Anehnya semua ini terjadi pada saat di Chechnya aktivitas insurgensi justru relatif sangat sedikit. Tidak ada indikasi bahwa pemberontak Chechnya telah pulih dari kekalahan total mereka dalam Perang Chechnya Kedua. Semua laporan dari Chechnya tampaknya menunjukkan bahwa situasi keamanan di sana sebenarnya relatif kondusif dan berada dalam kendali Moskow, melalui tangan Ramzan Kadyrov. Ini adalah fakta bahwa militer Rusia saat ini tidak secara aktif terlibat di Chechnya sama sekali. Misi keamanan dilakukan secara bersama oleh FSB, MVD, dan polisi setempat.
Oleh sebab itu, tulisan ini ingin menawarkan sebuah hipotesis, sebuah "versi" peristiwa, meskipun tidak ada bukti keras yang bisa diberikan.
Meningkatnya 'terorisme Chechnya' baru-baru ini mungkin mempunyai sedikit atau bahkan tidak ada hubungannya sama sekali dengan Chechnya. Pelaksana operasi ini mungkin etnis Chechnya dan mereka mungkin bertindak di bawah perintah Doku Umarov, pria yang mengklaim sebagai 'Emir dari Emirat Kaukasus. Tapi, apakah hal itu menjelaskan sesuatu?
Osama bin Laden adalah agen CIA untuk sebagian besar hidupnya dan terdapat banyak bukti bahwa pemberontakan Chechnya didukung CIA melalui apa yang sekarang dikenal sebagai al-Qaeda. Adalah juga sangat jelas bahwa dinas rahasia Inggris telah bekerja bergandengan tangan dengan taipan Rusia-Israel Boris Berezovsky, dan karena itu, tentu saja dengan kaki-tangan Chechnya, selama bertahun-tahun juga. Jadi, alih-alih mengacu pada 'terorisme Chechnya', bukankah jauh lebih masuk akal untuk menyebutnya sebagai "terorisme AS dan Inggris"? Bukankah para pemberontak Chechnya merupakan versi Kaukasus dari Jundallah - jaringan teroris lain yang dikendalikan CIA dan bukankah Doku Umarov hanyalah versi lokal dari Abdolmalek Rigi?
Jika ini benar, lantas apa yang akan menjelaskan sentakan tiba-tiba 'terorisme Chechnya' di Rusia? Berikut ini beberapa jawaban yang mungkin:
- Membalas kekalahan AS/NATO dalam perang 08.08.08 di Georgia, dimana tentara Rusia dengan mudah menghancurkan pasukan Georgia yang didanai, dilatih, diperintahkan NATO.
- Kebutuhan untuk menempatkan Rusia di bawah tekanan agar menyerah pada tuntutan AS dalam kaitan dengan Iran, baik itu terkait sanksi atas Iran, peran Rusia pada reaktor nuklir Bushehr, maupun penjualan sistem pertahanan udara S-300.
- Membalas kekalahan AS di Ukraina, dimana akhir dari revolusi berkode warna (oranye, kali ini) merupakan sebuah bencana bagi kepentingan geostrategis AS.
- Kebutuhan untuk melemahkan pengaruh Rusia di Kaukasus dan di Asia Tengah dengan menunjukkan bahwa Rusia tidaklah sekuat dari yang diperkirakan.
- Membalas atas dukungan Rusia (senjata dan kredit) bagi Hugo Chavez di Venezuela.
Kemungkinan-kemungkinan di atas tentu saja mungkin salah. Tapi sekarang ini nyaris tidak ada penjelasan yang memadai bagi terori 'terorisme Chechnya'. Selain itu, beberapa laporan menyebutkan bahwa Moskow kini mulai melihat adanya kemungkinan kontak antara pemberontak Chechnya dengan Georgia. Jika Georgia terlibat, maka telunjuk Moskow akan mengarah lurus menuju Langley.
Demikian soal kemungkinan. Kini kita beralih kepada indikasi.
Pada 21 Maret 2010 (hanya beberapa hari sebelum bom meledak di stasiun kereta bawah tanah di Moskow), pemerintah Mikhael Saakashvili dari Georgia menjadi tuan rumah sebuah konferensi di Tbilisi yang bertajuk "Hidden Nations, Enduring Crimes: The Circassians and the Peoples of the North Caucasus Between Past and Future." Konferensi ini diorganisasikan oleh Yayasan Neokon, Jamestown Foundation yang berbasis di Washington, DC bekerja sama dengan International School of Caucasus Studies, Ilia State University, Georgia.
Jamestown Foundation sejak lama menjadi “front operation” bagi CIA. Pada 1984, Yayasan ini didirikan, antara lain, oleh Direktur CIA saat itu, William Casey. Organisasi ini digunakan sebagai tempat penampungan para pembelot tingkat tinggi blok Soviet, termasuk Wakil Sekretaris Jenderal PBB asal Soviet Arkady Shevchenko dan pejabat intelijen Rumania Ion Pacepa.
Sejak lama pula, FSB dan badan-badan intelijen asing lain seperti SVR mencurigai Jamestown terlibat dalam pemberontakan di Chechnya, Ingushetia, dan republik-republik Kaukasus Utara lainnya. Konferensi Tbilisi 21 Maret lalu kian menambahkan kecurigaan FSB dan SVR.
Pihak lain yang berhubungan erat dengan Jamestown adalah Open Society Institute (OSI) milik miliuner-filantropis AS George Soros. Kerja sama OSI-Jamestown tidak hanya di utara dan selatan Kaukasus, tetapi juga di Moldova, Belarus, Uighur, dan Uzbekistan. OSI dikenal sebagai “alat” lain bagi kepentingan intelijen AS dan perbankan global. Proyek Eurasia Soros telah mensponsori sejumlah panel dan seminar bersama Jamestown. Bukan rahasia lagi, Soros dan para aparat NGO-nya adalah peletak dasar bagi “Revolusi Mawar” yang menggulingkan Presiden Eduard Shevardnadze dan mendudukkan Saakashvili di tapuk kekuasaan.
Pada 9 Maret 2005, Jamestown, OSI, dan Moldova Foundation mensponsori sebuah seminar di Washington tentang pemilu di Moldova. Di antara anggota dewan penasehat Moldova Foundation yang hadir adalah Bari-Bar Zion, CEO A4E dan Amin di Israel dan mantan penasihat bisnis Kepala “Israel State Lottery”, serta Sam Amadi, penasihat khusus Presiden Senat Nigeria . Moldova Foundation menerima dukungan dana Open Society Institute.
Dalam wawancara dengan surat kabar Kommersant Rusia (yang juga dikutip Times of London), mantan kepala FSB Rusia, Nikolai Petrushev, menuduh agen-agen keamanan Georgia dan Presiden Mikhael Saakashvili, sebagai provokator ledakan bom bunuh diri kembar di Moskow dan aktivitas-aktivitas pemberontak di Kaukasus Utara.
Petrushev ditunjuk oleh Presiden Dmitry Medvedev untuk menjadi Ketua Dewan Keamanan Nasional Rusia pada Mei 2008. Petrushev, yang bertugas di Dewan Keamanan bersama Medvedev, Perdana Menteri Vladimir Putin, dan Menteri Luar Negeri Sergei Lavrov, mengatakan bahwa aparat keamanan Rusia memiliki informasi bahwa individu-individu dari dinas keamanan Georgia memiliki hubungan dengan gerilyawan Islam yang beroperasi di Kaukasus utara.
Persoalan siapa yang mendanai serangan-serangan teroris adalah hal yang hingga kini terlihat sulit diurai. Namun, mungkinkah kita tidak perlu melihat lebih jauh selain ruang-ruang konferensi dan kantor-kantor eksekutif di Washington, DC, Tel Aviv, dan New York untuk dapat mengidentifikasi para pelaku yang sebenarnya?