JAKARTA (Berita Nasional) : Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Sjamsuddin membatalkan ceramah di depan masyarakat Malaysia di Jakarta sebagai protes atas sikap negara tetangga yang kurang bersahabat.Sementara itu , Parlemen Malaysia didesak supaya mendorong percepatan pengadilan atas para pelaku penganiayaan wasit karate Indonesia Donald Luther Colopita.Terlepas dari sebab musabab dari peristiwa penganiayaan tersebut dan proses hukum yang sedang berlangsung, adalah arif bagi pemerintah Malaysia untuk sekadar menyesalkan peristiwa atau meminta maaf sesuai budaya Melayu dan tradisi Muslim, kata Din kepada
Sinar Harapan, Kamis pagi (30/8).Din Sjamsuddin semula akan berceramah di Kedubes Malaysia, Kamis malam (30/8) berkenaan dengan Isra Mi’raj Nabi Muhammad SAW, HUT Kemerdekaan Malaysia dan 50 tahun hubungan diplomasi Indonesia–Malaysia. Pembatalan ini terkait sikap pemerintah Malaysia terkait dengan pemukulan wasit karate Indonesia tersebut. Dia menambahkan, permintaan maaf itu tidak terjadi ketika Menlu Malaysia Syed Ahmad Albar dan Kepala Polisi Malaysia bertemu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Hal ini akan menambah sentimen di sementara masyarakat Indonesia terhadap Malysia yang dianggap mulai sombong dan memandang rendah Indonesia. Sebagai dua negara serumpun yang bertetangga dekat, Indonesia-Malaysia harus mengembangkan hubungan yang harmonis atas dasar saling menghormati, menghargai dan saling menguntungkan. Hubungan antar kedua negara tidak booleh berdasarkan superior-inferior karena keduanya mempunyai saling ketergantungan yang tinggi. Apalagi mayoritas penduduk kedua negara beragama Islam, hingga perlu menjalin keakraban, lanjutnya.Ketua wasit karate Indonesia Donald Luther Colopita dipukuli empat polisi Malaysia yang berpakaian sipil ketika keluar dari hotel setelah menghadiri pertemuan para wasit dari berbagai negara Asia di Hotel Alison Kelana di Nilai, Negeri Sembilan pada Jumat dinihari (24/8). Donald menderita luka-luka di sekujur tubuh dan kemudian dipulangkan ke Jakarta untuk perawatan lanjutan. Anggota ParlemenInsiden di Nilai itu, telah mendorong anggota Parlemen Malaysia Abdul Fatah Haji Harun mengirim surat kepada Tan Sri Dato’ Seri Diraja Ramli bin Ngah Talib, Yang Di-pertuan Dewan Rakyat, Parlemen Malaysia. Dalam surat yang juga diterima
Sinar Harapan itu, Abdul Fatah memprihatinkan aksi pemukulan tersebut sebab telah menjadi masalah nasional. Dia mendesak parlemen supaya menyegerakan perkara ini karena telah memalukan negara dan membangkitkan kemarahan pemimpin negara tetangga serumpun yang mencaci nama baik negara. Perkara ini juga mendapat perhatian Presiden RI dan anggota DPR hingga merusak hubungan kedua negara.Dalam perkembangan yang sama, Duta Besar Malaysia untuk Indonesia, Dato’ Zainal Abidin Zain, menyatakan lokasi pemukulan wasit karate Indonesia oleh polisi Malaysia merupakan tempat yang rawan dimana jumlah aksi kejahatan terus bertambah.“Kejahatan di tempat itu meningkat, padahal di Nilai tengah berlangsung kejuaraan internasional, karena itu ditempatkan mobil-mobil polisi yang menyamar serta polisi-polisi yang tidak berseragam. Memang keempat polisi itu seharusnya memperlihatkan kartu identitas ketika akan menangkap Donald, kata Dubes Zainal usai memenuhi panggilan Direktur Perlindungan WNI dan Bantuan Hukum Indonesia, Teguh Wardoyo di Jakarta, Rabu (29/8). Dubes Malaysia menegaskan, dia tidak dapat memberi jaminan bahwa insiden serupa tidak akan terjadi lagi karena terkait dengan manusia yang memiliki perangai yang berbeda-beda.Pemerintahnya tidak dapat minta maaf karena proses hukum sedang berlangsung, tapi Menlu telah menyampaikan penyesalan atas terjadinya peristiwa ini, kata Dubes Zainal yang menambahkan para polisi yang kini tengah diperiksa jika terbukti bersalah akan dibawa ke pengadilan. “Biarlah pengadilan yang memutuskan,” katanya.Selain meminta penjelasan soal pemukulan, Teguh Wardoyo juga meminta pemerintah Malaysia memberi perhatian lebih terhadap kasus-kasus yang menimpa WNI, yang hingga kini belum selesai. Indonesia mendesak pemerintah Malaysia untuk memberikan perlindungan sesuai dengan aturan hukum mereka dan kepada kasus-kasus yang selama ini belum mendapatkan tanggapan. “Seperti kasus Nirmala Bonat, yang dimulai sejak tahun 2004 tetapi hingga saat ini belum juga rampung,” katanya.Kedutaan Besar Republik Indonesia di Kuala Lumpur mencatat sejumlah kasus penganiayaan dan pemerkosaan yang menimpa WNI yang hingga kini belum selesai. Selain Nirmala Bonat, juga ada Darmilah (sejak Mei 2006), Sanih Nur Wanih (sejak September 2006), Yudista Purwaningtyas (Oktober 2006), Dede Rosliyah (November 2006), Parwati (Maret 2007), Elena (April 2007) dan Meriana Bulu (Mei 2007).Kasus lainnya adalah Suriani binti Nas yang diperkosa oleh oknum anggota RELA Juni 2007, Ceriyati, Lilis Warsak, Parsiti, Kuniarsih, Siswati dan Yarsi yang dengan berbagai alasan berbeda hingga saat ini kasus-kasus itu belum juga diselesaikan secara hukum. Menurut Teguh, Dubes Zainal akan menyampaikan hal ini ke Kuala Lumpur dan akan menginformasikannya kepada Deplu RI jika telah mendapat jawaban dari negaranya.(*)