Sumber dan media Turki menunjukkan dokumen yang memperlihatkan bahwa daftar kematian telah dipersiapkan sebelumnya oleh Israel. Daftar itu yang menunjukkan nama-nama dan foto-foto orang yang ikut dalam kapal yang harus dibunuh. Menurut sumber-sumber Turki, ratusan tentara Israel menyerbu kapal Turki "Marmara" dan mereka memiliki salinan dari daftar kematian itu. Termasuk dalam daftar itu nama-nama warga sipil pada armada yang harus dibunuh. Dokumen didapatkan setelah seorang tentara Israel menghilangkannya selama aksi pembajakan.
Para pemimpin dari geng kriminal perang Israel, yang disebut "pemerintah Israel" yang saat ini terlibat dalam upaya menghasut perang terhadap Iran, tidak bisa berbuat apa-apa dalam menanggapi kesepakatan trilateral Turki-Iran-Brasil pada 17 Mei 2010 untuk mentransfer 1,200 Kg uranium yang diperkaya rendah ke Turki dengan imbalan bahan bakar nuklir. Sebagai aksi balasan, mereka melakukan pembantaian terhadap armada kemanusiaan "Armada Kebebasan" yang membawa bantuan dan bertujuan mematahkan pengepungan genosida Israel atas Gaza yang diberlakukan sejak 2006. Perjanjian Turki-Iran-Brasil muncul menjadi hambatan terhadap ambisi Israel dalam memaksa dunia untuk masuk ke dalam sebuah spiral perang berdarah.
Pembajakan maritim dan operasi pembantaian yang dilakukan oleh Shayetet 13, sebuah unit komando angkatan laut, dimana setidaknya 19 aktivis perdamaian dibunuh dan lebih dari 50 luka-luka, adalah keputusan dari lingkaran dalam kekuasaan di Tel Aviv dan disetujui oleh Kabinet Israel dipimpin oleh Benjamin Netanyahu, Ehud Barak dan para penjahat perang lainnya. Pembantaian ini merupakan pesan Israel yang ditujukan kepada Turki dan sekutu barunya, Iran dan Suriah. Siapa yang tahu dan dapat membaca garis serta sejarah pemimpin militer Israel dapat mengerti bahwa Israel tidak pernah membedakan antara warga sipil dan militan dari kelompok-kelompok yang dianggap sebagai musuh sesuai dengan standar non-logis dari Zionis.
Israel melakukan pembantaian terhadap kapal Turki "Marmara", yang membawa bantuan kemanusiaan ke Palestina yang terkepung di kamp konsentrasi Gaza. Pembantaian ini juga direncanakan dengan baik oleh kabinet Israel, dan beberapa pemerintah sekutu Israel diinformasikan dengan rincian informasi yang lengkap tentang kejahatan yang direncanakan itu. Israel menugaskan unit khusus di Korps Marinir, mengerahkan perahu dan helikopter patroli sepanjang pantai Asdod dan Gaza dan menyatakan secara sepihak bahwa perairan di lepas pantai Gaza adalah zona militer tertutup. Mereka juga mengumumkan melalui organ-organ propaganda mereka rencana mereka untuk mentransfer kapal dan aktivis solidaritas ke pelabuhan Asdod sebelum mendeportasi mereka ke negara masing-masing sebagai imigran gelap, dan untuk menangkap mereka yang menolak untuk mengidentifikasikan diri dan menandatangani janji untuk tidak kembali. Mereka juga menyiapkan tenda-tenda sebagai unit penahanan untuk memenjarakan para aktivis dan menyelidiki mereka. Tim dari interogator Israel yang memilih untuk menginterogasi para aktivis perdamaian itu diawaki oleh orang-orang dengan pengalaman sebagai penyiksa dan yang sebelumnya "bekerja" di gulag-gulag Israel.
Kapal-kapal Israel memonitor Armada Kebebasan dari jarak sekitar 124 km jauhnya dari pantai Israel. Menurut para aktivis internasional, para penumpang bergegas untuk memakai jaket keselamatan dan mengangkat status siaga begitu kapal-kapal perang terlihat. Aktivis perdamaian di atas kapal konvoi menyatakan bahwa tiga kapal Israel berbicara kepada Kapten kapal Turki melalui radio dan memperingatkan akan konsekuensi mendekati pantai Gaza yang dinyatakan sebagai daerah militer tertutup. Mereka memerintahkan kapten kapal membawa kapal kemanusiaan ke pelabuhan Asdod, menekankan bahwa angkatan laut Israel akan mencegah penetrasi suatu wilayah yang merupakan zona militer tertutup apa pun akibat yang mungkin terjadi. Ini berarti mereka tidak akan segan-segan membunuh siapa pun.
Anggota parlemen Arab-Israel Hanan Al-Zoubi telah berbicara melalui pengeras suara dalam bahasa Ibrani dengan militer Israel dan mengatakan bahwa mereka tidak berhak menyerang kapal yang mengangkut aktivis perdamaian sipil dan bantuan kemanusiaan. Hanan menambahkan bahwa selama permohonannya itu, para prajurit Israel telah melepaskan tembakan peluru tajam ke kapal, yang menyebabkan luka warga sipil, di antaranya warga Arab-Israel Sheikh Raed Salah, yang ditembak dan kini dalam kondisi kritis. Dia menambahkan: "kapal meriam Israel yang mendekati armada kebebasan meminta kapten kapal untuk mengidentifikasikan diri dan identitas kapal. Kapal berada di perairan Internasional sekitar 100 mil dari Gaza. Pada saat itulah, helikopter-helikopter Israel menyerang kapal-kapal dari udara.
Sumber dan media Turki menunjukkan dokumen yang memperlihatkan bahwa daftar kematian telah dipersiapkan sebelumnya oleh Israel. Daftar itu yang menunjukkan nama-nama dan foto-foto orang yang ikut dalam kapal yang harus dibunuh. Menurut sumber-sumber Turki, ratusan tentara Israel menyerbu kapal Turki "Marmara" dan mereka memiliki salinan dari daftar kematian itu. Termasuk dalam daftar itu nama-nama warga sipil pada armada yang harus dibunuh. Dokumen didapatkan setelah seorang tentara Israel menghilangkannya selama aksi pembajakan.
Mengenai keterlibatan negara asing lain dalam kejahatan ini, terungkap bahwa anggota-anggota Parlemen Jerman yang ada di atas kapal, Annette Groth, Inge Höger dan Norman Paech, telah berulang kali meminta Kementerian Luar Negeri Jerman untuk mendukung dan memberi perlindungan, namun ditolak dan sebaliknya mereka diperingatkan untuk segera keluar dari armada karena akan adanya "bahaya" yang tidak dijelaskan lebih lanjut. Kemudian, indikasi lain terlihat dari sikap aneh Siprus, yang tidak mengizinkan kapal masuk ke pelabuhannya, dan mengizinkan delegasi Parlemen Siprus untuk naik ke kapal. Ini mengindikasikan adanya informasi dan pengetahuan sebelumnya akan terjadinya kejahatan itu.[redactednews | vop]