Pendahulu Correa , Lucio Gutierrez yang pro-AS dan juga agen kepentingan perusahaan-perusahaan minyak asing di Bolivia, dituduh oleh pemerintah telah secara diam-diam mendukung para pemberontak dari polisi dan AU.
Menlu AS Hillary Clinton memang telah mengeluarkan pernyataan bahwa AS mendukung Correa. Namun, pernyataan itu tidak diikuti dengan ketegasan sikap dengan menyatakan bahwa kekerasan itu adalah sebuah kudeta. Terlebih lagi, pernyataan itu keluar sehari setelah Clinton mengobral pujian kepada mantan Menlu Henry Kissinger, orang yang membantu merancang kudeta 11 September 1973 di Chile dan pembunuhan terhadap Presiden Salvador Allende. Bahkan, Clinton dan Obama telah memberikan dukungan militer serta politik kepada junta sayap kanan yang menggulingkan Presiden Manuel Zelaya yang terpilih secara demokratis di Honduras pada Juni 2009. Keduanya juga menolak kemungkinan kembalinya mantan presiden Haiti yang digulingkan, Jean-Bertrand Aristide, ke negaranya dari pengasingan di Afrika Selatan setelah kudeta CIA terhadap dirinya pada 2004.
Fakta bahwa Correa, seperti juga Presiden Venezuela Hugo Chavez, yang pernah digulingkan dalam kudeta CIA pada April 2002, dijadikan sandera di RS Polisi di Quito mengingatkan orang akan taktik tua CIA dalam mementaskan kudeta-kudeta di Amerika Latin. Chavez juga disandera di sebuah pulau Venezuela di Karibia sementara pesawat yang terdaftar di AS menunggu untuk menerbangkan Chavez ke pengasingan.
Dalam pertemuan darurat KTT Amerika Latin di Argentina, Chavez melihat Amerika ada di belakang peristiwa di Ekuador. Dia mengatakan, "Para Yankee ekstrim kini mencoba lagi, melalui senjata dan kekerasan, untuk merebut kembali kendali atas benua ini."
Pengalaman Chavez dengan kudeta yang didukung CIA dan kudeta Juni 2009, yang didukung Pentagon, CIA, dan Mossad terhadap sekutunya Zelaya di Honduras, membuat dia paham benar akan gaya CIA dan Mossad di wilayah tersebut. Sumber-sumber intelijen mengatakan bahwa Correa dan Chavez saat ini tengah membandingkan elemen-elemen yang sama pada dua kudeta yang dilancarkan terhadap mereka.
Intelijen Ekuador kini akan mengamati dari dekat posisi para personel kunci CIA yang ditempatkan di stasiun CIA di Kedutaan AS di Quito dan stasiun CIA yang lebih kecil pada misi US Agency for International Development (USAID) di Guayaquil. Dalam upaya kudeta 2002 terhadap Chavez, diketahui para pejabat puncak CIA dan DIA di Kedutaan AS membantu mengarahkan kudeta dari instalasi-instalasi militer Venezuela.
Departemen Luar Negeri AS sebenarnya telah menilai Ekuador dalam posisi yang tidak bersahabat bagi AS selama dua tahun terakhir. AS misalnya menyebut Ekuador sebagai negara yang "sulit untuk melakukan bisnis", satu-satunya prioritas nyata yang dipedulikan pemerintahan Obama berkat loyalitas totalnya kepada Wall Street dan para bankir.
Deplu AS dalam "Investment Climate Statement"-nya juga menyebut Ekuador sebagai "tempat yang sulit untuk melakukan bisnis" karena ada pembatasan atas investasi swasta di berbagai sektor yang berlaku untuk investor domestik dan asing.
Pada 2006, UU Hidrokarbon memberlakukan syarat baru di sektor perminyakan, syarat yang dinilai rumit oleh banyak perusahaan. UU Pertambangan yang baru juga dianggap menghambar aktivitas korporasi multinasional di Ekuador. Negosiasi untuk perjanjian perdagangan bebas antara AS dan Ekuador, dimana di dalamnya ada ketentuan-ketentuan investasi, dihentikan pada April 2006. Dan Correa hingga saat ini belum menyatakan minatnya untuk memulai kembali negosiasi.
Kebijakan keuangan serta kebijakan luar negeri Correa yang 'mengusir' militer AS dari Manta dan menjalin hubungan dekat dengan Venezuela, Iran, dan negara-negara lain yang bertentangan dengan hegemoni Amerika dan Israel, semakin mengarahkan bidikan CIA dan Mossad kepadanya. Pada Juni 2010, Ekuador mensponsori resolusi Organisasi Negara Amerika (OAS) pada KTT di Lima yang mengutuk serangan Israel terhadap armada bantuan kemanusiaan Turki ke Gaza. Sepuluh negara bersama Ekuador mendukung resolusi tersebut.
Munculnya pemberontakan di kalangan AU Ekuador, dimana sejumlah personil AU mengambil alih bandara internasional Quito, akan membuat kontra-intelijen Ekuador mencermati kemungkinan peran para teknisi dan pelatih Israel yang ada di Ekuador. Sejak 1997, Ekuador memang membeli sejumlah alutsista buatan Israel, di antaranya adalah pesawat tempur dan rudal dari udara ke udara.
Mossad juga punya kaitan dengan Kepolisian Nasional Ekuador, yang mendukung kelompok pemberontak. Mossad di Ekuador terutama ditugaskan untuk memata-matai komunitas Arab-Ekuador. Kegiatan dari stasiun Mossad di Kedutaan Israel di Quito sebelum dan selama percobaan kudeta juga akan menarik perhatian para pejabat kontra-intelijen Ekuador.