Aksi Selebriti, Advokat sekular, Adnan Buyung Nasution, menilai terjadinya diskriminasi hukum terhadap agama minoritas di Indonesia, disebabkan kesalahan fatal yang dilakukan negara dengan mencampuri urusan kebebasan memeluk agama.
“Diskriminasi hukum terhadap agama minoritas disebabkan kesalahan fatal yakni negara bisa mencampuri urusan agama,” katanya dalam diskusi bertema Pekan Indonesia Tanpa Dikriminasi, di Jakarta, Senin (22/10/2012) seperti dikutip Antaranews.
Dia memberikan contoh, campur tangan negara dalam urusan agama terjadi pada kasus Ahmadiyah, kasus GKI Yasmin dan kasus Syiah di Sampang.
Pada kasus-kasus tersebut Adnan melihat negara telah campur tangan dengan pilih kasih terhadap agama tertentu atau keinginan arus utama (mainstream) masyarakat.
“Agama itu masalah orang-perorangan. Agama itu adalah hak pribadi, tidak boleh ada yang mencela dan mendiskriminasikan agama apapun yang kita anut,” ujar Buyung yang juga anggota aliansi liberal AKKBB ini.
Menurut dia, seharusnya campur tangan negara dalam urusan agama hanya untuk melindungi kebebasan beragama secara objektif dan netral. “Negara campur tangan dalam menjaga ketertiban umum saja,” kata advokat pembela Ahmadiyah itu.
Adnan mengatakan masalah lain yang perlu dilihat yakni kewajiban seseorang menuliskan agama di momentum-momentum tertentu, sehingga ada kecenderungan negara mewajibkan seseorang untuk memeluk agama.
“Jangan negara yang harusnya mewajibkan beragama, tetapi dari individunya sendiri. Kewajiban menulis apa agamanya itu baru mulai saat Suharto berkuasa,” katanya.
“Dalam pemahaman saya pikiran itu upaya agar orang tidak PKI lagi, padahal agama itu kebebasan masyarakat, termasuk pilihan untuk tidak beragama,” katanya juga.
Menanggapi pernyataan ini, mantan misionaris Bernard Abdul Jabbar, menilai Buyung ngawur dan tidak paham Islam. Menurut Bernard, kasus Ahmadiyah dan kaum minoritas di Indonesia bukanlah perkara kebebasan beragama tetapi merupakan penistaan terhadap agama Islam. Sementara kasus penodaan dan penistaan Islam adalah melanggar Undang-undang.
“Buyung itu aneh, seperti tak paham hukum saja. Kasus Ahmadiyah dan kaum minoritas itu penistaan agama bukan kebebasan beragama,” kata Bernard kepada Suara Islam Online.
Soal pernyataan Buyung bahwa pilihan untuk tidak beragama adalah bagian dari kebebasan beragama, Bernard balik tanya, “Loh katanya kita negara Pancasila, berKetuhanan yang Maha Esa?. Dia ini kan kelompok yang suka memfitnah kelompok Islam sebagai anti Pancasila. Kok sekarang dia yang melawan Pancasila?” tanya Ketua DDII Bekasi ini retoris.
Rep/Red: Shabra Syatila
Sumber: suara-islam.com
“Diskriminasi hukum terhadap agama minoritas disebabkan kesalahan fatal yakni negara bisa mencampuri urusan agama,” katanya dalam diskusi bertema Pekan Indonesia Tanpa Dikriminasi, di Jakarta, Senin (22/10/2012) seperti dikutip Antaranews.
Dia memberikan contoh, campur tangan negara dalam urusan agama terjadi pada kasus Ahmadiyah, kasus GKI Yasmin dan kasus Syiah di Sampang.
Pada kasus-kasus tersebut Adnan melihat negara telah campur tangan dengan pilih kasih terhadap agama tertentu atau keinginan arus utama (mainstream) masyarakat.
“Agama itu masalah orang-perorangan. Agama itu adalah hak pribadi, tidak boleh ada yang mencela dan mendiskriminasikan agama apapun yang kita anut,” ujar Buyung yang juga anggota aliansi liberal AKKBB ini.
Menurut dia, seharusnya campur tangan negara dalam urusan agama hanya untuk melindungi kebebasan beragama secara objektif dan netral. “Negara campur tangan dalam menjaga ketertiban umum saja,” kata advokat pembela Ahmadiyah itu.
Adnan mengatakan masalah lain yang perlu dilihat yakni kewajiban seseorang menuliskan agama di momentum-momentum tertentu, sehingga ada kecenderungan negara mewajibkan seseorang untuk memeluk agama.
“Jangan negara yang harusnya mewajibkan beragama, tetapi dari individunya sendiri. Kewajiban menulis apa agamanya itu baru mulai saat Suharto berkuasa,” katanya.
“Dalam pemahaman saya pikiran itu upaya agar orang tidak PKI lagi, padahal agama itu kebebasan masyarakat, termasuk pilihan untuk tidak beragama,” katanya juga.
Menanggapi pernyataan ini, mantan misionaris Bernard Abdul Jabbar, menilai Buyung ngawur dan tidak paham Islam. Menurut Bernard, kasus Ahmadiyah dan kaum minoritas di Indonesia bukanlah perkara kebebasan beragama tetapi merupakan penistaan terhadap agama Islam. Sementara kasus penodaan dan penistaan Islam adalah melanggar Undang-undang.
“Buyung itu aneh, seperti tak paham hukum saja. Kasus Ahmadiyah dan kaum minoritas itu penistaan agama bukan kebebasan beragama,” kata Bernard kepada Suara Islam Online.
Soal pernyataan Buyung bahwa pilihan untuk tidak beragama adalah bagian dari kebebasan beragama, Bernard balik tanya, “Loh katanya kita negara Pancasila, berKetuhanan yang Maha Esa?. Dia ini kan kelompok yang suka memfitnah kelompok Islam sebagai anti Pancasila. Kok sekarang dia yang melawan Pancasila?” tanya Ketua DDII Bekasi ini retoris.
Rep/Red: Shabra Syatila
Sumber: suara-islam.com