Timun Emas (Cerita dari Jawa Tengah)


Dahulu kala hiduplah sepasang suami isteri. Mereka hidup bertani. Sayang sekali mereka tidak dikaruniai anak.

Tak henti-hentinya mereka berdoa agar mendapat seorang anak. Pada suatu hari lewatlah seorang raksasa. Ia mendengar doa mereka. Karena kasihan, ia memberikan sebutir biji ketimun dan menyuruh mereka menanamnya. Ia berpesan, “Ingat, kalian harus mengembalikan anak kalian kepadaku bila nanti ia sudah dewasa.”

Suami istri itu menanam biji ketimun dan merawat tanaman ketimun itu dengan penuh harap.  Pada suatu hari tumbuh sebuah ketimun yang berbeda dengan buah ketimun biasa. Buah ketimun itu tumbuh menjadi sangat besar dan berwarna keemasan. Ketika buah ketimun itu sudah cukup masak, mereka memetiknya dan membelahnya. Di dalam buah ketimun besar itu ada seorang bayi perempuan yang cantik.

Bayi itu mereka beri nama Timun Emas. Ia tumbuh menjadi anak perempuan yang cantik dan cerdas. Walaupun orang tuanya sangat senang, mereka juga khawatir raksasa akan datang dan meminta anak itu kembali.

Timun Emas sekarang berumur lima belas tahun. Ia sudah menjadi gadis remaja yang cantik. Pada suatu hari, raksasa datang. “Petani, sudah saatnya kauberikan anakmu kepadaku.”

“Raksasa,” kata pak tani, “Anakku Timun Emas sedang ke kebun, tunggulah sebentar, istriku akan memanggilnya.”

Sementara itu istri petani membekali Timun Emas dengan sebuah kantung kain kecil. “Nak,” katanya, “bawalah ini. Di dalam kantung ini ada benda-benda yang dapat menyelamatkanmu dari sang raksasa. Sekarang kau larilah,” katanya sambil mendorong Timun Emas keluar dari pintu belakang.

Raksasa menunggu lama sekali, namun Timun Emas tidak kunjung kembali ke rumah. Akhirnya ia sadar bahwa pasangan suami istri itu membohonginya.
Raksasa mengamati sekelilingnya. Mula-mula ia tidak melihat apa-apa. Kemudian ia melihat semak-semak bergerak-gerak di kejauhan. Lalu ia melihat Timun Emas lari. Raksasa pun segera mengejarnya.

Timun Emas melihat raksasa mendekat. Ia meraba-raba dalam kantung dan menemukan segenggam garam. Ia melemparkan garam itu ke depan raksasa. Tiba-tiba di depan raksasa terbentang laut yang luas. Raksasa menyeberanginya dan dalam sekejab ia sudah mengejar Timun Emas lagi.

Timun Emas mencari-cari dalam kantungnya. Ia menemukan segenggam cabai. Cabai itu ia lemparkan ke depan raksasa dan menjelma menjadi hutan yang lebat. Sulur-sulur tumbuhan menjerat tangan dan kaki raksasa namun ia dapat memutuskannya dan kembali mengejar Timun Emas.

Timun Emas kembali mencari dalam kantungnya, ia menemukan segenggam biji ketimun. Biji-biji itu ia lemparkan ke arah raksasa langsung tumbuh menjadi hutan ketimun dengan buah yang banyak dan ranum. Raksasa tak dapat menahan diri dan langsung memakan semua buah ketimun. Ia pun kekenyangan dan mengantuk. Raksasa tertidur. Timun Emas kembali berlari.
Namun tak lama kemudian raksasa terbangun dan kembali mengejar. 

Timun Emas mengguncang-guncang kantung pemberian ibunya. Isinya hanya satu benda lagi. Semoga kali ini ia berhasil menyelamatkan diri dari raksasa. Dengan gemetar ia mengeluarkan benda yang ada dalam kantung. Ternyata di tangannya ada segumpal terasi. Dapatkah terasi menyelamatkannya? Ini kesempatannya yang terakhir. 

Ia pun melemparkan terasi ke depan raksasa. Terasi menjelma menjadi rawa-rawa berlumpur pekat. Raksasa tercebur ke dalam lumpur. Mula-mula ia terbenam sedalam lutut, makin ia bergerak, makin dalam ia tenggelam. Raksasa menjadi marah dan makin berontak. Bukannya terbebas dari lumpur, ia justru tenggelam di dalam lumpur.

Timun Emas menenangkan diri. Ia takut raksasa akan muncul kembali dari dalam kubangan lumpur. Cukup lama ia menunggu, raksasa tidak muncul. Timun Emas pun pulang ke rumah orang tuanya. Mereka sudah terbebas dari ancaman raksasa. 
◄ Newer Post Older Post ►