Misteri Letusan Supervolcano Gunung Toba

Gunung Toba adalah gunung api raksasa (super volcano) yaitu gunung aktif dalam kategori sangat besar, diperkirakan meletus terakhir sekitar 74.000 tahun lalu.
Letusan Gunung Tambora jika dibandingkan dengan letusan maha dahsyat Gunung Toba ini, maka Gunung Tambora tidaklah ada apa-apanya. Apalagi jika dibandingkan dengan letusan Gunung Kratakau yang kalah jauh dengan Gunung Tambora.

Perbandingan letusan gunung Tambora dengan gunung Toba supervolcano


Perbandingan letusan gunung Tambora dengan gunung Toba supervolcano
Jadi, misalkan letusan gunung St. Helen di Washington USA yang meletus tahun 1980 mempunyai angka letusan pada skala 1, maka gunung Krakatau yang meletus tahun 1883 berskala 18, atau 18 kali lebih besar (1:18).


Letusan gunung St. Helen , 8 Mei 1980


Sedangkan jika dibandingkan dengan skala gunung Tambora, letusan gunung St. Helen sangat jauh karena gunung Tambora yang meletus tahun 1815 berskala 80, atau 80 kali lebih besar dari letusan gunung St. Helen (1:80).

Apalagi jika letusan gunung St. Helen dibandingkan dengan letusan gunung Toba yang terakhir, sekitar 74-75 ribu tahun lalu tersebut sangatlah drastis besaran skalanya yaitu 2800, atau 2800 kali lebih besar dari letusan gunung St. Helen! Alias satu banding 2800 (1:2800)
Letusan Gunung Tambora adalah letusan gunung terdahsyat yang pernah diketahui oleh peradaban manusia (baca artikel: Misteri dan Kronologi Meletusnya Tambora, Tiga Kerajaan Lenyap Seketika).

Dan letusan Gunung Krakatau adalah letusan gunung terdahsyat yang pernah tercatat di era zaman modern. Sedangkan letusan Gunung Toba sama sekali tak tercatat di dalam buku, namun terlihat bukti-bukti ilmiahnya dimasa kini.

Bukti ilmiah

Pada tahun 1939, geolog Belanda Van Bemmelen melaporkan, Danau Toba, yang panjangnya 100 kilometer dan lebarnya 30 kilometer, dikelilingi oleh batu apung peninggalan dari letusan gunung.
Karena itu, Van Bemmelen menyimpulkan, Toba adalah sebuah gunung berapi. Belakangan, beberapa peneliti lain menemukan debu riolit (rhyolite) yang seusia dengan batuan Toba di Malaysia, bahkan juga sejauh 3.000 kilometer ke utara hingga India Tengah.

Letusan supervolcano Yellowstone yang terkenal dahsyat masih kalah dengan letusan supervolcano Toba



Beberapa ahli kelautan pun melaporkan telah menemukan jejak-jejak batuan Toba di Samudra Hindia dan Teluk Benggala. Para peneliti awal, Van Bemmelen juga Aldiss dan Ghazali (1984) telah menduga Toba tercipta lewat sebuah letusan mahadahsyat.
Namun peneliti lain, Vestappen (1961), Yokoyama dan Hehanusa (1981), serta Nishimura (1984), menduga kaldera itu tercipta lewat beberapa kali letusan.

Peneliti lebih baru, Knight dan sejawatnya (1986) serta Chesner dan Rose (1991), memberikan perkiraan lebih detail: kaldera Toba tercipta lewat tiga letusan raksasa.
Penelitian seputar Toba belum berakhir hingga kini. Jadi, masih banyak misteri di balik raksasa yang sedang tidur itu. Salah satu peneliti Toba angkatan terbaru itu adalah Fauzi dari Indonesia, seismolog pada Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika.
Sarjana fisika dari Universitas Indonesia lulusan 1985 ini berhasil meraih gelar doktor dari Renssealer Polytechnic Institute, New York, pada 1998, untuk penelitiannya mengenai Toba.

Perbandingan jarak lontaran batu vulkanik antara letusan gunung Krakatau, Tambora dan Toba


Berada di tiga lempeng tektonik

Letak Gunung Toba (kini: Danau Toba), di Indonesia memang rawan bencana. Hal ini terkait dengan posisi Indonesia yang terletak di pertemuan tiga lempeng tektonik, yakni Eurasia, Indo-Australia dan Lempeng Pasifik. Sebanyak 80% dari wilayah Indonesia, terletak di lempeng Eurasia, yang meliputi Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Banda.
Lempeng benua ini hidup, setiap tahunnya mereka bergeser atau menumbuk lempeng lainnya dengan jarak tertentu. Lempeng Eurasia yang merupakan lempeng benua selalu jadi sasaran.

Lempeng Indo-Australia menumbuk lempeng Eurasia sejauh 5-7 cm per tahun


Lempeng Indo-Australia misalnya menumbuk lempeng Eurasia sejauh 5-7 cm per tahun. Atau Lempeng Pasifik yang bergeser secara relatif terhadap lempeng Eurasia sejauh 11 cm per tahun. Dari pergeseran itu, muncullah rangkaian gunung, termasuk gunung berapi Toba.
Jika ada tumbukan, lempeng lautan yang mengandung lapisan sedimen menyusup di bawahnya lempeng benua. Proses ini lantas dinamakan subduksi atau penyusupan.
Gunung hasil subduksi, salah satunya Gunung Toba. Meski sekarang tak lagi berbentuk gunung, sisa-sisa kedasahyatan letusannya masih tampak hingga saat ini.

Danau Toba merupakan kaldera yang terbentuk akibat meletusnya Gunung Toba sekitar tiga kali yang pertama 840 ribu tahun lalu dan yang terakhir 74.000 tahun lalu.
Bagian yang terlempar akibat letusan itu mencapai luas 100 km x 30 km persegi. Daerah yang tersisa kemudian membentuk kaldera. Di tengahnya kemudian muncul Pulau Samosir.

Letusan

Sebelumnya Gunung Toba pernah meletus tiga kali.
  • Letusan pertama terjadi sekitar 800 ribu tahun lalu. Letusan ini menghasilkan kaldera di selatan Danau Toba, meliputi daerah Prapat dan Porsea.
  • Letusan kedua yang memiliki kekuatan lebih kecil, terjadi 500 ribu tahun lalu. Letusan ini membentuk kaldera di utara Danau Toba. Tepatnya di daerah antara Silalahi dengan Haranggaol. Dari dua letusan ini, letusan ketigalah yang paling dashyat.
  • Letusan ketiga 74.000 tahun lalu menghasilkan kaldera, dan menjadi Danau Toba sekarang dengan Pulau Samosir di tengahnya.
Gunung Toba ini tergolong Supervolcano. Hal ini dikarenakan Gunung Toba memiliki kantong magma yang besar yang jika meletus kalderanya besar sekali. Volcano kalderanya ratusan meter, sedangkan Supervolacano itu puluhan kilometer.

Terlihat pemandangan kaldera gunung Toba yang kini bernama Danau Toba dan ditengahnya terdapat pulau Samosir yang terbentuk karena adanya gaya up-lifting (pengangkatan). Inilah yang menyebabkan munculnya Pulau Samosir.



Yang menarik adalah terjadinya anomali gravitasi di Toba. Menurut hukum gravitasi, antara satu tempat dengan lainnya akan memiliki gaya tarik bumi sama bila mempunyai massa, ketinggian dan kerelatifan yang sama.
Jika ada materi yang lain berada di situ dengan massa berbeda, maka gaya tariknya berbeda. Bayangkan gunung meletus.
Banyak materi yang keluar, artinya kehilangan massa dan gaya tariknya berkurang. Lalu yang terjadi up-lifting (pengangkatan). Inilah yang menyebabkan munculnya Pulau Samosir.
Magma yang di bawah itu terus mendesak ke atas, pelan-pelan. Dia sudah tidak punya daya untuk meletus. Gerakan ini berusaha untuk menyesuaikan ke normal gravitasi.
Ini terjadi dalam kurun waktu ribuan tahun. Hanya Samosir yang terangkat karena daerah itu yang terlemah. Sementara daerah lainnya merupakan dinding kaldera.
Toba "Supervolcano" Lake and Samosir Island

Sedangkan nenek moyang manusia modern, Homo sapiens, mulai muncul dan tinggal di kawasan Afrika 150.000-200.000 tahun lalu. Mereka mulai bermigrasi ke luar Afrika 70.000 tahun lalu dan menyebar ke seluruh dunia. Pada periode yang lebih kurang sama, 74.000 tahun lalu, terjadi letusan dahsyat Gunung Toba ini.
Apabila dikaitkan dengan letusan Toba, temuan itu juga menunjukkan bahwa nenek moyang kita ternyata mampu bertahan dari bencana dahsyat yang berpotensi memusnahkan kehidupan.

Skenario survival tersebut didukung bukti dari rekam jejak DNA pada populasi di kawasan Wallacea yang menunjukkan campuran gen dengan populasi dari kawasan Sunda Besar (yang sekarang dikenal sebagai kawasan Asia Tenggara).

Selain itu, ada temuan fosil dan peninggalan manusia purba di Gua Niah, Sarawak. Dari umurnya, temuan Niah mengindikasikan bahwa manusia tidak musnah karena letusan Toba.
Para ilmuwan sangat meyakini bahwa semua supervolcano yang ada di dunia termasuk Gunung Toba pasti akan meletus kembali. Namun tidak ada yang dapat memastikan dengan akurat kapan meletus kembali. Yang ada hanyalah perkiraan.

Letusannya bisa saja terjadi esok hari atau ribuan tahun lagi. Yang jelas suatu saat danau Toba yang tercipta akibat hasil dari letusan gunung Toba pasti akan meletus kembali.


Sumber :  Indocropcircles
◄ Newer Post Older Post ►