Satu peristiwa mengejutkan terjadi Senin (19/9) , di Jakarta. Pelajar SMA 6 bentrok dengan wartawan. Yang tepat sebenarnya Sekelompok pelajar SMA 6 menganiaya sejumlah wartawan, karena dalam peritiwa ini wartawan adalah korban dan tidak kuasa melawan. Ini peristiwa yang sungguh memalukan. Bagaimana mungkin sekumpulan pelajar, yang nota bene adalah anak-anak remaja menganiaya sekelompok orang dewasa.
Tindakan brutal seperti itu hanya bisa dilakukan oleh manusia-manusia yang tidak beradab dan tidak punya budi pekerti.
Menurut berita yang saya baca, SMA 6 Jakarta adalah sekolah elit. Para siswanya terdiri dari para putra-putri pejabat dan artis. Mereka adalah anak-anak orang berkantong tebal dan berpengaruh. Apakah karena mereka anak orang kaya dan berpengaruh sehingga tidak bisa lagi menghargai dan menghormati orang lain? Atau orang tua mereka tidak sempat lagi mengajari etika dan budi pekerti karena sibuk mencari uang?
Atau mungkin orang tua mereka yang pejabat itu mendapatkan uang dari korupsi? Sebab, apa yang kita makan akan menjadi darah dan daging. Apa yang kita makan juga akan memengaruhi perilaku kita. Kalau menyantap makanan dari sumber yang haram, maka perilaku pun akan seperti setan.
Kalau ada pelajar tawuran dengan sesama pelajar, kalau pun tidak bisa ditoleransi, tetapi masih bisa kita maklumi. Hal itu dianggap sebagai kenakalan remaja atau kenakalan anak-anak, karena mereka berkelahi dengan anak seusia.
Nah, yang dilakukan oleh siswa SMA 6 Jakarta hari Senin itu, bukan lagi kenakalan remaja, tetapi kriminal dan tidak beradab. Selain memukuli sejumlah wartawan, mereka juga merampas barang dan uang milik wartawan korbannya. Para wartawan adalah orang-orang yang umurnya jauh lebih tua dari mereka, yang sepatutnya mereka hormati selaku orang yang lebih tua, bukan dianiaya.
Akibat peristiwa itu lima wartawan menjadi korban. Kelimanya yaitu Riman Wahyudi dari El Shinta, Panca dari Media Indonesia, Antonius Tarigan kontributor Metro TV, Septiawan dari Sinar Harapan dan Yudis dari Seputar Indonesia.
Saya masih ingat ketika seusia kelas 1 SD, orang tua dan guru mengajari agar selalu menghormati orang yang lebih tua. Jika kita berjalan di depan kita ada orang yang lebih tua, dan kita ingin mendahuluinya, kita harus permisi dan mohon maaf ingin mendahului. Mau makan pun kita harus mendahulukan orang tua mengambil makanan dan menyantapnya. Berkata pada orang yang lebih tua kita harus sopan. Kepada yang lebih muda kita harus melindungi dan menyayangi.
Dulu, orang yang menyandang predikat pelajar adalah orang elit. Para pelajar dan mahasiswa sampai era 70-an sangat menjaga predikat mereka sebagai pelajar atau mahasiswa. Cara berpakaian mereka rapih, rambut disisir rapih. Ketika sudah berpredikat pelajar dan mahasiwa mereka sangat menjaga etika dan sopan santun. Bertutur kata pun tidak sembarangan, takut salah ucap dan malu karena mereka pelajar.
Sekarang, nilai-nilai luhur seperti itu sudah lama hilang dari kehidupan kita. Anak-anak sekolah sudah tidak mengindahkan etika. Di jalan mereka teriak-teriak, bicara seenaknya, brutal tak punya sopan-santun.
Kita rindu pendidikan budi pekerti, dan kita membutuhkan itu. Dimanakah budi pekerti itu sekarang? Puluhan tahun kita kehilangan budi pekerti.
Sejumlah pendidik dan pemerhati pendidikan yang tergabung dalam Forum Komunikasi Pemerhati Pendidikan Yogyakarta meminta sekolah berinisiatif sendiri untuk kembali menyelenggarakan mata pelajaran budi pekerti. Dihapusnya mata pelajaran ini berakibat pada pendidikan yang miskin etika dan nilai budaya.
Ketua Forum Komunikasi Pemerhati Pendidikan Yogyakarta (FKPPY) Gideon Hartono mengatakan, saat ini pendidikan semakin pincang karena mengesampingkan pendidikan budi pekerti. Pendidikan mengutamakan aspek pengetahuan dan kemampuan akademis. Hal ini terlihat dari keberhasilan pendidikan yang hanya diukur dari prestasi akademis peserta didik, seperti nilai, olimpiade, maupun kompetisi. Akibatnya, anak semakin pandai namun semakin kehilangan nilai budi pekerti (kompas.com, Rabu, 21 Oktober 2009).
DICARI: Budi Pekerti. Siapa yang menemukan akan diberi hadiah.