Pada 2002, O’Keefe mempelopori apa yang orang akan anggap sebagai upaya tidak realistik: sebuah upaya mencegah invasi AS atas Irak dengan menjadikan para relawan Barat sebagai perisai manusia di lokasi-lokasi strategis di Irak. Upayanya dalam Truth Justice Peace (TJP) gagal, tapi semangat O’Keefe untuk mengikuti hati nuraninya sendiri terus berlanjut.
Berikut adalah pernyataan O’Keefe tiba di Istanbul setelah mengalami pemukulan brutal dari militer Israel di Bandara sebelum dideportasi ke Turki. O’Keefe kini warga negara Irlandia-Palestina setelah pada 2001 melepaskan kewarganegaraan AS sebagai protes atas rencana agresi atas Irak.
“Selama bertahun-tahun, saya menyadari bahwa kita, orang-orang dengan hati nurani, adalah pemilik kekuatan sejati di dunia ini. Sayangnya, kita justru banyak menyia-nyiakan kekuatan itu dan gagal mencapai potensi penuh kita. Potensi kita untuk menciptakan dunia yang lebih baik, sebuah dunia yang adil. Namun saya bekerja sama dengan orang-orang lain yang berpikiran sama untuk mengungkap dan menjalankan kekuatan sejati kita itu.
Pada 2002, saya memulai Aksi Perisai Manusia TJP ke Irak karena saya tahu bahwa invasi ke Irak telah direncanakan dengan sangat baik sebelumnya, bahwa invasi itu adalah bagian dari sebuah agenda “Dominasi Spektrum Global” yang telah dirancang oleh “Project for A New American Century. Saya tahu bahwa protes itu tidak punya kesempatan untuk menghentikan invasi, dan bahwa sebagian besar protes ini hanyalah cara untuk membuat kita merasa lebih baik tentang pembunuhan massal yang akan terjadi; dengan mampu mengatakan bahwa saya telah melakukan protes menentangnya. Dengan pemahaman itu, saya berpendapat bahwa satu-satunya cara yang layak untuk menghentikan invasi ini adalah melakukan migrasi massal ke Irak. Sebuah migrasi dimana orang-orang dari seluruh dunia, terutama warga negara Barat, akan memposisikan diri di lokasi-lokasi di Irak yang seharusnya dilindungi oleh hukum internasional, tetapi yang secara rutin justru dibom ketika hanya orang-orang Irak, Palestina, dan umumnya bukan putih dan Barat yang ada akan dibunuh. Saya merasa 10.000 orang tersebut bisa menghentikan invasi, atau setidaknya, menunjukkan seperti apa invasi itu sejak awal, yakni sebuah tindakan agresi internasional, kejahatan perang, dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Ketika dua bus bertingkat kami berjalan dari London menuju Baghdad melalui Turki, adalah jelas bahwa orang-orang Turki juga bisa merasakan kekuatan dari aksi ini, dan mereka adalah peserta terbesar di dalamnya. Pada akhirnya kami memang tidak mendapatkan jumlah orang yang dibutuhkan untuk menghentikan perang, yang membuat setidaknya satu juta rakyat Irak terbunuh, tapi aku tetap yakin kita sebenarnya punya kekuatan untuk mencegah invasi. Sebuah kesempatan besar telah hilang sejauh yang saya tahu.
Pada 2007, saya bergabung dengan Free Gaza Movement dengan rencananya untuk menantang blokade Gaza dengan melakukan perjalanan ke Gaza lewat laut. Sejak saya mendengar tentang rencana itu saya tahu aksi ini bisa berhasil dan akhirnya saya bertindak sebagai kapten pada upaya pertamanya. Pemerintah Israel mengatakan selama persiapan kami bahwa kami tidaklah lebih baik daripada perompak, dan mereka akan memperlakukan kami seperti itu. Mereka menegaskan bahwa kami tidak akan mencapai Gaza. Tapi aku masih yakin bahwa kami bisa berhasil. Dan kami berhasil. Dua perahu dengan 46 penumpang dari berbagai negara berhasil berlayar ke Gaza pada 23 Agustus 2008; inilah yang pertama dilakukan dalam 41 tahun terakhir.
Sebenarnya Blokade Gaza telah berlangsung lebih dari tiga tahun, namun kami, sekelompok kecil orang berhati nurani menantang mesin-mesin Israel dan merayakan bersama puluhan ribu warga Gaza ketika kami tiba pada saat itu. Kami membuktikan bahwa hal itu bisa dilakukan. Kami membuktikan bahwa sebuah rencana cerdas, dengan keterampilan menangani media, bisa membuat kedigdayaan Angkatan Laut Israel menjadi sia-sia. Dan saya sadar bahwa ini hanya puncak dari gunung es.
Jadi, berpartisipasi dalam Armada Kebebasan adalah seperti sebuah reuni keluarga bagi saya. Inilah keluarga saya yang lama hilang yang hati nurani adalah panduan mereka, yang telah menyingkirkan rasa takut, yang bertindak dengan kemanusiaan. Tapi secara khusus saya sangat bangga untuk bergabung dengan IHH dan unsur-unsur armada Turki itu. Saya sangat mengagumi kekuatan dan karakter orang Turki, meskipun Anda memiliki noda sejarah ketidakadilan, seperti halnya setiap bangsa, tapi Anda pada hari ini dari rakyat biasa hingga Perdana Menteri adalah di antara para pemimpin di jalan kemanusiaan dan keadilan.
Saya ingat ditanya selama Aksi Perisai Manusia TJP ke Irak, apakah saya seorang pasifis, saya menjawab dengan mengutip Gandhi dan mengatakan saya sama sekali bukan pasifis.
Sebaliknya, saya percaya pada tindakan, dan saya juga percaya akan pembelaan-diri, 100%, tanpa reservasi. Saya tidak akan mampu berdiam diri sementara tiran membunuhi keluarga saya, dan serangan terhadap Mavi Mamara adalah seperti serangan terhadap keluarga Palestina saya.
Saya bangga berdiri bahu-membahu dengan mereka yang menolak untuk membiarkan militer Israel yang jahat melaksanakan maksud mereka tanpa perlawanan. Dan ya, kita melawan.
Ketika saya ditanya, dalam peristiwa serangan Israel atas Mavi Mamara, akankah saya menggunakan kamera, atau mempertahankan kapal?
Maka, dengan antusias saya berkomitmen akan mempertahankan kapal. Meskipun saya pendukung non-kekerasan, sebenarnya saya percaya non-kekerasan harus selalu menjadi pilihan pertama.
Namun saya bergabung mempertahankan Mavi Mamara karena menyadari bahwa kekerasan bisa digunakan terhadap kami dan bahwa kami benar-benar dipaksa untuk menggunakan kekerasan dalam pembelaan diri.
Saya mengatakan ini langsung kepada agen Israel, mungkin dari Mossad atau Shin Bet, dan saya mengatakan ini sekali lagi sekarang, pada pagi serangan itu saya terlibat langsung dalam melucuti dua Komando Israel.
Ini adalah perampasan paksa, tanpa negosiasi, senjata dari pasukan komando yang telah membunuh dua saudara kami yang saya saksikan pada hari itu. Satu saudara kami terkena peluru tepat di dahinya, dalam apa yang tampaknya merupakan sebuah eksekusi.
Saya tahu para komando telah membunuh ketika saya merampas pistol 9mm dari salah satu mereka. Pistol itu ada di tangan saya dan sebagai mantan Marinir AS dengan pelatihan menggunakan senjata, adalah benar-benar dalam kekuasaan saya untuk menggunakan senjata itu pada Komando yang mungkin telah membunuh salah seorang saudara saya.
Tapi bukan itu yang saya lakukan, maupun para penumpang lainnya di kapal itu.
Saya mengambil senjata itu, mengeluarkan pelurunya, memisahkan peluru itu dari senjata dan menyembunyikan pistolnya.
Saya melakukan ini dengan harapan kami akan menghentikan serangan dan menyerahkan senjata sebagai bukti dalam pengadilan pidana terhadap pemerintah Israel atas pembunuhan massal yang mereka lakukan.
Saya juga membantu secara fisik untuk melumpukan satu komando dan merebut darinya sebuah senapan serbu, yang kemudian dibuang ke laut oleh penumpang lain. Saya dan ratusan penumpang mengetahui kebenaran yang benar-benar menghinakan militer Israel yang katanya berani itu. Kami sudah melumpuhkan sepenuhnya tiga komando dan melucuti mereka hingga tak berdaya. Anak-anak itu berada dalam belas kasihan kita. Mereka berada di luar jangkauan teman-teman pembunuh mereka, di dalam kapal, dan dikelilingi oleh 100 orang atau lebih. Saya melihat ke dalam mata ketiga prajurit muda itu dan saya dapat memberitahu Anda bahwa mereka memiliki rasa takut akan Tuhan di dalamnya. Mereka menatap kami seakan kami sama seperti mereka, dan saya yakin mereka tidak percaya bahwa mereka akan bisa bertahan hidup pada hari itu. Mereka tampak seperti anak-anak yang ketakutan di hadapan wajah seorang ayah yang kasar.
Tapi mereka tidaklah menghadapi musuh yang kejam seperti mereka. Sebaliknya seorang wanita memberikan bantuan pertama, dan akhirnya mereka dibebaskan, memang dipukuli dan pastinya memar, tapi mereka masih hidup. Bisa menjalani kehidupan di hari berikutnya. Bisa merasakan sinar matahari dan memeluk orang yang dicintai. Tidak seperti orang-orang yang mereka bunuh. Meskipun berkabung karena kehilangan saudara kami, dan merasa marah terhadap prajurit-prajurit muda itu, kami tetap membiarkan mereka pergi.
Para pelacur propaganda Israel dapat memuntahkan semua empedu menjijikkan yang mereka inginkan, tapi tetap komando itu adalah pembunuh, dan kami pembela-diri, dan kami melawan.
Kami melawan bukan hanya untuk hidup kami, bukan hanya untuk kargo kami, bukan hanya bagi rakyat Palestina, kami melawan atas nama keadilan dan kemanusiaan. Kami dalam kebenaran dalam melakukannya, pada segala hal.
Sementara dalam tahanan Israel, saya bersama dengan yang lain menjadi sasaran pelecehan tanpa henti dan tindakan penghinaan yang mencolok. Perempuan dan orang tua diserang secara fisik dan mental. Akses kepada makanan, air, dan toilet ditolak. Anjing digunakan untuk melawan kami, kami sendiri diperlakukan seperti anjing. Kami terkena sinar matahari langsung dalam posisi tertekan sementara tangan diborgol hingga kami kehilangan sirkulasi darah di tangan kita. Kami terus-menerus dibohongi, sebenarnya saya terpesona dengan kemampuan rutin dan kenyamanan mereka berbohong, itu benar-benar luar biasa. Kami dilecehkan dalam setiap cara yang dapat dibayangkan dan saya sendiri dipukuli dan dicekik hingga pingsan ... dan saya dipukuli lagi selama berada dalam sel.
Dari semua ini, apa yang saya lihat tidaklah lebih dari para pengecut ... tapi saya juga melihat saudara-saudara saya di dalam diri mereka. Betapa pun keji dan salahnya para agen dan pemerintah Israel, mereka masih saudara-saudara saya dan sekarang saya iba terhadap mereka. Karena mereka melepaskan hal yang paling berharga dari diri mereka sebagai manusia, yakni kemanusiaan mereka.
Sebagai penutup, saya ingin tantang setiap pendukung Gandhi, setiap orang yang berpikir mereka memahami Gandhi, yang mengakui Gandhi sebagai salah satu jiwa besar pada zaman kita, saya menantang Anda dalam sebentuk pertanyaan.
Tolong jelaskan bagaimana kami, para pembela Mavi Mamara, bukanlah contoh modern dari esensi Gandhi? Tapi pertama-tama bacalah dulu kata-kata Gandhi sendiri.
“Saya percaya bahwa, dimana hanya ada pilihan antara menjadi pengecut atau kekerasan, maka saya akan menyarankan kekerasan .... Saya lebih memilih India untuk angkat senjata dalam rangka membela kehormatannya daripada ia harus, dengan cara pengecut, menjadi saksi tak berdaya atas keterhinaannya sendiri.” ~ Mahatma Gandhi
Dan terakhir saya punya satu tantangan lain. Saya menantang setiap kritikus nilai, secara terbuka, untuk berdebat dengan saya di panggung terbuka atas tindakan kami pada hari itu. Saya terutama akan sangat senang untuk berdebat dengan para pemimpin Israel yang menuduh kami bersalah, dan akan senang luar biasa untuk menghadapi kalian.
Semua yang saya saksikan dari Israel hanyalah para pengecut dengan senjata, jadi saya siap untuk melihat Anda dalam konteks yang baru. Saya ingin berdebat dengan Anda di panggung terbuka. Anggap ini sebagai tantangan terbuka dan mari kita lihat seberapa berani pemimpin Israel.