Soto Betawi dan Sambal Tumpang di Dapur LSTC


Udara pagi masih terasa dingin menyentuh kulit, Lampung Sugar Training Centre (LSTC) sudah ramai. Puluhan lelaki muda berbaris di halaman di pusat pelatihan milik PT. Gunung Madu Plantations itu. PT. Gunung Madu Plantations adalah perusahaan perkebunan tebu dan pabrik gula tertua dan terbesar di Lampung, lokasinya di Km 90 Lintas Sumatera, Lampung Tengah.

Syafei Gumai, Kepala Unit Patroli Satpam GMP tampak mengomando barisan lelaki-lelaki muda tersebut. Hari itu ada acara pembekalan calon satpam. Para lelaki muda itu adalah calon satpam yang akan menerima pembekalan.

LSTC sudah sering menjadi tempat kegiatan berskala besar maupun kecil. Kesiapan tempat maupun para karyawan di sini melayani tamu-tamunya membuat tempat ini menjadi pilihan tepat untuk kegiatan perusahaan dengan peserta puluhan sampai ratusan orang.

Keramah-tamahan karyawan di sini sudah terkenal. Sikap mereka yang santun, murah senyum dan penuh hormat membuat kita serasa berada di rumah sendiri. Keakraban cepat sekali terjalin dengan para karyawan LSTC.

Pak Broto Cahyono, kepala LSCT, mengajarkan tatakrama yang apik kepada para bawahannya. Meskipun sebagai seorang pimpinan, Pak Broto tak segan-tegan memegang pekerjaan membantu anakbuahnya.
Hal itu menjadi contoh yang baik bagi para karyawan di sini untuk sigap membantu pekerjaan teman yang sedang repot.

Saya sudah lama berencana melakukan liputan tentang pelayanan di LSTC, namun baru kali ini berkesempatan melaksanakannya. Faktor waktu dan momentumnya yang membuat rencana itu tidak segera terlaksana.
Pagi itu, Kamis 3 November 2011, di sela-sela waktu luang acara pembekalan Satpam, Saya menyempatkan diri mengunjungi dapur LSTC. Dapur tempat para karyawan setempat meracik dan mengolah menu makanan dan minuman untuk para tamu yang sedang berhajat di sana.

Dengan langkah hati-hati tanpa bersuara, Saya melangkahkan kaki mendekati dapur. Dari jarak kurang dari tiga langkah dari dapur terdengar suara canda tawa. Sedang apa mereka? pikir saya. Selintas terbayang bahwa mereka sedang duduk bersantai.

Ketika tiba di ambang pintu, mata pun ditebar ke dalam dapur. Oh, ternyata mereka tengah bekerja. Ada yang menggiling cabe, ada yang mengaduk sesuatu di panci besar. Yang lainnya tengah memilah-milah sayur.
Ngobrol, bercanda, dan tertawa sambil bekerja memasak. Itulah keseharian para pekerja di LSCT. Mandor dapur, M. Sarpani, tidak diam berpangku tangan. Dia ikut ambil bagian dalam pekerjaan itu. Dalam bekerja memasak tidak terlihat lagi perbedaan mana mandor mana anakbuah.

“Di sini kami bekerja sama-sama. Tidak ada lagi mandor kalau sedang bekerja,” kata Pak Sarpani.
Menurut Sarpani, dia bisa melakukan pekerjaan apa saja, tidak pilih-pilih. Tergantung pekerjaan mana yang perlu ditangani atau siapa yang perlu dibantu.

“Selesai di dapur ini saya pindah ke ruang makan bersama Rahman. Kami menyiapkan makan para tamu sekaligus melayani mereka,” kata Sarpani. Bahkan, tambahnya, dia tidak segan-segan mencuci piring.
Di dapur LSTC ini, kata Sarpani, semua dikerjakan bersama-sama. Tidak ada yang spesialis memegang pekerjaan tertentu. Semua bisa mengerjakan. 

Istimewanya di LSTC ini, mandor tidak perlu memerintah anakbuah untuk mengerjakan pekerjaan tertentu, karena semua sudah berjalan otomatis. Tiap pekerja sudah mengerti apa yang harus dikerjakannya.
Di dapur LSTC ini ada enam pekerja termasuk mandor. Mereka adalah: M. Sarpani (mandor), Dede Sudana, Abdur Rahman, Emiyati, Sumiyati, dan Erliyana.

Kedatangan Saya ke dapur LSTC ingin tahu lebih “rahasia” di balik sedapnya sajian makanan di sini dan trik-trik penyajiannya sehingga tidak membosankan.

Soal menu, kata M. Sarpani, penyajiannya tergantung siapa yang akan dilayani. Ada fleksibilitas penyajian menu. Biasanya Pak Broto turun langsung mengontrolnya. Tak jarang kepala LSTC itu sendiri yang menentukan apa-apa saja yang harus disajikan kepada tamu.

“Pak Broto sangat memperhatian selera para tamu,” kata Sarpani. Yang disuguhkan kepada tamu adalah menu-menu yang jarang ditemui para tamu sehari-hari.
“Kalau tamunya kelas-kelas manager, maka menu yang kami berikan sayur asam, bayam bening, sambal terasi. Makanan ringannya pisang dan ubi rebus,” kata Pak Broto.
“Kalau menu seperti daging, ayam dan yang mewah-mewah sudah biasa mereka makan di rumah,” tambah Pak Broto.
Sebaliknya, kalau untuk karyawan atau calon karyawan menu yang disuguhkan yang berat-berat, seperti rendang daging, sate dan ikan bakar.

Dengan pola seperti itu, kata Pak Broto, menu yang disajikan pasti habis. “Kita puas jika makanan yang kita berikan dimakan habis,” ujar Pak Broto.

Tentang menu unggulan, Dapur LSCT pun memilikinya. Jika di Guest House ada sup buntut dan kopi hitam. Di sini ada menu yang jadi andalan dan dijamin mengundang selera, yakni soto betawi dan sambalnya. Sambal di sini ada beragam, semuanya enak dan membuat ketagihan. Ada sambal terasi mentah, sambal goreng, dan sambal tumpah.

Soto betawi dan sambal buatan dapur LSTC ini sudah diakui kelezatannya oleh para tamu, kata Mandor LSTC, M. Sarpani. Mereka sering mendapat pujian karena kelezatan soto betawi dan sambalnya. 

Rasa soto betawi racikan dapur LSTC tidak kalah sedapnya dengan soto betawi di Jln. Raden Intan Bandar Lampung. Kuahnya kental bersantan dengan taburan kerupuk emping dan irisan tomat di atasnya.

“Yang sering dicari para manager bila menghadiri acara di sini adalah sambal tumpah,” kata Pak Broto.
Tentang etos kerja di LSTC, Pak Broto telah membina anakbuahnya memiliki standar kerja yang elegan dengan azas kesetaraan, namun tetap menjunjung tinggi tatakrama dan etika kesopanan terhadap tamu.

“Karyawan di sini menghargai tamu setinggi-tingginya. Tapi jangan sekali-kali mengkacungkan mereka. Semua tamu dihormati, tapi jangan meremehkan mereka kalau tidak mau rasa hormat itu hilang,” tegas Pak Broto sambil memberi contoh kasus anakbuahnya diremehkan tamu, yang kemudian membuat si tamu malu sendiri atas ulahnya.

◄ Newer Post Older Post ►