Di Balik Bencana Nuklir Jepang Pasca Gempa-Tsunami Sendai (1)

“The Good News Guys”

Oleh Yoichi Shimatsu
Mantan Editor Japan Times Weekly

SETELAH pertemuan tingkat tinggi yang diadakan oleh Perdana Menteri, lembaga-lembaga berwenang Jepang tidak lagi merilis laporan independen tanpa persetujuan terlebih dahulu dari pejabat tingkat atas. Sensor terus dilakukan menyusul penerapan Pasal 15 UU Darurat. Pembungkaman resmi terhadap berita-berita buruk adalah cara yang sopan untuk meyakinkan publik. Menurut Menteri Sekretaris Kabinet, Yukio Edano, panas reaktor sedang diturunkan dan tingkat radiasi turun. Kontainer reaktor Unit 1 tidak retak meskipun ledakan telah menghancurkan bangunannya. Ledakan tidak terjadi dari reaktor.

Jadi apa yang menyebabkan ledakan yang menghancurkan atap dan dinding dari beton bertulang? Tidak ada penjelasan.

Ya, tidak ada yang perlu dikhawatirkan jika warga hanya tinggal di dalam rumah, matikan pendingin udara mereka dan jangan bernapas dalam-dalam. Semua orang kembalilah tidur!

Kebocoran radiasi di PLTN Fukushima No.1 kini resmi ditetapkan telah mencapai skala “4” pada skala 7 internasional.

Cukup untuk Berita Baik

WALIKOTA Tsuruga, tempat reaktor Monju penghasil plutonium yang pernah bermasalah di Prefektur Fukui, tidak menerima begitu saja penjelasan Tokyo yang lemah mengenai ledakan di PLTN No. 1 Fukushima dan menuntut Badan Keselamatan Industri Nuklir untuk melakukan investigasi menyeluruh sesegera mungkin.

Sebuah tim dokter spesialis dari Institut Kesehatan Radiologi Nasional, yang diterbangkan dengan helikopter dari Chiba ke pusat kejadian, sekitar 5 km dari PLTN No.1, menemukan penyakit radiasi pada tiga penduduk dari 90 warga yang dijadikan sampel. Dalam semalam jumlah “hibakusha” (istilah Jepang untuk menyebut korban radiasi nuklir) sipil melonjak menjadi 19 orang, tetapi dalam jumlah lain disebutkan 160 orang. Zona evakuasi telah melebar jauh dari 10 km hingga 20 km.

Reaktor ketiga, yakni Unit 6, telah kehilangan sistem pendinginannya dan mengalami pemanasan berlebih (overheating) bersama dengan Reaktor 1 dan 2.

PLTN No. 2 Fukushima, lebih jauh ke selatan, masih dikelilingi oleh dinding keheningan meski pada saat yang sama evakuasi dilaporkan terus dilakukan.

Tim Pemadam Kebakaran memompakan air laut ke dalam tiga reaktor PLTN No. 1 Fukushima yang mengalami overheating. Pasokan air tawar yang wajib hilang, mungkin akibat sapuan gelombang tsunami. Seorang pakar nuklir Amerika telah menyebut tindakan keputusasaan ini setara dengan “Hail Mary Pass” ... (istilah American Football yang berkaitan dengan lemparan panjang sia-sia yang dilakukan menjelang pertandingan berakhir).

Jadi, Perdana Menteri Naoto Kan harus berharap bahwa komunitas kecil dari Kristen Jepang untuk berdoa. Karena sekarang, Jepang dan sebagian besar dunia menjalani hidup dengan berdoa.

Para Pemain, bukan Pendoa

AMERIKA SERIKAT: Gedung Putih mengirimkan sebuah tim untuk berkonsultasi dengan sekutu ramahnya dari pemerintahan Naoto Kan. Alih-alih mengirim ahli dari Departemen Energi, Badan Keselamatan Nuklir, dan Departemen Kesehatan, Presiden Obama malah mengirimkan perwakilan dari USAID, yang merupakan samaran bagi CIA.

Kehadiran para paranoid gagap ini justu semakin memastikan kecurigaan adanya upaya menutup-nutupi di tingkat atas. Mengapa CIA khawatir akan bencana ini?

Ada beberapa pertimbangan keamanan, seperti “musuh-musuh” regional Pyongyang, Beijing, dan Moskow yang mungkin mengambil keuntungan dari krisis ini. Namun sebaliknya, China dan Rusia malah menawarkan bantuan sipil.

Kedua, untuk mengoordinasikan kampanye publik pro-Amerika yang disinkronisasikan dengan upaya bantuan AS dari USS Ronald Reagan berbahan bakar nuklir. Banyak orang Jepang mungkin sebenarnya khawatir dengan keberadaan kapal itu di lepas pantai. Ini mengingatkan mereka akan kampanye pemboman dalam sebuah perang besar, dan helikopter-helikopter AS yang bergemuruh di udara seolah Sendai adalah Da Nang Vietnam pada 1968.

Seluruh latihan “bantuan” ini berbau pekerjaan yang bertujuan untuk menjaga eksistensi pangkalan militer AS di Okinawa dan diam-diam di sebuah lapangan tembak Pasukan Bela Diri Jepang di kaki Gunung Fuji.

Ketiga, untuk memastikan keamanan Misawa Air Force Base di Prefektur Aomori yang dilanda gempa. Misawa merupakan pusat peperangan elektronik dan spionase berteknologi tinggi AS di Asia Timur dengan armada P-3 Orion (pesawat anti kapal selam dan pengintai) serta antena mata-mata ECHELON.

China: Berbeda dengan motif tersembunyi Washington, China dalam sebuah langkah yang belum pernah terjadi sebelumnya telah mengirimkan sebuah tim darurat ke Jepang. Tanpa diketahui dunia, China memiliki keahlian terkemuka di dunia dalam hal mengatasi kebocoran nuklir dan memblokir kebocoran radiasi di tambang uranium dan pabrik nuklir militer mereka. Pada 2003 diketahui di Pusat Penelitian Geologi di wilayah pegunungan yang kaya uranium, Altai, Xinjiang, seorang ilmuwan mengungkapkan secara “off the record” bahwa China mengembangkan campuran mineral yang dapat menghalangi radiasi “lebih dari 90 persen, nyaris secara total” . Ketika ditanya mengapa lembaganya tidak mengomersialkan formula mereka, ia menjawab: “Kami tidak pernah memikirkan hal itu.”

Rusia: Moskow juga menawarkan bantuan tanpa syarat, meskipun tengah terjadi konflik teritorial berkelanjutan dengan Jepang di empat pulau sebelah utara. Angkatan Udara Rusia, dari pangkalan di Kamchatka dan Kuriles, dapat memainkan peran kunci dalam menyemai awan untuk mencegah partikel radioaktif melayang di udara ke Amerika Serikat.

Amerika harus belajar bagaimana bertindak sebagai pemain tim di sebuah komunitas internasional, apalagi sekarang kehidupan anak-anak mereka sendiri akan dipertaruhkan jika terjadi kehancuran total di Fukushima.
◄ Newer Post Older Post ►