Paragraf 4-35: menunjukkan bahwa “isu-isu utama” (outstanding issues) terkait program nuklir Iran yang didaftarkan dalam kesepakatan Agustus 2007 (antara Iran-IAEA) dinyatakan “bersih” dari kemungkinan penyimpangan ke arah proliferasi senjata nuklir. Laporan sebelumnya pada November 2007 telah “menuntaskan” 9 isu utama dan laporan kali ini menuntaskan sisanya, termasuk perihal tambang uranium di Gchine, eksperimen polonium, dan metal uranium.
Karena kesepakatan Agustus 2007 menyatakan secara ekspilisit bahwa tidak ada lagi “isu utama” terkait program nuklir Iran di luar isu-isu yang telah didaftarkan, maka konsekuensinya laporan IAEA Februari 2008 telah menyatakan bahwa seluruh aktivitas masa lalu program nuklir Iran “tuntas” dan “bersih”.
Paragraf 35-42: membahas “dugaan tentang adanya studi-studi terkait roket ulang-alik (reentry vehicle) yang mungkin digunakan untuk membawa hulu ledak nuklir”. Dugaan ini diperoleh dari apa yang disebut para analis sebagai “Laptop Kematian” (Laptop of the Death).
Dengan paragraf-paragraf sebelumnya yang menunjukkan bahwa segala sesuatu terkait aktivitas masa lalu nuklir Iran “bersih” dari penyimpangan, maka satu-satunya pengecualian adalah “dugaan tentang adanya studi-studi ini”. “Dugaan” ini menuding Tehran menjalankan sesuatu yang dinamakan “Proyek Garam Hijau” (Green Salt Project) dan berhubungan dengan klaim-klaim bahwa Iran berupaya mengembangkan rancangan roket ulang-alik (reentry vehicle) yang mungkin digunakan untuk membawa hulu ledak nuklir, bukan rancangan hulu ledak nuklir (nuclear warhead) sebagaimana diklaim William J. Broad dan David E. Sanger dari the New York Times dan kemudian banyak dikutip media).
IAEA menyatakan keberadaan studi-studi itu sebagai semata “dugaan” karena semuanya hanya berdasarkan atas “informasi intelijen” yang diperoleh Amerika Serikat dari apa yang dinamakan “Laptop Kematian”, sebuah komputer jinjing yang dilaporkan diselundupkan keluar Iran oleh seorang pembangkang asal Iran.
Penting untuk dicatat bahwa meskipun “dugaan” ini sudah lama disampaikan Amerika, informasinya baru diserahkan kepada IAEA pada 15 Februari 2008, tujuh hari sebelum laporan IAEA dirilis.
Julian Borger, editor diplomasi dari the Guardian, pernah mengulas tentang keraguan banyak kalangan akan kredibilitas “laptop” ini:
“Satu isu khusus yang kontroversial berkaitan dengan catatan tentang rencana untuk membangun sebuah hulu ledak nuklir, yang CIA katakan didapat dari sebuah komputer jinjing curian yang dipasok oleh seorang informan di Iran. Pada Juli 2005, pejabat-pejabat intelijen AS menunjukkan versi cetak dari materi tersebut kepada pejabat-pejabat IAEA. Para pejabat intelijen AS itu menilai hal ini cukup spesifik untuk menghadapi Iran.
‘Paling pertama, jika anda memiliki sebuah program rahasia, maka anda tidak akan menyimpannya di dalam laptop yang bisa saja hilang,’ kata seorang pejabat (IAEA). ‘Semua datanya dalam bahasa Inggris yang mungkin masuk akal karena beberapa alasan teknis, tetapi pada beberapa hal anda akan berpikir semestinya paling tidak ada beberapa catatan dalam bahasa Farsi. Jadi, ada beberapa keraguan mengenai kredibilitas komputer ini.’
Pejabat IAEA itu, seperti dikutip Borger, juga mengatakan bahwa sebagian besar ‘informasi rahasia’ yang diberikan AS kepada IAEA mengenai lokasi-lokasi rahasia senjata nuklir menemui jalan buntu ketika diinvestigasi oleh para pengawas IAEA.
Selain itu, Jeffrey Lewis dari Nuclear Strategy and Nonproleferation Initiative pada The New American Foundatioan (dalam Arm Control Wonk), David Albright dari Institute for Science and International Security, dan Paul Kerr dari Arm Control Association (dalam Arm Control Today), menyatakan bahwa informasi yang tersimpan dalam laptop tersebut bukanlah tentang “hulu ledak nuklir” tapi “roket ulang-alik bagi rudal yang mungkin digunakan untuk membawa hulu ledak nuklir”.
Untuk lebih jelasnya, David Albright menjelaskan:
“Pada 13 November 2005, artikel New York Times “Relying on Computer, US Seeks to Prove Iran’s Nuclear Aims” memiliki satu kesalahan yang dalam dan menyesatkan. William J. Broad dan David E. Sanger berulangkali menjelaskan bahwa file-file komputer berisikan informasi menganai sebuah hulu ledak nuklir padahal informasi yang sebenarnya menjelaskan perihal roket ulang-alik (reentry vehicle) bagi sebuah rudal. Perbedaannya tidaklah kecil, Broad seharusnya paham perbedaan di antara kedua objek tersebut, terutama ketika informasi itu sama sekali tidak berisikan kata-kata seperti nuklir atau hulu ledak nuklir. ‘Kotak hitam’ yang dibawa oleh roket ulang-alik itu mungkin tampak seperti sebuah hulu ledak nuklir, tetapi dokumen bersangkutan tidak menyatakan apa hulu ledaknya...
...pertanyaan penting yang disisihkan oleh penyesatan dari penggunaan frase hulu ledak nuklir dalam artikel tersebut adalah apakah Iran mampu membangun sebuah hulu ledak nuklir yang relatif kecil agar sesuai dengan ukuran roket ulang-aliknya yang terlihat dalam foro-foto uji coba rudal-rudalnya pada 2004. Berdasarkan foto-foto 2004 itu, hulu ledak nuklir Iran harus berdiameter sekitar 600 milimeter. Mencapai diameter seperti itu bukanlah hal mudah bagi Iran. Sebagai contoh, diamter hulu ledak dalam rancangan yang diberikan kepada Libya (dan mungkin Iran) oleh A.Q. Khan adalah sekitar 900 milimeter. Sebuah pertanyaan yang sah adalah apakah Iran mampu membangun sebuah hulu ledak nuklir yang demikian kecil tanpa bantuan pihak luar?”
Pendek kata, Albright ingin mengatakan dua hal.
Pertama, “Laptop Kematian” hanya berisikan informasi tentang rancangan roket ulang-alik (reentry vehicle) yang juga digunakan untuk senjata konvensional, dan bukan hanya hulu ledak nuklir. Alhasil, informasi dalam laptop itu tidak bisa secara langsung dikaitkan dengan persoalan senjata nuklir.
Kedua, rancangan hulu ledak nuklir oleh A.Q. Khan yang diberikan kepada Libya (dan mungkin juga kepada Iran) mensyaratkan diameter sekitar 900 milimeter sementara diameter rudal Shahab 3 (rudal terbaru Iran yang diuji coba pada 2004) tidak lebih daripada 600 milimeter.
Apakah Iran akan mampu menghasilkan hulu ledak berdiameter sekecil itu agar sesuai dengan rudalnya? Ketiga saintis senjata pemusnah massal di atas sama-sama menjawab, “hampir tidak mungkin”.
Lalu apa kata IAEA tentang “Laptop Kematian” ini. Dalam paragraf 54, IAEA menyatakan:
“Namun demikian, harus dicatat bahwa agensi (IAEA) tidak mendeteksi penggunaan material nuklir dalam kaitan dengan “dugaan tentang studi-studi” tersebut, dan juga tidak memiliki informasi yang bisa dipercaya berkaitan dengan hal ini.”
Paragraf 43-49: menunjukkan bahwa aktivitas-aktivitas nuklir yang sedang berjalan tetap berada dalam pengawasan IAEA. Aktivitas-aktivitas pengayaan uranium dan reproses yang sedang dilakukan Iran berada dalam pengawasan dan pemeriksaan IAEA, dan bahkan beberapa di antaranya dilakukan secara mendadak atau tanpa pemberitahuan terlebih dahulu.
Paragraf 50: dalam paragraf ini, IAEA meminta Iran untuk kembali menyediakan bagi IAEA informasi-informasi tambahan meskipun tidak ada kewajiban legal yang menuntut hal demikian. Sebelumnya, Iran pernah melampaui kewajiban-kewajiban legalnya dengan memberikan kepada IAEA waktu yang lebih awal terkait dengan rencana pembangunan fasilitas-fasilitas nuklir yang baru. Ini adalah tindakan sukarela yang dilakukan Iran untuk menunjukkan niat baiknya. Namun setelah negosiasi dengan Uni Eropa mengalami kegagalan karena Uni Eropa tidak memenuhi janji mereka dalam Kesepakatan Paris, Iran memutuskan untuk mengakhiri tindakan sukarela ini dan membatasi diri dengan memberikan informasi yang diwajibkan oleh IAEA saja.
Paragraf 51: mengatakan bahwa bahan bakar nuklir untuk reaktor di Bushehr yang diimpor dari Rusia berada dalam pengawasan IAEA, dan tidak ada yang mencurigakan terkait hal ini.
Paragraf 52: menyatakan bahwa Iran terus menaati kewajiban terkait traktat NPT. IAEA terus memverifikasi bahwa tidak ada material nuklir yang diselewengkan untuk penggunaan militer. Ini adalah sebuah pernyataan yang berimplikasi signifikan. Artinya, Iran tetap menaati traktat NPT. Tanpa adanya penyimpangan dari material nuklirnya, maka tidak ada pelanggaran oleh Iran terhadap NPT. Jika demikian, terkait dengan syarat-syarat dalam Pasal XII.C dari Statuta IAEA dan Pasal 19 Kesepakatan Pengawasan (safeguards agreement), maka tidak ada basis hukum yang sah untuk mengajukan program nuklir Iran kepada DK-PBB.
Paragraf 53: berisikan kesimpulan bahwa segala sesuatu terkait aktivitas-aktivitas masa lalu nuklir Iran adalah “bersih” dan program nuklir Iran yang sedang berjalan tetap berada dalam pengawasan IAEA, dengan tidak adanya bukti mengenai program senjata nuklir.
Paragraf 55, 57: seperti biasanya, IAEA meminta Iran untuk meratifikasi Protokol Tambahan sehingga IAEA bisa memastikan secara penuh bahwa program nuklir Iran berstatus damai. Ini karena IAEA hanya bisa memastikan “status damai” bagi negara-negara yang telah menandatangani dan meratifikasi Protokol Tambahan (protokol ini bersifat sukarela dan tidak memaksa—AS dan Rusia sama-sama belum meratifikasi protokol ini).
Namun demikian, IAEA mencatat bahwa Iran secara sporadis telah memberikan informasi-informasi yang hanya diwajibkan dalam Protokol Tambahan. Artinya, meskipun tidak meratifikasi Protokol Tambahan, Iran telah menerapkan sebagian protokol tersebut walaupun secara sporadis.
Patut pula diperhatikan bahwa Iran secara sukarela telah menerapkan Protokol Tambahan pada masa lalu selama 2 tahun, yang selama itu pula tidak pernah ditemukan bukti tentang program senjata nuklir. Iran pun berjanji akan meratiifikasi Protokol Tambahan tepat ketika kasus program nuklirnya dikeluarkan dari DK-PBB (bandingkan dengan Mesir yang sepenuhnya menolak Protokol Tambahan).
Paragraf 56: memberikan informasi bahwa Iran melanjutkan aktivitas pengayaannya meskipun tiga resolusi DK-PBB menuntutnya untuk membekukan aktivitas itu. Aktivitas pengayaan ini adalah sah berdasarkan atas NPT yang belum pernah dilanggar Iran. Sementara resolusi-resolusi DK-PBB diragukan legalitasnya oleh banyak ahli hukum internasional karena melanggar hak absolut sebuah negara terkait NPT.