Di suatu desa hiduplah seorang janda tua  yang bernama mbok Sarni. Tiap hari dia menghabiskan waktunya sendirian,  karena mbok Sarni tidak memiliki seorang anak. Sebenarnya dia ingin  sekali mempunyai anak, agar bisa membantunya bekerja.
Pada suatu sore pergilah mbok Sarni ke  hutan untuk mencari kayu, dan ditengah jalan mbok Sarni bertemu dengan  raksasa yang sangat besar sekali. “Hei, mau kemana kamu?”, tanya si  Raksasa. “Aku hanya mau mengumpulkan kayu bakar, jadi ijinkanlah aku  lewat”, jawab mbok Sarni. “Hahahaha.... kamu boleh lewat setelah kamu  memberiku seorang anak manusia untuk aku santap”, kata si Raksasa. Lalu  mbok Sarni menjawab, “Tetapi aku tidak mempunyai anak”.       Setelah mbok Sarni mengatakan bahwa dia  tidak punya anak dan ingin sekali punya anak, maka si Raksasa memberinya  biji mentimun. Raksasa itu berkata, “Wahai wanita tua, ini aku berikan  kamu biji mentimun. Tanamlah biji ini di halaman rumahmu, dan setelah  dua minggu kamu akan mendapatkan seorang anak. Tetapi ingat, serahkan  anak itu padaku setelah usianya enam tahun”.
        Setelah dua minggu, mentimun itu nampak  berbuah sangat lebat dan ada salah satu mentimun yang cukup besar. Mbok  Sarni kemudian mengambilnya , dan setelah dibelah ternyata isinya adalah  seorang bayi yang sangat cantik jelita. Bayi itu kemudian diberi nama  timun emas.
        Semakin  hari timun emas semakin tumbuh besar, dan mbok Sarni sangat gembira  sekali karena rumahnya tidak sepi lagi. Semua pekerjaannya bisa selesai  dengan cepat karena bantuan timun emas.
        Akhirnya pada suatu hari datanglah si  Raksasa untuk menagih janji. Mbok Sarni sangat ketakutan, dan tidak mau  kehilangan timun emas. Kemudian mbok Sarni berkata, “Wahai raksasa,  datanglah kesini dua tahun lagi. Semakin dewasa anak ini, maka semakin  enak untuk di santap”. Si Raksasa pun setuju dan meninggalkan rumah mbok  Sarni.
        Waktu dua tahun  bukanlah waktu yang lama, karena itu tiap hari mbok Sarni mencari akal  bagaimana caranya supaya anaknya tidak dibawa si Raksasa. Hati mbok  Sarni sangat cemas sekali, dan akhirnya pada suatu malam mbok Sarni  bermimpi. Dalam mimpinya itu, ia diberitahu agar timun emas menemui  petapa di Gunung.
       Pagi  harinya mbok Sarni menyuruh timun emas untuk segera menemui petapa itu.  Setelah bertemu dengan petapa, timun emas kemudian bercerita tentang  maksud kedatangannya. Sang petapa kemudian memberinya empat buah  bungkusan kecil yang isinya biji mentimun, jarum, garam, dan terasi.  “Lemparkan satu per satu bungkusan ini, kalau kamu dikejar oleh raksasa  itu”, perintah petapa. Kemudian timun meas pulang ke rumah, dan langsung  menyimpan bungkusan dari sang petapa.
        Paginya raksasa datang  lagi untuk menagih janji. “Wahai wanita tua, mana anak itu? Aku sudah  tidak tahan untuk menyantapnya”, teriak si Raksasa. Kemudian mbok Sarni  menjawab, “Janganlah kau ambil anakku ini wahai raksasa, karena aku  sangat sayang padanya. Lebih baik aku saja yang kamu santap”. Raksasa  tidak mau menerima tawaran dari mbok Sarni itu, dan akhirnya marah  besar. “Mana anak itu? Mana timun emas?”, teriak si raksasa.
Karena  tidak tega melihat mbok Sarni menangis terus, maka timun emas keluar  dari tempat sembunyinya. “Aku di sini raksasa, tangkaplah aku jika kau  bisa!!!”, teriak timun emas.
Raksasapun mengejarnya, dan timun emas  mulai melemparkan kantong yang berisi mentimun. Sungguh ajaib, hutan  menjadi ladang mentimun yang lebat buahnya. Raksasapun menjadi  terhambat, karena batang timun tersebut terus melilit tubuhnya. Tetapi  akhirnya si raksasa berhasil bebas juga, dan mulai mngejar timun emas  lagi. Lalu timun emas menaburkan kantong kedua yang berisi jarum, dalam  sekejap tumbuhlan pohon-pohon bambu yang sangat tinggi dan tajam. Dengan  kaki yang berdarah-darah karena tertancap bambu tersebut si raksasa  terus mengejar. 
       Kemudian timun emas membuka bingkisan  ketiga yang berisi garam. Seketika itu hutanpun menjadi lautan luas.  Tetapi lautan itu dengan mudah dilalui si raksasa. Yang terakhir Timun  Emas akhirnya menaburkan terasi, seketika itu terbentuklah lautan lumpur  yang mendidih, dan si raksasa tercebur di dalamnya. Akhirnya raksasapun  mati.
Timun Emas mengucap syukur kepada Tuhan  YME, karena sudah diselamatkan dari raksasa yang kejam. Akhirnya Timun  Emas dan Mbok Sarni hidup bahagia dan damai.