Dulu tubuhku kecil, pendek dan kurus…
“Kamu ini mirip seperti mayat hidup!” kata teman-temanku menertawakanku. Aku memang berasal dari keluarga miskin, tunjangan susu anak yang diberikan perusahaan tempat ayahku bekerja hanya Rp. 5.000 per bulan saat itu. Tentu saja tidak cukup untuk membeli sekotak susu bubuk untuk satu bulan. Terkadang ibuku mengeluh mengenai hal ini, namun ia tetap berusaha keras membantu ayah mencari nafkah.
“Apapun yang Terjadi, Kamu Harus Tetap Minum Susu!”
“Kamu ini mirip seperti mayat hidup!” kata teman-temanku menertawakanku. Aku memang berasal dari keluarga miskin, tunjangan susu anak yang diberikan perusahaan tempat ayahku bekerja hanya Rp. 5.000 per bulan saat itu. Tentu saja tidak cukup untuk membeli sekotak susu bubuk untuk satu bulan. Terkadang ibuku mengeluh mengenai hal ini, namun ia tetap berusaha keras membantu ayah mencari nafkah.
“Apapun yang Terjadi, Kamu Harus Tetap Minum Susu!”

 “Apapun yang terjadi, kamu harus tetap minum susu, nak supaya kamu tumbuh kuat dan cerdas!” kata  ibuku sambil menitikkan air mata. Aku tahu betapa beratnya hidup dengan  penghasilan ayah yang pas-pasan, namun kami terus berjuang untuk  menyambung hidup, hari demi hari bahkan detik demi detik begitu  berharga. Beruntung badai perlahan-lahan berlalu, ayahku mendapatkan  beasiswa S2 ke Amerika Serikat. Di sana ayah dan ibu bekerja paruh waktu  dan kehidupan kami mulai membaik. Harga susu di Amerika juga tergolong  sangat murah jika dibandingkan dengan harga susu di Indonesia, di  sekolah juga ada program pemerintah: “GRATIS Segelas Susu Setiap Hari”,  aku menjadi terbiasa minum susu seperti  minum air. Tubuhku  berangsur-angsur berubah menjadi kuat, besar dan tegap! Suatu perubahan  yang tak pernah aku bayangkan sebelumnya.
 Ketika aku  masih kecil, aku benar-benar terinspirasi dengan kisah masa kecil Thomas  Alva Edison. Ia juga sama sepertiku, kurus, sakit-sakitan dan juga  tidak cerdas. Bahkan guru TK Thomas menjulukinya sebagai anak yang  idiot! Namun ibunya percaya bahwa dengan cinta kasih sang ibu, kesabaran  serta segelas susu setiap hari anaknya, Thomas, bisa berubah menjadi  pemuda yang tangguh dan brilian! Kini perusahaan yang ia dirikan, General Electric, merupakan  perusahaan terbesar di dunia yang tidak hanya memproduksi lampu, namun  juga pesawat terbang serta pembangkit listrik panas bumi. “Apakah kisah segelas susu yang mengubah ini bisa terjadi padaku juga?” tanyaku dalam hati saat itu
 Perjalanan Mengubah Dunia

 Seorang bijak berkata, “Perjalanan mengubah dunia berawal dari segelas susu…” Peran  susu dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) sangatlah  krusial. Amerika Serikat sendiri menggelontorkan dana riset milyaran  dollar untuk penemuan-penemuan di bidang invetasi susu. Hal ini pula  yang menjadi latar belakang peraih hadiah nobel dunia, 50%-nya berasal  dari Amerika Serikat! Lantas bagaimana dengan di Indonesia? Apa  sebenarnya yang menjadi akar permasalahan kesehatan ibu? Apa korelasi  kesehatan ibu dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia yang  merosot ke peringkat 124, jauh tertinggal dari negara terdekat Singapura  (26), Brunei (33), Malaysia (61) dan Filipina (112)? Bagaimana kita  menyikapinya? Artikel VOA menyebutkan bahwa “Banyak Kasus Kematian Ibu Melahirkan Bisa Dicegah.” Bagaimana cara mencegahnya? Mari kita simak ulasan berikut:
 Ketika Nyawa Ibu di Indonesia Tidak Lagi Berharga…
 Kita tentu  masih ingat lagu Kasih Ibu yang begitu indah kita nyanyikan ketika masih  anak-anak. Kasih ibu memang tak terhingga namun nasibnya sungguh  tragis. Data United Nations Development Programme (UNDP) menyebutkan bahwa dari 5.000.000 kelahiran yang terjadi di Indonesia setiap tahunnya, diperkirakan 20.000 ibu meninggal akibat komplikasi kehamilan atau persalinan.Rasio  kematian ibu melahirkan di Indonesia merupakan yang tertinggi di ASEAN,  yaitu 1 dari 65. Rasio ini sangat jauh tertinggal jika dibandingkan  dengan negara tetangga, Thailand, yang hanya memiliki rasio ibu  meninggal 1 dari 1.100. Itu berarti setiap tahunnya di Indonesia ada  20.000 anak piatu yang terlahir tanpa pernah merasakan air susu ibu  serta kasih sayang ibu kandungnya. Apakah yang menjadi penyebab  tingginya AKI di Indonesia?
 1. Pendidikan Ibu Sangat Vital Bagi Kesehatan Anak

 Penyerapan  informasi yang beragam dan berbeda sangat dipengaruhi oleh tingkat  pendidikan seorang ibu. Latar pendendidikan formal serta informal akan  sangat berpengaruh pada seluruh aspek kehidupan para ibu mulai dari segi  pikiran, perasaan maupun tindakannya. Semakin tinggi tingkat pendidikan  seorang ibu, maka akan semakin tinggi pula kemampuan dasar yang  dimiliki ibu dalam merawat anaknya mulai dari proses kehamilan hingga  pemberian Air Susu Ibu (ASI). Tingkat pendidikan dapat mendasari sikap  seorang ibu dalam menyerap dan mengubah sistem informasi tentang ASI.  Dimana ASI merupakan makanan utama dan terbaik untuk bayi usia 0-2  tahun.
 2. Lebih dari 33% Ibu di Indonesia Tidak Tamat SD

 Angka Kematian  Ibu yang begitu tinggi salah satunya karena tingkat pendidikan para ibu  di Indonesia yang masih sangat rendah. Jika kita melihat dari jenjang  pendidikan, data Badan Pusat Statistik tahun 2010 menyatakan bahwa mayoritas ibu di Indonesia tidak memiliki ijazah SD,  yakni sebesar 33,34 persen. Selanjutnya sebanyak 30,16% ibu hanya  memiliki ijazah SD atau sederajat. Dan hanya terdapat 16,78% ibu yang  berpendidikan setara SMA. Hanya 7,07% ibu yang berpendidikan perguruan  tinggi. Hmm… pantas saja tingkat kematian ibu serta gizi bayi di  Indonesia begitu buruk. Mau tidak mau cara paling struktural untuk  membenahi kesehatan para ibu dan anaknya adalah dengan memberi mereka  pendidikan yang layak terlebih dahulu. Bagaimana mungkin seorang ibu  bisa mengetahui nutrisi yang mereka butuhkan selama masa kehamilan jika  sama sekali tak pernah mendengar nama asam folat dan kolin? Padahal  keduanya sangat vital pada masa kehamilan sang ibu. Tentunya pelajaran  Biologi dan Kimia di sekolah perlu lebih mengedepankan nilai-nilai yang  mempersiapkan calon-calon ibu di masa depan dengan mantap.
 3. TV Memiliki Peran Kunci Mencerdaskan Para Ibu

 Televisi  merupakan tontonan favorit para ibu mulai dari kota besar hingga desa  terpencil. Program TV belakangan ini banyak dicerca masyrakat karena  hanya memberikan program hiburan hura-hura serta sinetron tak bermutu.  Padahal jika para pemiliki stasiun TV mau lebih arif dan memiliki rasa  tanggung jawab sosial yang tinggi, TV bisa memilki peran kunci dalam  mencerdaskan para ibu. Ada baiknya Kementrian Kesehatan bersama sektor  swasta memberikan program-program TV yang edukatif untuk para ibu  mengenai nutrisi, pentingnya ASI eksklusif, serta kesehatan ibu dan  anak. Pendidikan yang edukatif ini tentu bisa pula dikemas dalam bentuk  sinetron berkualitas sehingga akan ditonton terus oleh para ibu setiap  hari. Apakah ada pihak stasiun TV yang tergerak hatinya untuk  mencerdaskan pengetahuan para ibu? Semoga…
4. Minimnya Tenaga Bidan & Dokter di Daerah

 Ketua Umum  Ikatan Bidan Indonesia, Harni Koesno, mengakui bahwa bidan tidak bisa  menjangkau seluruh ibu di daerah, utamanya di daerah terpencil.  Karenanya, tidak heran jika ada persalinan yang hanya ditangani oleh  dukun bayi. Saat ini jumlah bidan baru sekitar 200 ribu. Itupun sebagian  besar ada di Jawa dan Sumatra. Sedangkan total dukun bayi di Indonesia  saat ini mencapai 114.290. Tentunya akan sangat masif jika Sekolah  Kebidanan mau memberikan pelatihan serta kemitraan dengan para dukun  bayi agar bisa menggantikan sementara peran para bidan. Kabar baiknya,  saat ini sudah ada 70.783 dukun bayi yang mau bermitra dengan bidan. Ke  depannya diharapkan banyak pihak swasta yang mau terlibat membangun  sekolah-sekolah kebidanan di daerah-daerah terpencil. Selain membuka  lapangan kerja yang lebih luas, tentunya hal ini akan secara masif  meningkatkan kesehatan ibu hamil dan menyusui. Siapa yang tertarik? Mari  kita bangun sekolah kebidanan dengan biaya terjangkau di seluruh  pelosok Indonesia.
 5. Jampersal Bisa Menjadi Bagian dari Solusi
 Jaminan  Persalinan (Jampersal) bisa menyelamatkan nyawa banyak ibu di Indonesia.  Tahun 2012 ini pemerintah menganggarkan Rp 922,7 miliar untuk 2,8 juta  ibu. Dengan Jampersal, maka proses persalinan dan setelah melahirkan  menjadi lebih terpantau sehingga mengurangi resiko ibu meninggal.  Jampersal bisa memberikan pelayanan cuma-cuma bagi ibu melahirkan  lengkap dengan pelayanan pemeriksaan kehamilan (ANC) dan pelayanan  kesehatan pasca melahirkan. Ini merupakan solusi yang cukup efektif  untuk masa mendatang bagi para ibu. Jampersal diharapkab bisa menjadi  bagian dari solusi kesehatan ibu dan anak.
 6. Kota Solo Mencatat Prestasi Mengagumkan Kesehatan Ibu dan Anak

 Tak habis rasanya decak kagum yang kita berikan kepada Walikota Solo, Joko Widodo. Untuk pertama kalinya dalam sejarah Republik Indonesia, ratusan ibu lulus sekolah kehamilan.Selama  sekolah khusus ibu hamil, para bunda tidak hanya diajarkan secara teori  menjaga kehamilan saja, namun juga pasca kelahiran. Para bunda  diberitahu juga secara praktek cara bagaimana menjaga kondisi tubuh  menjelang atau sesudah kelahiran, senam hamil, proses persalinan, cara  memberikan ASI ekslusif bagi bayi, menjaga asupan gizi ibu menyusui  maupun bayi, serta cara menyusui bayi yang benar. Tentu semua ini  merupakan ilmu yang sangat penting dan berharga yang wajib diketahui  oleh para ibu hamil. Pelatihan ibu hamil ini sangat perlu untuk diadakan  di kota-kota lain. Tentunya jika ada donatur yang bersedia membantu,  pelatihan seperti ini bisa dibuatkan juga dalam bentuk multimedia,  aplikasi handphone, online learning serta video  pembelajarannya. Dengan bekal yang memadai nantinya para ibu hamil akan  jauh lebih siap menghadapi kelahiran anaknya.
 7. Satu dari Sepuluh Kehamilan Ternyata Tidak Diinginkan

 Survei  membuktikan bahwa 1 dari 10 kehamilan yang terjadi sebenarnya tidak  diinginkan oleh sang ibu. Oleh karena itu, BKKBN dan TNI telah menjalin  kerjasama untuk mensosialisasikan pentingnya alat kontrasepsi. Saat ini  secara nasional rasio ketersediaam alat kontrasepsi hanya 61,7%. Sulit  sekali mendapatkan alat kontrasepsi di daerah terpencil. Bahkan banyak  masyarakat daerah yang belum pernah mendengar sama sekali apa itu alat  kontrasepsi. Banyak pula terjadi di daerah bahwa gadis muda yang baru  berusia 17-18 tahun sudah harus menanggung beban tanggung jawab yang  sangat serius sebagai seorang ibu. Menjadi seorang ibu perlu persiapan,  pengetahuan serta kesiapan mental yang matang oleh karena itu sangat  penting para wanita tidak menikah di usia yang terlalu muda.
8. Target MDG 2015 Mustahil Tercapai Jika Kita Tak Berperan Serta!
 Pada survei  tahun 2007, angka kematian ibu mencapai 228 per 100 ribu. Artinya, dalam  100 ribu ibu terdapat 228 ibu yang meninggal dunia karena melahirkan.  Padahal target Millenium Development Goals (MDG) tahun 2015 adalah 102  per 100 ribu. Salah satu target MDG untuk 2015 adalah mengurangi dua per  tiga rasio kematian ibu dalam proses melahirkan 1990-2015. Target MDG  untuk menurunkan rasio AKI menjadi 102 setiap 100.000 kelahiran adalah  hal yang mustahil! Sungguh menyedihkan jika kita melihat data 5 tahun  terakhir yang menyatakan bahwa AKI 5 tahun terakhir tidak mengalami  peningkatan sama sekali! Kementrian Kesehatan melansir data survei bahwa  pada tahun 2007 lalu AKI berada di angka 228, di tahun 2008 AKI sempat  turun tipis menjadi 226 namun ternyata padatahun 2010 kemarin angka kematian ibu justru merosot jauh ke angka 390! Slamet  Riyadi Yuwono, Direktur Jendral Nutrisi dan Kesehatan Ibu & Anak  mengakui bahwa penurunan AKI sangat lamban dan di luar target yang  seharusnya. Beliau mengakui target AKI 102 mustahil tercapai. Lantas di  mana pemerintah selama ini? Di mana negara? Betapa murahnya nyawa  seorang ibu di negeri ini? Apakah lantas kita sebagai warga negara  berdiam diri? Jika tidak ada ibu di dunia ini maka kita tidak akan  lahir. Marilah menjadi bagian dari solusi kesehatan ibu, mari kita  bergerak bersama!
 Perbaikan Kesehatan Ibu Mengantar Cina Menjadi Kekuatan Ekonomi Nomor 2 di Dunia

 Sepuluh tahun  yang lalu, Cina hanyalah negara miskin dan terbelakang dan hal pertama  yang dilakukan oleh pemerintah Cina untuk mengatasi hal ini adalah  dengan memprioritaskan kesehatan ibu dan anak. Ibu adalah pilar penting dalam pertumbuhan dan perkembangan seorang anak. Di  saat seorang ayah harus bekerja dari pagi hingga malam hari, hanya sang  ibulah yang ada di sisi sang anak pada masa awal-awal pertumbuhannya.  Ibu yang tidak memiliki pengetahuan dan pendidikan yang baik pada  akhirnya hanya akan membesarkan anak secara serampangan. Jauh  sebelum pemerintah Cina membangun kereta supercepat, bendungan  superbesar serta jembatan superpanjang, mereka terlebih dahulu  menginvestasikan dana milyaran yuan untuk pendidikan dan kesehatan para  ibu! Kini kesehatan ibu di Cina telah berhasil menunjukkan hasil yang sangat signifikan dalam 10 tahun terakhir.
Angka Kematian Ibu di Cina hanya 26 dari 100.000!

 Sebagai negara  dengan penduduk terbanyak di dunia, 1,3 milyar penduduk, Cina mencatat  sejarah emas. Angka kematian ibu ditekan drastis hingga 26 setiap  100.000 persalinan. Menteri Kesehatan Cina, Chen Zhu, mengakui bahwa  Cina sudah mencapai sasaran MDG jauh sebelum tahun 2015. Hasil-hasil  yang telah dicapai Cina telah berhasil mendapatkan ratusan penghargaan  di tingkat dunia. Seharusnya Indonesia yang hanya memiliki jumlah seperenam dari penduduk Cina malu! Jauh  sebelum Indonesia membangun jembatan Suramadu dan jembatan Selat Sunda,  harusnya pemerintah menginvestasikan dulu dana ratusan triliun untuk  pendidikan dan kesehatan ibu. Pantaslah jika pertengahan tahun 2011 lalu  seperti kita ketahui bersama, Cina resmi menyodok Jepang sebagai  kekuatan ekonomi nomor 2 di dunia. Cina adalah bukti nyata bahwa kesehatan ibu adalah kunci kemakmuran suatu negara!