Rencana pembunuhan Dubes Arab Saudi di Washington—yang Amerika Serikat (AS) tuduhkan kepada Iran—kini malah berbalik meniti jalan menuju Israel.
Suratkabar Pakistan berbahasa Urdu Ummat melaporkan indikasi keterlibatan Dinas Intelijen Israel Mossad dalam rencana teror tersebut. Mengutip pernyataan seorang pejabat intelijen Pakistan—yang tak disebutkan namanya, harian tersebut menyebut Mansour Arbabsiar—si tersangka utama—pernah menerima dokumen identitas yang dipalsukan dari Mossad.
“Tersangka dalam kasus ini telah menerima dokumen ID palsu dari Mossad tiga bulan lalu,” kata pejabat intelijen Pakistan yang menolak namanya disebutkan itu, seperti dikutip dari Press TV, Senin (17/10).
Menurut dia, Arbabsiar menerima dokumen palsu itu dalam rangka menjalankan operasi rahasia Mossad berkode “Foss Fling”.
Tak cuma itu, sebuah sumber, yang dikutip Mehr News, Senin (17/10), mengatakan Interpol telah mempelajari bahwa Gholam Shakouri, tersangka kedua, adalah anggota senior “Mujahedeen e-Khalq”, (MeK atau MKO), kelompok teroris anti-Iran.
Shakouri, menurut laporan itu, bepergian ke berbagai negara dengan banyak dokumen identitas palsu, termasuk paspor Iran palsu. Ia terakhir terlihat di Washington dan Kamp Ashraf, basis anggota MKO di Irak.
Salah satu paspor yang digunakan Shakouri dikeluarkan pada 30 November 2006 di Washington dengan nomor K10295631.
Selain Iran, AS, Kanada, dan Irak menetapkan MKO sebagai organisasi teroris. Menyusul upaya lobi keras dari kelompok itu terhadap politikus Uni Eropa Eropa, Dewan Uni Eropa pada 2009 mengeluarkan MKO dari daftar organisasi teroris mereka.
Upaya lobi yang sama juga dilakukan MKO terhadap politikus AS. Meskipun hingga kini secara resmi masih dipandang sebagai organisasi teroris, MKO—dan sejumlah organisasi underbouw-nya—telah menikmati dukungan signifikan dari sejumlah politikus berpengaruh AS. MKO bahkan dipromosikan sebagai penguasa baru Iran jika kelak AS berhasil menjatuhkan rezim di Teheran.
Dalam laporan khusus tentang MKO pada 8 Agustus 2011, “Iranian group’s big-money push to get off US terrorist list”, The Christian Science Monitor melaporkan bahwa MKO membangun aliansi strategis dengan kelompok neokonservatif dan lobi pro-Israel di AS.
Figur berpengaruh neokonservatif pro-Israel, seperti John Bolton dan mantan direktur CIA James Woolsey sangat erat menjalian persekutuan dengan MKO. Bolton kerap mengatakan bahwa AS harus membom Iran dan mendukung MKO. Kalangan neokonservatif juga menyalurkan dukungan mereka untuk MKO melalui kelompok tangki pemikir Iran Policy Committee (IPC).
Untuk menutupi status sebagai organisasi teroris, MKO membentuk beberapa organisasi. National Council of Resistance (NCR) adalah organisasi sayap politik, yang bisa bergerak leluasa kerena tidak terdaftar sebagai organisasi teroris. Lalu ada Near East Policy Research dan Strategic Policy Consulting, dua “perusahaan konsultan” yang bertugas melobi. Council for Democratic Change in Iran (CDCI) menyediakan samaran bagi figur politik yang mendukung MKO tanpa bisa diasosiasikan secara langsung dengan MKO. CDCI kerap mengundang politikus AS anti-Iran untuk berbicara di sebuah konferensi dengan honor sangat mahal, sekitar US$ 20.000.
Mantan agen khusus CIA Philip Giraldi menulis, Kamis (20/10), bahwa jika keterlibatan MKO dalam dugaan plot tersebut terkonfirmasi, maka Israel adalah pihak pemilik motif paling kuat untuk melakukan itu.
“Tel Aviv telah menuntut tindakan militer terhadap Iran selama bertahun-tahun. Sebuah plot teroris untuk membunuh seorang dubes bersahabat di Washington akan menjadi berkah bagi pemerintahan Benyamin Netanyahu, yang telah menyatakan berulang kali bahwa Iran adalah ancaman dan Washington harus memimpin untuk melawan Iran,” tulis Giraldi di situs berita Antiwar.com.
“(Pertanyaannya) Apakah Israel akan cukup berani untuk mementaskan operasi teror besar di ibukota Amerika Serikat? Lavon Affair, USS Liberty, Jonathan Pollard, dan aksi Israel yang masih belum dapat dijelaskan sebelum 9/11 menunjukkan bahwa itu mungkin. Jika tersangka Iran itu berhasil membunuh Dubes Saudi di Washington dengan meledakkan restoran penuh orang, maka itu akan menjadi tindakan perang, momen Pearl Harbor. Jika Teheran, yang katanya berencana untuk melakukan itu, gagal karena plot berhasil dibongkar, maka itu pun masih bisa ditafsirkan sebagai tindakan perang oleh mereka yang ingin melihat dengan cara itu. Bagaimanapun, semua akan disalahkan kepada pemerintah Iran, bukan kepada pelaku sebenarnya.”