Proses pemilihan Kepala Kepolisian Republik Indonesia tengah menuai sorotan. Dua nama yang sebelumnya lolos dalam seleksi Wanjak (Dewan Jabatan dan Kepangkatan) Polri dan telah diajukan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yakni Komisaris Jenderal (Komjen) Nanan Soekarna dan Komjen Jenderal Imam Soedjarwo, ternyata ditolak Presiden.
Yayat Suratmo menulis di www.kabarinews.com, mengatakan, tak cuma itu, detik-detik menjelang pengajuan dua nama tersebut ke DPR, muncul nama Kepala Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Komjen Ito Sumardi sebagai kuda hitam. Ito disebut-sebut hampir pasti menjadi Kapolri.
Tetapi hanya berselang sehari setelah media melansir nama Ito, Presiden memanggil Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri (BHD) ke Istana hari Senin (04/10/2010) sore. Diduga pertemuan itu terkait pemilihan Kapolri.
Keesokan paginya, Selasa (05/10/2010), di Markas Polri Jalan Trunojoyo, Jakarta, BHD melantik Inspektur Jenderal Timur Pradopo sebagai Kepala Badan Pemeliharaan Keamanan (Kabaharkam) Polri dengan pangkat tiga bintang di pundaknya menjadi Komisaris Jenderal. Sebelumnya Timur Pradopo menjabat Kepala Kepolisan Daerah Metro Jakarta.
Beberapa jam setelah pelantikan, atau sore hari sekitar pukul 18.00 WIB, Presiden mengirimkan surat resmi ke DPR yang isinya mengajukan nama Komjen Timur Pradopo sebagai calon tunggal Kapolri menggantikan BHD.
Kontroversi pun menyeruak. Pengamat Kepolisian Bambang Widodo Umar melihat hal ini sebagai sesuatu yang tak lazim dan dapat mengundang pertanyaan publik. Sementara sejumlah anggota DPR Komisi III dari partai oposisi menilai, ada politisasi pemilihan Kapolri.
Di sisi lain, banyak pihak menyatakan setuju, karena pemilihan Kapolri sesuai UU adalah hak prerogratif Presiden.
Terlepas dari itu semua, publik menjadi bertanya-tanya, siapakah dan bagaimanakah sosok Komjen Timur Pradopo.
Profil Komjen Timur Pradopo
Timur Pradopo lahir di Jombang, 10 Januari 1956, itu berarti usianya 45 tahun dan masih memiliki waktu setidaknya sepuluh tahun berkarir sebelum pensiun. Timur Pradopo lulusan Akademi Polisi (Akpol) tahun 1978.
Ia pernah bertugas sebagai perwira di Kepolisian Kota Besar (Poltabes) Semarang. Kemudian ia naik menjadi Kepala Seksi Operasi Poltabes Semarang. Dalam tempo beberapa tahun ia diangkat menjadi Kepala Kepolisian Sektor Kota (Kapolsekta) Semarang Timur.
Dari sana ia dipindahtugaskan ke wilayah Kedu, Jawa Tengah sebagai Kepala Bagian Lalu Lintas (Kabag Lantas) Kepolisian Wilayah (Polwil) Kedu.
Dari Kedu, ia pindah ke Jakarta sebagai Kabag Operasi Direktorat Lantas Polda Metro Jaya pada dekade 90-an.
Fungsi teritorial kembali ia emban ketika menjabat Kasat Lantas Wilayah Jakarta Pusat dan selanjutnya menjadi Kepala Polsek Sawah Besar.
Dari Jakarta, Timur Pradopo dipindah ke Tangerang menjadi Wakil Kepala Kepolisian Resor (Wakapolres) Tangerang. Kemudian ia ditarik lagi ke Jakarta menjadi Kepala Kepolisian Resor (Kapolres) Metro Jakarta Barat tahun 1998 dengan pangkat Komisaris Besar Polisi atau setara Kolonel dalam militer. Saat menjabat Kapolres Jakarta Barat itulah, peristiwa penembakan mahasiswa Trisakti terjadi.
Setelah itu ia menjabat Kapolres Metro Jakarta Pusat selama dua tahun. Kemudian ia dipindah lagi ke Jawa Barat. Jabatannya terus naik dan sempat menjadi Kepala Kepolisan Wilayah Kota Besar (Kapolwiltabes) Bandung.
Ia terus berpindah-pindah dengan jabatan yang semakin tinggi. Tak perlu waktu lama, ia dipercaya menjadi Kapolda Banten dengan pangkat bintang dua di pundak. Dianggap berhasil di Banten, ia ditarik ke Mabes Polri sebagai staf ahli Kapolri Bidang Sosial Politik.
Tahun 2008 ia diangkat menjadi orang nomor satu di Kepolisian Jawa Barat dengan jabatan Kapolda. Tanda-tanda karirnya bakal cemerlang sudah terlihat sejak ia kembali ditarik ke Jakarta dan ditunjuk menjadi Kapolda Metro Jaya.
Di lingkungan kepolisian, jabatan Kapolda Metro Jaya tergolong prestise. Banyak perwira Polri melesat karirnya setelah menduduki kursi nomor satu kepolisian Jakarta.
Baru sembilan bulan menjabat Kapolda Metro Jaya, bintang Timur Pradopo semakin benderang. Ia memperoleh bintang tiga setelah diangkat menjadi Kepala Badan Pemeliharaan Keamanan (Kabaharkam) Polri. Pangkatnya menjadi Komisaris Jenderal.
Tak sampai di situ, namanya kemudian diajukan sebagai calon tunggal Kapolri oleh Presiden menyisihkan tiga nama elit di jajaran kepolisian, Komjen Ito Sumardi (lulusan Akpol 1977), Komjen Nanan Soekarna (Akpol 1978) dan Komjen Imam Sudjarwo (Akpol 1980).
Pengesahan Komjen Timur Pradopo sebagai Kapolri tinggal menunggu waktu, sebab DPR telah memberi sinyal setuju. Jika demikian, maka pria yang beristrikan Irianti Sari Andayani dan memiliki dua anak ini, akan menjadi Jenderal bintang empat hanya dalam waktu satu bulan.
Sejumlah kalangan menilai prestasi Komjen Timur Pradopo tergolong biasa-biasa saja, namun ia dikenal loyalis. Faktor ini yang diduga menjadi pertimbangan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Dan sebagai calon tunggal, Komjen Timur Pradopo hampir dapat dipastikan melenggang mulus ke kursi Trunojoyo One.
Total kekayaannya berdasarkan data Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rp 2,1 miliar pada tahun 2008. Sementara, data kekayaan terbaru berdasarkan data LHKPN tahun 2010 baru diterima KPK 3 September lalu dan masih diverifikasi.
Pertanyaannya, sanggupkah ia menghadapi tantangan Polri yang semakin berat dalam mencapai tujuan Grand Strategy 2020 Polri?
Kasus Bank Century, kasus Susno Duadji, kasus mafia pajak Gayus Tambunan, adalah sedikit dari deretan tantangan besar yang harus dijawab Komjen Timur Pradopo.