujarnya.
Adapun modus operandi pelaku, menurut dia, ada tiga macam yakni dengan iming-iming pekerjaan dan biasanya korban adalah tulang punggung keluarga. "Lalu modus kedua dengan penculikan. Biasanya pola ini untuk eksploitasi organ tubuh seperti ginjal, mata, dan lainnya. Korban biasanya setelah diambil organ tubuhnya akan dibuang ke negara lain."
Sedangkan modus ketiga yang dilakukan pelaku trafficking, dengan memberikan utang kepada korban. "Ini biasanya korban dipakai untuk pembantu rumah tangga atau ternak anak. Jadi si ibu akan terus diminta untuk hamil dan melahirkan, sementara anaknya akan diambil dan dijual. Kejadian ini banyak dijumpai di daerah Pontianak," kata dia.
Mengenai penyebab terjadinya kasus trafficking, Titin mengatakan faktor kemiskinan yang paling menentukan. "Makanya mari kita dukung bersama MoU yang ditandatangani oleh Kementerian Urusan Peranan Wanita, Menteri Sosial, Menteri Tenaga Kerja, Menteri Kesehatan, serta Mabes Polri."
Selain itu juga, saat ini aparat kepolisian juga mulai melakukan antisipasi yang melekat berkaitan dengan pencegahan kasus trafficking. "Di Pelabuhan Bakauheni aparat kepolisan akan melakukan pemeriksaan terhadap kendaraan yang dicurigai terutama yang di dalamnya terdiri dari banyak perempuan atau anak-anak," kata Titin.Pembicara dalam kegiatan sosialisasi tersebut adalah Direktur Rekskrim Polda Lampung Kombes Pol Eldi Azwar. Selain itu juga dari Dinas Tenaga Kerja Provinsi Lampung serta Direktur Eksekutif Damar Perempuan S.N.(*)