Mikroalga, sumber energi masa depan

Mikroalga adalah alga berukuran mikro yang biasa dijumpai di air tawar dan air laut. Mikroalga merupakan spesies uniseluler yang dapat hidup soliter dan berkoloni.

Berdasarkan spesiesnya, ada berbagai macam bentuk dan ukuran mikroalga. Tidak seperti tanaman tingkat tinggi, mikroalga tidak memiliki akar, batang, dan daun.

Mikroalga

Mikroalga merupakan mikroorganisme fotosintetik yang memiliki kemampuan untuk menggunakan sinar matahari dan karbondioksida untuk menghasilkan biomassa.

Mikroalga juga menghasilkan sekitar 50 persen oksigen yang ada di atmosfer, demikian dituliskan Arief Widjaya dalam Jurnal Makara Teknologi Universitas Indonesia April 2009.

Keanekaragaman mikroalga sangatlah tinggi, diperkirakan terdapat 200.000-800.000 spesies mikroalga yang ada di Bumi. Dan baru sekitar 35.000 spesies saja yang telah terindentifikasi oleh manusia, seperti Spirulina, Nannochloropsis sp, Botryococcus braunii, Chlorella sp, dan Tetraselmis suecia.

Sel-sel mikroalga tumbuh dan berkembang pada media air, itu sebabnya mikroalga memiliki tingkat efisiensi yang lebih tinggi dalam hal penggunaan air, karbondioksida, dan nutrisi lainnya bila dibandingkan dengan tanaman tingkat tinggi.

Proses pertumbuhan mikroalga terdiri atas tiga tahapan yaitu fase lag, eksponensial, dan stasioner.

American Journal of Biochemistry and Biotechnology edisi 2008 menyebutkan bahwa kebanyakan spesies mikroalga menghasilkan produk yang khas seperti karotenoid, antioksidan, asam lemak, enzim, polimer, peptida, toksin, dan sterol.

Menurut Journal of Chemical Technology and Biotechnology edisi 2009, spesies mikroalga yang mempunyai potensi untuk digunakan sebagai bahan baku bioetanol adalah Prymnesium parvum, Chlorococum sp, Tetraselmis suecia, Anthrospira sp, dan Chlorella sp.


Selama ini mikroalga hanya dimanfaatkan sebagai pakan larva ikan pada proses budidaya, namun siapa sangka bila mikroalga juga berpeluang menjadi bahan baku bioetanol dan biodiesel--sumber energi penting pada masa depan.

Mikroalga sangat potensial untuk dikembangkan sebagai bahan baku biofuel karena pemanfaatan mikroalga tidak bersaing dengan pemenuhan kebutuhan pangan manusia. Selain itu, mikroalga mengandung karbohidrat--kandungan penting yang dibutuhkan untuk menghasilkan bioetanol.

Kandungan karbohidrat pada mikroalga berkisar 5-67,9 persen dan diperkirakan dapat menghasilkan bioetanol sekitar 38 persen, demikian kata Luthfi Assadad, peneliti dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan (Balitbang KP).

Dalam publikasi Applied Energy edisi 86 tahun 2009, bioetanol bisa dibuat dari tiga sumber utama: bahan yang mengandung sukrosa (tebu, gula, bit, sorgum, dan buah), pati (jagung, gandum, padi-padian, kentang, ubi kayu), serta biomassa yang mengandung lignoselulosa (kayu, jerami, rerumputan).

Karbohidrat pada mikroalga berbeda-beda tergantung spesies dan kondisi lingkungan hidupnya, demikian ditulis dalam publikasi Squalen, Buletin Pascapanen Bioteknologi Kelautan dan Perikanan tahun 2008. Dan di mikroalga, karbohidrat terletak di dinding sel dan sitoplasma.

Penggunaan mikroalga sebagai bahan baku biofuel mempunyai beberapa keuntungan jika dibandingkan dengan tanaman pangan:

1. Pertumbuhan yang cepat
2. Produktivitas tinggi--gandum hasilkan 2.500 liter/hektar, jagung 3.500 liter/hektar, tebu 6.000 liter/hektar, mikroalga sekitar 20.000 liter/hektar.
3. Dapat menggunakan air tawar dan air laut
4. Tidak berkompetisi dengan produksi bahan pangan
5. Konsumsi air yang rendah dan biaya produksi yang tidak terlalu tinggi.


Sumber : Antara
◄ Newer Post Older Post ►