Alkisah pada jaman dahulu  kala hiduplah seorang pemuda bernama Galoran. Ia termasuk orang yang disegani  karena kekayaan dan pangkat orangtuanya. Namun Galoran sangatlah malas dan  boros. Sehari-hari kerjanya hanya menghambur-hamburkan harta orangtuanya, bahkan  pada waktu orang tuanya meninggal dunia ia semakin sering berfoya-foya. Karena  itu lama kelamaan habislah harta orangtuanya. Walaupun demikian tidak membuat  Galoran sadar juga, bahkan waktu dihabiskannya dengan hanya bermalas-malasan dan  berjalan-jalan. Iba warga kampung melihatnya. Namun setiap kali ada yang  menawarkan pekerjaan kepadanya, Galoran hanya makan dan tidur saja tanpa mau  melakukan pekerjaan tersebut. Namun akhirnya galoran dipungut oleh seorang janda  berkecukupan untuk dijadikan teman hidupnya. Hal ini membuat Galoran sangat  senang ; "Pucuk dicinta ulam pun tiba", demikian pikir Galoran. 
Janda tersebut mempunyai seorang anak  perempuan yang sangat rajin dan pandai menenun, namanya Jambean. Begitu bagusnya  tenunan Jambean sampai dikenal diseluruh dusun tersebut. Namun Galoran sangat  membenci anak tirinya itu, karena seringkali Jambean menegurnya karena selalu  bermalas-malasan.
Rasa benci Galoran sedemikian dalamnya,  sampai tega merencanakan pembunuhan anak tirinya sendiri. Dengan tajam dia  berkata pada istrinya : " Hai, Nyai, sungguh beraninya Jambean kepadaku.  Beraninya ia menasehati orangtua! Patutkah itu ?" "Sabar, Kak. Jambean tidak  bermaksud buruk terhadap kakak" bujuk istrinya itu. "Tahu aku mengapa ia berbuat  kasar padaku, agar aku pergi meninggalkan rumah ini !" seru nya lagi sambil  melototkan matanya. "Jangan begitu kak, Jambean hanya sekedar mengingatkan agar  kakak mau bekerja" demikian usaha sang istri meredakan amarahnya. "Ah .. omong  kosong. Pendeknya sekarang engkau harus memilih .. aku atau anakmu !" demikian  Galoran mengancam. 
Sedih hati ibu Jambean. Sang  ibu menangis siang-malam karena bingung hatinya. Ratapnya : " Sampai hati  bapakmu menyiksaku jambean. Jambean anakku, mari kemari nak" serunya lirih.  "Sebentar mak, tinggal sedikit tenunanku" jawab Jambean. "Nah selesai sudah"  serunya lagi. Langsung Jambean mendapatkan ibunya yang tengah bersedih. "Mengapa  emak bersedih saja" tanyanya dengan iba. Maka diceritakanlah rencana bapak  Jambean yang merencanakan akan membunuh Jambean. Dengan sedih Jambean pun  berkata : " Sudahlah mak jangan bersedih, biarlah aku memenuhi keinginan bapak.  Yang benar akhirnya akan bahagia mak". "Namun hanya satu pesanku mak, apabila  aku sudah dibunuh ayah janganlah mayatku ditanam tapi buang saja ke bendungan"  jawabnya lagi. Dengan sangat sedih sang ibu pun mengangguk-angguk. Akhirnya  Jambean pun dibunuh oleh ayah tirinya, dan sesuai permintaan Jambean sang ibu  membuang mayatnya di bendungan. Dengan ajaib batang tubuh dan kepala Jambean  berubah menjadi udang dan siput, atau disebut juga dengan keong dalam bahasa  Jawanya.
Tersebutlah di Desa Dadapan dua orang  janda bersaudara bernama Mbok Rondo Sambega dan Mbok Rondo Sembadil. Kedua janda  itu hidup dengan sangat melarat dan bermata pencaharian mengumpulkan kayu dan  daun talas. Suatu hari kedua bersaudara tersebut pergi ke dekat bendungan untuk  mencari daun talas. Sangat terpana mereka melihat udang dan siput yang berwarna  kuning keemasan. "Alangkah indahnya udang dan siput ini" seru Mbok Rondo Sambega  "Lihatlah betapa indahnya warna kulitnya, kuning keemasan. Ingin aku bisa  memeliharanya" serunya lagi. "Yah sangat indah, kita bawa saja udang dan keong  ini pulang" sahut Mbok Rondo Sembadil. Maka dipungutnya udang dan siput tersebut  untuk dibawa pulang. Kemudian udang dan siput tersebut mereka taruh di dalam  tempayan tanah liat di dapur. Sejak mereka memelihara udang dan siput emas  tersebut kehidupan merekapun berubah. Terutama setiap sehabis pulang bekerja,  didapur telah tersedia lauk pauk dan rumah menjadi sangat rapih dan bersih. Mbok  Rondo Sambega dan Mbok Rondo Sembadil juga merasa keheranan dengan adanya hal  tersebut. Sampai pada suatu hari mereka berencana untuk mencari tahu siapakah  gerangan yang melakukan hal tersebut. 
Suatu hari mereka seperti biasanya  pergi untuk mencari kayu dan daun talas, mereka berpura-pura pergi dan kemudian  setelah berjalan agak jauh mereka segera kembali menyelinap ke dapur. Dari dapur  terdengar suara gemerisik, kedua bersaudara itu segera mengintip dan melihat  seorang gadis cantik keluar dari tempayan tanah liat yang berisi udang dan Keong  Emas peliharaan mereka. "tentu dia adalah jelmaan keong dan udang emas itu"  bisik Mbok Rondo Sambega kepada Mbok Rondo Sembadil. "Ayo kita tangkap sebelum  menjelma kembali menjadi udang dan Keong Emas" bisik Mbok Rondo Sembadil. Dengan  perlahan-lahan mereka masuk ke dapur, lalu ditangkapnya gadis yang sedang asik  memasak itu. "Ayo ceritakan lekas nak, siapa gerangan kamu itu" desak Mbok Rondo  Sambega "Bidadarikah kamu ?" sahutnya lagi. "bukan Mak, saya manusia biasa yang  karena dibunuh dan dibuang oleh orang tua saya, maka saya menjelma menjadi udang  dan keong" sahut Jambean lirih. "terharu mendengar cerita Jambean kedua  bersaudara itu akhirnya mengambil Keong Emas sebagai anak angkat mereka. Sejak  itu Keong Emas membantu kedua bersaudara tersebut dengan menenun. Tenunannya  sangat indah dan bagus sehingga terkenallah tenunan terebut keseluruh negeri,  dan kedua janda bersaudara tersebut menjadi bertambah kaya dari hari kehari.  
Sampailah tenunan tersebut  di ibu kota kerajaan. Sang raja muda sangat tertarik dengan tenunan buatan  Jambean atau Keong Emas tersebut. Akhirnya raja memutuskan untuk meninjau  sendiri pembuatan tenunan tersebut dan pergi meninggalkan kerajaan dengan  menyamar sebagai saudagar kain. Akhirnya tahulah raja perihal Keong Emas  tersebut, dan sangat tertarik oleh kecantikan dan kerajinan Keong Emas. Raja  menitahkan kedua bersaudara tersebut untuk membawa Jambean atau Keong Emas untuk  masuk ke kerajaan dan meminang si Keong Emas untuk dijadikan permaisurinya.  Betapa senang hati kedua janda bersaudara tersebut.