Tak lama setelah aksi brutal itu, sayap teror Jundullah (tentara tuhan) mengaku bertanggung jawab atas ledakan yang telah merenggut lebih daripada 30 nyawa manusia, termasuk di antaranya enam komandan Garda Revolusi, pasukan elit militer Iran. Sejak empat tahun lalu, setidaknya inilah aksi kesembilan yang dilakukan Jundullah, tak terkecuali serangan bom atas iring-iringan kendaraan Presiden Mahmoud Ahmadinejad pada Desember 2005 yang menewaskan seorang pasukan pengawal.
Meski kerap menewaskan warga sipil Sunni dalam aksi-aksinya, Jundullah yang bernama resmi “Gerakan Perlawanan Rakyat Iran” mengklaim membela kepentingan-kepentingan Muslim Sunni di Iran, negeri mayoritas Muslim Syiah. Abdulmalik Rigi, pria kelahiran 1983, kini ditengarai sebagai sang pemimpin. Jundullah melakukan aksi-aksinya dari basis-basis di wilayah pegunungan Balusistan, perbatasan Pakistan-Iran. Kelompok teror ini juga kerap dihubungkan dekat dengan Al-Qaeda.
Pada 25 Februari 2007, koran Inggris, Telegraph, mengungkapkan bahwa keberadaan Jundullah merupakan bagian dari operasi rahasia Badan Intelijen Pusat Amerika Serikat CIA. Kebijakan berisiko tinggi ini ditujukan untuk menciptakan destabilisasi di Iran dengan cara mendanai kelompok-kelompok etnis minoritas di negara Persia itu. Iran dihuni etnis minoritas Kurdi di barat, Azeri di baratlaut, Ahwazi di baratdaya, dan Balusis di tenggara.
Pengungkapan ini didukung oleh Fred Burton, bekas pejabat desk anti-teror di Departemen Luar Negeri AS yang mengatakan, “Serangan di dalam wilayah Iran berhubungan dengan upaya AS untuk mendukung dan melatih minoritas-minoritas etnis di Iran untuk mendestabilisasi rezim.”
Brian Ross, reporter investigatif peraih penghargaan dari jaringan pemberitaan AS, ABC News, pada 3 April 2007, melaporkan bahwa dukungan dana Washington kepada Jundullah diambil dari “anggaran rahasia” (classified budget) CIA yang tidak mengharuskan adanya pengawasan Kongres. Dana itu kemudian disalurkan melalui pembelot-pembelot Iran yang memiliki koneksi dengan negara-negara Arab.
Selain aksi pemboman dan penculikan, menurut Alexis Debat, pakar terorisme pada Nixon Center dan konsultan ABC News, Jundullah juga terlibat dalam jaringan perdagangan ilegal narkotika. Jaringan ini diduga menjadi “kaki-tangan” aktivitas kantor CIA yang berpusat di Muscat, Oman.
Lebih jauh, seperti dingkapkan jurnalis senior peraih Pulitzer, Seymour Hersh, dalam analisisnya pada The New Yorker edisi 7 Juli 2008, upaya destabilisasi AS atas rezim di Tehran tak hanya melibatkan CIA. Komando Operasi Khusus Gabungan, sebuah detasemen khusus yang dibentuk Pentagon, juga terlibat dalam operasi ini, dan hal ini pada glirannya mengindikasikan adanya persetujuan Kongres.
Menurut Hersh, kelompok-kelompok teror itu mungkin tidak akan menimpakan kesulitan yang berarti terhadap Tehran, tetapi akan berperan lebih besar jika opsi serangan militer atas Iran benar-benar dipilih Israel atau Amerika.
Pada 9 Juni 2009, sebelum menghadapi eksekusi matinya, saudara Abdulmalik Rigi, Abdulhamid Rigi, mengkonfirmasi kepada Press TV tentang laporan bahwa AS berada di balik aksi-aksi kekerasan bersenjata dan pemboman yang dilakukan Jundullah di Iran. Abdulhamid mengatakan bahwa dari tahun 2005 dan seterusnya Malik telah melakukan beberapa pertemuan “rahasia” dengan agen FBI dan CIA di Karachi dan Islamabad.
Sejak lama pemerintah Iran telah menenggarai keterlibatan AS dengan Judullah. Tehran pun mendesak Pakistan untuk membersihkan wilayahnya dari basis-basis kelompok teror yang akan mengganggu hubungan kedua negara.
Entah bagaimana memahaminya, tapi bagi Iran para “tentara tuhan” ini tampak seperti kelompok yang di dukung si “setan besar”.