Pilpres Iran: Ahmadinejad menang, Ahmadinejad curang?

Hampir mustahil memberi penilaian apalagi menuduh telah terjadi kecurangan terhadap pemilu di suatu negara tanpa pengamatan langsung di lapangan. Soal kisruh daftar pemilih seperti terjadi dalam pemilu legislatif Indonesia yang indikasinya begitu massif saja, hingga kini nyaris tak ada satu pihak pun yang mampu membuktikan bahwa kisruh ini hasil dari upaya kecurangan yang sistematis.

Hari-hari ini media Barat begitu antusias memberitakan soal klaim salah satu kandidat presiden Mir Hossein Mousavi bahwa pilpres Iran yang memenangkan kembali Mahmoud Ahmadinejad sarat dengan penipuan dan kecurangan. Jika kita telaah laporan-laporan tersebut atau analisis para pengamat-pengamat Barat, bisa dikatakan tak ada bukti dan indikasi kuat yang mereka sajikan sebagai dalil bahwa telah terjadi kecurangan dalam pilpres ini. Apa yang mereka kemukakan hanya asumsi-asumsi ketidakwajaran (sayang, saya tak mendapatkan alasan dan indikasi kuat apa yang kubu Mousavi dapatkan sehingga berani melontarkan tuduhan kecurangan).

Sebelum beranjak lebih jauh, ada baiknya kita mengingat satu hal. Mahmoud Ahmadinejad sang incumbent mengungguli rivalnya Mir Hossein Mousavi dengan kemenangan mutlak dalam rasio 2:1 atau 63% berbanding dengan 34%. Mungkin hanya terjadi di Iran bahwa sebuah pemilu dengan hasil seperti itu bisa dikatakan curang oleh pihak yang kalah.

Jika anda masih ingat pemilu AS tahun 2000 (Bush vs Al Gore) yang memunculkan dugaan tentang kecurangan dari kubu progresif AS (meski tentu saja media arus utama bungkam seribu bahasa), maka dugaan tersebut masih bisa dipahami. Sebab, Al Gore kalah tipis dari George W. Bush dalam electoral vote meski menang dalam popular vote.

Di sini saya akan membahas secara singkat pendapat seorang ahli Timur Tengah asal Michigan University, Juan Cole. Pendapat Cole pada umumnya juga dianut oleh beberapa analis internasional lainnya. Dalam postingnya, Cole menyimpulkan bahwa pilpres Iran telah "dikadali" kubu Ahmadinejad berdasarkan 6 asumsi yang diklaimnya sebagai "Top pieces of evidence". Berikut ini, saya hanya akan membahas 3 asumsi yang menurut saya lebih berharga untuk diberi tanggapan daripada 3 asumsi lainnya.

Pertama, Cole menulis:
"Dinyatakan bahwa Ahmadinejad menang di Tabriz dengan 57%. Lawan utamanya, Mir Hossein Mousavi, adalah seorang Azeri dari propinsi Azerbaijan, dimana Tabriz adalah ibukotanya. Mousavi, menurut jajak pendapat yang ada di Iran dan yang menyebarkan bukti anekdot, tampil lebih baik di kota-kota dan sangat populer di Azerbaijan. Tentu saja, kampanyenya dihadiri sangat banyak orang. Jadi jika sebuah pusat kota Azeri memilih Ahmadinejad dalam angka yang begitu besar, ini tidak masuk akal. Dalam pemilu-pemilu lalu, orang-orang Azeri dalam jumlah besar bahkan memilih untuk kandidat-kandidat minor yang berasal dari propinsi itu."
Inikah yang dinamakan "top pieces of evidence" oleh profesor Cole? Ini cuma asumsi. Cole berasumsi bahwa karena Mousavi seorang Azeri, maka pastinya dia akan menang di Tabriz, ibukota propinsi Azerbaijan. Silogisme Cole: orang Azeri pasti memilih calon Azeri; Mousavi orang Azaeri; orang Azeri pasti memilih Mousavi (saya tidak tahu nama jenis sesat pikir ini; tapi saya yakin ini jelas logical fallacy).

Itu bantahan pertama. Bantahan kedua, orang Azeri bukan hanya Mousavi. Pemimpin Tertinggi Iran Ali Khamenei juga seorang Azeri. Artinya, jika Khamenei--seperti ditulis Cole--tidak menyukai Mousavi dan mendukung Ahmadinejad, bukankah mungkin warga Azeri lebih memilih Ahmadinejad tinimbang Mousavi.

Asumsi-asumsi di atas--bahwa Ahmadinejad menang di wilayah-wilayah dimana ia dipandang tidak populer atau bahwa hasil pemilu kali ini cenderung tidak mencerminkan hasil pemilu sebelumnya--banyak digunakan oleh beberapa analis Barat sebagai argumentasi mereka, tidak terkecuali asumsi ke-2 dari Cole berikut ini.

Kedua, Cole menulis:
"Ahmadinejad dinyatakan menang lebih daripada 50% di Tehran. Lagi, dia tidak populer di kota-kota besar, bahkan, seperti yang dia klaim, di lingkungan-lingkungan miskin, sebagian karena kebijakan-kebijakannya menciptakan inflasi dan angka pengangguran yang tinggi. Bahwa dia menang di Tehran pastinya menimbulkan pertanyaan tentang angkanya tersebut."
Bagi Cole, bukti bahwa Ahmadinejad curang adalah karena orang ini tidak mungkin bisa menang di Tehran karena dia tidak populer di Tehran. Bagaimana Cole tahu bahwa Ahmadinejad tidak populer di Tehran? Ya, karena Ahmadinejad harus berbuat curang untuk menang di Tehran karena dia tidak populer di Tehran. Bingung??? Ya, karena saya juga bingung bagaimana sesat pikir seperti bisa diklaim sebagai bukti oleh profesor sekelas Cole.

Ketiga, Cole menulis:
"Komisi pemilu seharusnya menunggu sampai tiga hari sebelum menetapkan hasil, dimana pada titik itu mereka akan menginformasikan hasilnya kepada Khamenei, dan dia pun menandatangani prosesnya. Penundaan tiga hari dimaksudkan untuk memberi ruang bagi dugaan-dugaan tentang ketidakwajaran diadili..."
Ini asumsi yang lebih menarik daripada yang sudah-sudah. Apa yang Tuan Cole abaikan adalah bahwa justru Mousavi-lah yang tidak mau menunggu dengan mengumumkan dialah pemenangnya, baru setelah itu Komisi Pemilu--yang punya akses hingga di tingkat propinsi--mengatakan bahwa tampaknya Ahmadinejad-lah yang menang. Hal ini pada gilirannya menimbulkan pertanyaan bagaimana Mousavi bisa begitu yakin tentang kemenangannya itu?

Satu lagi, jika anda menaruh curiga telah terjadi kecurangan dalam pilpres Iran hanya karena hasilnya diumumkan sekitar 12 jam setelah pemilihan, maka ada satu prinsip dalam pemilu yang mesti diingat: semakin cepat hasil pemilu diketahui, maka semakin minim pula peluang untuk melakukan kecurangan.

Kecil peluangnya bagi kubu Ahmadinejad untuk melakukan kecurangan yang demikian canggih hanya dalam waktu sesingkat itu. Mengapa saya katakan "canggih"? Nate Silver, seorang blogger Amerika yang juga ahli statistik melakukan analisis terhadap hasil resmi yang diumumkan Kementerian Dalam Negeri Iran. Hasilnya, ia menyimpulkan bahwa analisis statistik terhadap hasil resmi pilpres Iran tidak membuktikan apa pun untuk menilai bahwa telah terjadi kecurangan pemilu. Lebih canggih lagi karena Ahmadinejad harus "mencuri" puluhan juta suara dalam tampilan statistik yang tidak mencurigakan, dan dalam waktu yang singkat pula.

Bagaimanapun, benar atau tidaknya tuduhan ini harus dibuktikan melalui mekanisme pembuktian yang ada di Iran, bukan lewat asumsi-asumsi mentah atau melalui unjuk rasa anarkis yang justru mengarah kepada destabilisasi negara. Hingga kini, Dewan Wali Iran telah mengambil kebijakan untuk menghitung ulang suara di beberapa daerah yang diperselisihkan. Hasilnya dilaporkan akan diketahui dalam 10 hari.
◄ Newer Post Older Post ►