Ketua Dewan Pengupahan Kota Bandar Lampung Dhomiril Hakim Yohansyah mengatakan penetapan angka KHL Kota sebesar Rp775 ribu sudah merupakan kesepakatan Dewan Pengupahan. Ternyata, dalam penetapan itu, ada keberaatan dari Apindo provinsi yang menyatakan angka KHL sangat tinggi.
"Memang sempat terjadi perdebatan soal penetapan KHL sebesar Rp775 ribu. Tapi, kami di Dewan Pengupahan Kota akan bertahan di angka Rp771 ribu. Karena, setelah kami melakukan penghitungan ulang, penurunan KHL hanya mampu kami tekan sebesar Rp771 ribu," kata Dhomiril kepada Lampung Post, Kamis (6-12).
Meskipun angka KHL telah diturunkan, Dhomiril menambahkan masih ada keberatan dari Apindo. "Mungkin kami akan melakukan voting untuk menetapkan angka KHL sebesar Rp771 ribu. Kami akan segera membuat laporan ke Wali Kota untuk selanjutnya kami akan bahas KHL untuk penetapan upah minimum kota (UMK)," kata Kepala Dinas Tenaga Kerja Kota Bandar Lampung itu.
Pembahasan penetapan UMK, menurut Dhomiril, dimulai hari Senin (10-12). Pihaknya akan tetap memperjuangkan kepentingan pekerja/buruh agar UMK tahun 2008 sama dengan penetapan KHL. "Kalau lebih dari itu memang tidak mungkin. Tapi, kalaupun UMK harus lebih kecil dari KHL, kami akan upayakan tidak akan jauh dari angka tersebut," kata dia.
Ketua DPRD Bandar Lampung Azwar Yakub akan meminta Komisi D ikut memperhatikan dan menggiring pembahasan UMK tahun 2008 agar sama atau mendekati KHL. "Kami harus memperjuangkan nasib pekerja/buruh lebih sejahtera. Kami juga akan meminta Disnaker terus mem-back-up agar UMK tahun 2008 sama dengan KHL," kata Azwar di ruang kerjanya, kemarin.
Jika ada pihak-pihak yang keberatan dengan angka KHL sebesar Rp771 ribu, kata Azwar, dia hanya menyarankan agar semua dapat duduk satu meja untuk mencari solusi terbaik.
"Tapi, saya juga meminta agar semua pihak dapat melihat kondisi ekonomi saat ini, terutama dengan adanya kenaikan harga BBM. Sehingga, kalau UMK Bandar Lampung rendah, akan membuat buruh/pekerja semakin menderita," kata dia.
Wakil Ketua Apindo Kota Bandar Lampung Izhar Laili mengatakan sampai kapan pun memang tidak akan ketemu untuk mencari titik tengah dari keinginan pengusaha dan pekerja. Sebenarnya, kata Izhar, yang dipersoalkan bukanlah besaran penetapan KHL untuk menetapkan UMK.
Yang terpenting adalah bagaimana UMK atau UMP dapat memiliki kekuatan hukum dalam praktek di lapangan. Sebab, sampai saat ini, sekalipun sudah ditetapkan UMK tahun 2006 sebesar Rp560.500, banyak pekerja yang mendapatkan upah jauh di bawah UMK.
Izhar hanya berharap Apindo dan pekerja yang duduk di dalam Dewan Pengupahan untuk sama-sama elastis dalam mencari angka KHL untuk selanjutnya ditetapkan sebagai UMK. Artinya, pengusaha jangan bertahan dengan angka pegangannya yang membuat pekerja tidak sejahtera, dan pekerja pun harus melihat kondisi keuangan perusahaan yang ada saat ini.
"Karena, yang saya lihat, keberatan biasanya terjadi di perusahaan-perusahaan besar. Sedangkan perusahaan kecil yang juga memiliki tenaga kerja yang banyak tidak terdengar komentarnya," kata mantan anggota Dewan Pengupahan Kota ini.(*)