Berikut petikannya.
Para perwira Korp Konstruksi IDF (Israel Defense Forces) pastinya menitikkan air mata kemarin ketika menyaksikan laporan televisi dari Rafah: tembok pemisah yang dibangun IDF dengan keringat dan darah di sepanjang “Philadephi Route”, di perbatasan Jalur Gaza dengan Mesir, telah runtuh.
Itu tampaknya adalah sisa-sisa terakhir dari jejak pendudukan bertahun-tahun Israel atas Gaza. Namun, Israel punya alasan yang lebih baik untuk khawatir akan apa yang terjadi kemarin. Dengan menghancurkan tembok yang memisahkan Palestina dan Mesir di Rafah, Hamas telah memenangkan sebuah "kudeta". Organisasi ini telah menunjukkan sekali lagi bahwa ia merupakan entitas yang disiplin dan bertekad kuat, serta musuh yang lebih canggih daripada PLO. Mereka juga telah menggagalkan rencana blokade ekonomi yang diformulasikan militer Israel, ide yang efektivitasnya diragukan sejak awal.
Israel, Mesir, dan Otorita Palestina kini dipaksa untuk menemukan sebuah pengaturan baru mengenai pengawasan perbatasan, sesuatu yang tampaknya akan bergantung kepada kemurahan hati Hamas.
Mubarak juga harus menghadapi politik domestik. Tekanan keras terhadap rakyat Palestina telah memicu tensi antara dirinya dengan Ikhwanul Muslimin.
Pejabat intelijen Israel harus menjelaskan kepada diri mereka sendiri dan juga kepada para pemimpin negara, bagaimana bisa persiapan (penghancuran tembok yang sudah berlangsung berbula-bulan—JG) itu terjadi tanpa sepengetahuan mereka.