Kudeta "Si Putih"

Dalam politik, warna sepertinya menjadi amat penting. Tak terkecuali beberapa bulan terakhir ini. Saat bendera-bendera dan kaos-kaos hijau dikenakan para demonstran anti-pemerintah di Tehran, bendera-bendera dan kaos-kaos putih juga tampak di jalan-jalan Tegucigalpa, dimana para pendukung pemerintah Honduras hasil kudeta militer berkumpul.

Namun di Honduras, warna ‘putih’ mungkin punya makna yang lebih jujur. Kudeta militer yang menyeret Presiden Manuel Zelaya dari tempat tidurnya pada Minggu pagi, 28 Juni 2009, lalu didukung oleh kelompok elite kapitalis kulit putih keturunan Eropa. Mantra ‘putih’ pun makin kuat lewat rapalan lidah Enrique Ortez Colindres. Menteri Luar Negeri pertama dari pemerintahan kudeta itu menyebut Presiden Barack Obama, “Anak negro yang tidak tahu apa-apa…”

Tapi putih bukan cuma perkara warna kulit. Kudeta di Honduras memunculkan tiga elemen penyokong yang saling berbagi kepentingan. Ada elite militer hasil tempaan Westen Hemisphere Institute for Securty Cooperation di Fort Benning, Georgia, (d.h. School of the Americas) atau yang kerap disebut “Sekolah para Pembunuh”. Ada kepentingan-kepentingan korporasi pertambangan multinasional di Honduras. Lalu, ada pejabat-pejabat neokonservatif AS yang masih malang-melintang di jagad kebijakan luar negeri pemerintahan Obama.

Panglima militer, sekaligus pemimpin kudeta, Jenderal Romeo Orlando Vasquez Velasquez, geram dengan rencana Zelaya yang akan memindahkan bandara internasional Tegucigalpa dari Toncontin ke Palmerola. Toncontin dipandang bukan lokasi ideal bagi sebuah bandara internasional. Rencana ini akan mengusik keberadaan pangkalan militer Soto Cano/Palmerola milik para mentor Vasquez di Pentagon. Begitu pentingnya Soto Cano bagi Pentagon hingga membuat pangkalan itu dijuliki “kapal induk AS di Amerika Tengah”.

Kebijakan populis Zelaya untuk mereformasi UU pertambangan disertai peninjauan semua konsesi pertambangan dinilai mengancam kepentingan korporasi-korporasi pertambangan multinasional. Sebagian besar korporasi pertambangan yang beroperasi di Honduras berbasis di Kanada. Dalam pertemuan Organisasi Negara-negara Amerika (OAS), Menlu Kanada untuk Kawasan Amerika, Peter Kent, pernah menyarankan agar Zelaya tidak kembali ke Honduras. Kent yang mewakili konstituen Yahudi Toronto adalah pendukung utama CJPAC (Canadian Jewish Political Affairs Committee), sebuah versi AIPAC di Kanada. Banyak perusahaan pertambangan Kanada di Honduras dimiliki oleh para investor asal Israel.

Kemesraan Zelaya dengan blok Amerika Latin anti-kapitalis (ALBA) bentukan Hugo Chavez menghadirkan satu lagi mimpi buruk bagi Washington. Sedikit demi sedikit, teman pergi dari halaman belakang mereka. John Negroponte datang sebagai juru selamat. Hawkish tua peninggalan George W. Bush itu masih dipandang bermanfaat sebagai penasehat Menlu Hillary Clinton.

Negroponte menanam para diplomat neokonservatif dengan tugas utama menetralisasi ekspansi ALBA di kawasan. Duta Besar AS di Honduras, Hugo Llorens, adalah orang kepercayaan Negroponte. Berkat nasehat mantan duta besar AS di Irak ini, Menlu Clinton dilaporkan menolak mengistilahkan apa yang terjadi di Honduras sebagai “kudeta”. Clinton juga menyebut Roberto Micheletti, presiden hasil kudeta, sebagai “pejabat sementara presiden”.
Lantas, apakah Obama tidak ‘berdosa’? Obama memang mengecam kudeta tersebut dan meminta demokrasi dihormati. Namun, Obama tidak mengambil langkah konkret apa pun, termasuk membekukan bantuan ekonomi dan militer. Ini mungkin penjelasan paling kuat tentang di pihak manakah Obama berdiri. Kudeta ‘si putih’ yang didukung ‘si hitam’?
◄ Newer Post Older Post ►