Kemarau berlangsung kurang lebih tiga bulan. Tidak lama. Tetapi panasnya sangat menyengat, cukup membuat kulit bagai disayat.
Kemarau. Ada yang menanti. Ada yang menghendaki dia segera pergi. Bagi para pengepul onggok (limbah pabrik tapioka untuk pakan ternak), terik matahari merupakan berkah. Onggok cepat kering, dan segera ditukar dengan uang. Makin singkat masa menjemur, makin besar ungung yang diperoleh.
Pada musim kemarau, merupakan paceklik bagi buruh cabut singkong. Pemilik kebun enggan memanen tanamannya khawatir umbi singkong kecil karena kekurangan air. Sementara pabrik demi merangsang pasokan singkong, saat kemarau berlomba menaikkan harga. Tetapi upaya itu tidak banyak menolong karena para pemilik kebun bertahan tidak panen, kecuali petani yang kepepet butuh uang segera.
Kemarau bagi sebagian orang merupakan petaka. Tetapi, bagi yang memiliki kesadaran akan hukum alam, pergantian musim dianggap hal biasa. Toh itu merupakan hukum yang telah ditetapkan oleah Sang Maha Pencipta. Tak dapat ditolak, juga tidak bisa diminta segera berganti sekehendak kita.
Tetapi, kemarau yang singkat tahun ini, cukup membuat sebagian warga masyarakat mengeluh lantaran kekuarangan air bersih. Seperti di kampung tempat tinggal saya, Gunungagung, Kecamatan Terusan Nunyai, Kabupaten Lampung Tengah, air menjadi begitu sulit didapat. Sumur-sumur kering. Tetangga yang satu minta pada tetangga yang lain, yang pada akhirnya sumurnya pun kering juga.
Masih beruntung penduduk yang bertempat tinggal di desa-desa (kampung) yang bertetangga dengan PT. Gunung Madu Plantations dan PT. Great Giant Pineaple (GGP). Kedua perusahaan PMA itu memiliki kepedulian tinggi kepada warga desa tetangganya.
Kampung saya, Gunungagung, mendapat suplai dari PT. Gunung Madu Plantations. Begitu juga kampung tetangga, seperti Gunungbatin Udik, Gunungbatin Ilir, Gunungbatin Baru, Bandaragung, Tanjunganom, dan Bandarsakti. Sementara Kampung Lempuyangbandar, mendapat suplai dari PT. GGP.
Setiap hari PT. Gunung Madu Plantations mengirimkan truk tanki pengangkut air ke desa-desa terdekat. Satu desa mendapat jatah 1 tanki setiap hari.
Meskipun suplai air datang terus, tak urung kebutuhan air tetap saja tidak mencukupi. Suplai dari perusahaan hanya cukup untuk memasak dan mencuci piring. Sedangkan untuk mandi dan mencuci pakaian air harus dihemat.
Selama kemarau yang singkat itu kebanyakan warga mandi 2 hari sekali, selebihnya hanya membasahi badan dengan lap basah.
Maka, pada Jumat (7/10/11) malam Sabtu, hujan untuk pertama kalinya tercurah di kampung kami. Ucapan syukur tak terkira segera dipersembahkan kepada Ilahi. Sang Maha Pemberi telah menurunkan Rahmatnya malam itu. Semua warga bersyukur. Sumur-sumur mulai terisi meskipun masih keruh.
Dan, pada Minggu (9/10/11) petang, hujan lebat kembali turun. Alhamdulillah. Segala puji bagi Allah atas segala rahmat-Nya. Sumur kami sudah penuh. Begitu juga sumur-sumur tetangga. Perusahaan pun menghentikan bantuan airnya.
Rahmat yang dinanti itu pun akhirnya datang juga.