Alkisah, pada jaman dahulu kala, terlihat sesosok laki-laki yang berjalan terhuyung-huyung di bawah langit musim dingin. Laki-laki itu bekerja dengan menjual teh, selain itu ia juga menjual berbagai barang kecil lainnya. Hari ini entah mengapa barang dagangannya sama sekali tidak terjual.
Laki-laki itu berjalan di gunung yang sepi—tahu-tahu ia sudah berada di dalam belukar bambu. Agaknya ia tersesat. Ia melewati belukar bambu yang gelap, lantas secara ajaib keluar ke tempat yang terang. Di taman itu tercium bau harum bunga plum. Laki-laki itu mendekatkan mukanya ke bunga plum.
“Oh, harum sekali.”
Tiba-tiba terdengar suara tertawa wanita. Muncullah empat gadis yang cantik dari balik pohon plum. Laki-laki itu dituntun oleh gadis-gadis itu menuju ke rumahnya.
Lalu muncul seorang wanita lain.
“Saya adalah ibu dari gadis-gadis ini. Silakan bersantai dan menginap malam ini,” kata wanita itu, lalu membeli semua barang dagangan laki-laki itu.
Keesokan harinya, ibu berkata lagi menegaskan, "Rumah ini adalah rumah yang isinya hanya wanita saja, jadi silahkan bersantai. Selain itu, saya punya empat anak gadis. Silakan menjadi suami salah satu di antara mereka."
Kelihatannya kisah ini seperti mimpi. Laki-laki itu lantas menjadi suami dari anak gadis yang tertua.
Musim dingin berakhir, lalu datanglah musim semi yang hangat.
Ibu berkata kepada si laki-laki. “Hari ini cuacanya baik, jadi saya akan pergi untuk menikmati keindahan bunga bersama para gadis. Maaf, tapi tolong jaga rumah ya. Kalau merasa bosan, lihat saja ke gudang. Tapi gudang nomor empat sama sekali tidak boleh dibuka."
Sesudah para wanita itu berangkat, laki-laki itu hanya termenung-menung saja karena tidak ada apapun yang dilakukan.
"Oya, aku mau melihat gudang ah!"
Mula-mula laki-laki itu mencoba membuka pintu gudang pertama. Lantas...
Byur...byur.... Ombak menerjang kaki laki-laki dari samping. Langit biru nan menyilaukan dan gumpalan-gumpalan awan raksasa berwarna putih. Terbentang pemandangan musim panas.
"Wah, laut! Senangnya..."
Laki-laki itu pindah ke gudang kedua. Di situ terlihat pemandangan gunung musim gugur yang indah. Ada pepohonan yang daunnya berwarna merah dan kuning, dan ada sebuah pohon kesemek yang besar.
“Wah, daun-daun yang memerah dan buah kesemek…. Sangat indah!"
Laki-laki itu pergi ke gudang ketiga. Saat ia membuka pintu, pemandangan salju meliputi seluruh permukaan tanah.
“Oh, dinginnya….”
Laki-laki itu menggigil seolah benar-benar merasa dingin, lalu keluar dari gudang ketiga.
Akhirnya laki-laki itu tiba di gudang keempat. Saat mulai membuka pintu, tiba-tiba ia teringat pesan ibu sebelum berangkat.
“Gudang nomor empat sama sekali tidak boleh dibuka.” Jika dipesan supaya tidak membukanya, ia justru semakin ingin melihat.
“Adakah sesuatu yang luar biasa di dalamnya?”
Laki-laki itu akhirnya tidak tahan dan membuka pintu gudang keempat.
Terlihat pemandangan musim semi yang tenang. Bunga-bunga berkembang di sekitar gemericik aliran sungai kecil. Di sekitar pohon plum, burung-burung bulbul berterbangan.
“Huu-huu-kekoo...huu-huu-kekoo!” Burung-burung bulbul berkicau merdu.
“Wah, burung bulbul. Merdu sekali.”
Burung-burung bulbul itu berhenti berkicau begitu melihat sosok si laki-laki dan segera terbang meninggalkan tempat itu.
Laki-laki itu terkejut. Pemandangan sekitarnya segera hilang tanpa bersuara, dari taman yang indah berubah ke tanah yang penuh rerumputan liar. Laki-laki berdiri sendirian di dalamnya. Terdengar suara ibu.
“Kamu telah melanggar janji dengan membuka gudang keempat bukan? Kami adalah burung bulbul yang tinggal di sini. Karena hari ini cuacanya baik, semuanya kembali sosok asal dan bermain-main. Sejak terlihat sosok kami yang sebenarnya itu, kita menjadi tidak bisa hidup bersama lagi."
Laki-laki itu turum dari gunung. Angin utara masih berhembus tajam.