Pygmalion adalah seorang pemuda yang berbakat seni memahat. Ia sungguh piawai dalam memahat patung. Karya ukiran tangannya sungguh bagus. Tetapi bukan kecakapannya itu menjadikan ia dikenal dan disenangi teman dan tetangganya.
Pygmalion dikenal sebagai orang yang suka berpikiran positif. Ia memandang segala sesuatu dari sudut yang baik.
Apabila lapangan di tengah kota becek, orang-orang mengomel. Tetapi Pygmalion berkata, ‘Untunglah, lapangan yang lain tidak sebecek ini.’
Ketika ada seorang pembeli patung ngotot menawar-nawar harga, kawan-kawan Pygmalion berbisik, ‘Kikir betul orang itu.’ Tetapi Pygmalion berkata, ‘Mungkin orang itu perlu mengeluarkan uang untuk urusan lain yang lebih perlu’.
Ketika anak-anak mencuri apel dikebunnya, Pygmalion tidak mengumpat. Ia malah merasa iba, ‘Kasihan, anak-anak itu kurang mendapat pendidikan dan makanan yang cukup di rumahnya.’
Itulah pola pandang Pygmalion. Ia tidak melihat suatu keadaan dari segi buruk, melainkan justru dari segi baik. Ia tidak pernah berpikir buruk tentang orang lain; sebaliknya, ia mencoba membayangkan hal-hal baik dibalik perbuatan buruk orang lain.
Pada suatu hari Pygmalion mengukir sebuah patung wanita dari kayu yang sangat halus. Patung itu berukuran manusia sungguhan. Ketika sudah rampung, patung itu tampak seperti manusia betul. Wajah patung itu tersenyum manis
menawan, tubuhnya elok menarik.
Kawan-kawan Pygmalion berkata, ‘Ah,sebagus- bagusnya patung, itu cuma patung, bukan isterimu.’
Tetapi Pygmalion memperlakukan patung itu sebagai manusia betul. Berkali-kali patung itu ditatapnya dan dielusnya.
Para dewa yang ada di Gunung Olympus memperhatikan dan menghargai sikap Pygmalion, lalu mereka memutuskan untuk memberi anugerah kepada Pygmalion, yaitu mengubah patung itu menjadi manusia betul. Begitulah, Pygmalion hidup berbahagia dengan isterinya itu yang konon adalah wanita tercantik di seluruh negeri Yunani.
Nama Pygmalion dikenang hingga kini untuk mengambarkan dampak pola berpikir yang positif. Kalau kita berpikir positif tentang suatu keadaan atau seseorang, seringkali hasilnya betul-betul menjadi positif.
Pygmalion dikenal sebagai orang yang suka berpikiran positif. Ia memandang segala sesuatu dari sudut yang baik.
Apabila lapangan di tengah kota becek, orang-orang mengomel. Tetapi Pygmalion berkata, ‘Untunglah, lapangan yang lain tidak sebecek ini.’
Ketika ada seorang pembeli patung ngotot menawar-nawar harga, kawan-kawan Pygmalion berbisik, ‘Kikir betul orang itu.’ Tetapi Pygmalion berkata, ‘Mungkin orang itu perlu mengeluarkan uang untuk urusan lain yang lebih perlu’.
Ketika anak-anak mencuri apel dikebunnya, Pygmalion tidak mengumpat. Ia malah merasa iba, ‘Kasihan, anak-anak itu kurang mendapat pendidikan dan makanan yang cukup di rumahnya.’
Itulah pola pandang Pygmalion. Ia tidak melihat suatu keadaan dari segi buruk, melainkan justru dari segi baik. Ia tidak pernah berpikir buruk tentang orang lain; sebaliknya, ia mencoba membayangkan hal-hal baik dibalik perbuatan buruk orang lain.
Pada suatu hari Pygmalion mengukir sebuah patung wanita dari kayu yang sangat halus. Patung itu berukuran manusia sungguhan. Ketika sudah rampung, patung itu tampak seperti manusia betul. Wajah patung itu tersenyum manis
menawan, tubuhnya elok menarik.
Kawan-kawan Pygmalion berkata, ‘Ah,sebagus- bagusnya patung, itu cuma patung, bukan isterimu.’
Tetapi Pygmalion memperlakukan patung itu sebagai manusia betul. Berkali-kali patung itu ditatapnya dan dielusnya.
Para dewa yang ada di Gunung Olympus memperhatikan dan menghargai sikap Pygmalion, lalu mereka memutuskan untuk memberi anugerah kepada Pygmalion, yaitu mengubah patung itu menjadi manusia betul. Begitulah, Pygmalion hidup berbahagia dengan isterinya itu yang konon adalah wanita tercantik di seluruh negeri Yunani.
Nama Pygmalion dikenang hingga kini untuk mengambarkan dampak pola berpikir yang positif. Kalau kita berpikir positif tentang suatu keadaan atau seseorang, seringkali hasilnya betul-betul menjadi positif.