Tuduhan spionase tersebut tiba-tiba menggema ke seantero jagat. Dalam waktu hampir bersamaan Kremlin dan Teheran balik menuduh Israel, negara yang berkiblat ke AS, melakukan upaya serupa. Sebaliknya AS juga menuduh Kremlin telah berusaha menggunakan sepuluh warga AS untuk mencuri informasi penting di Gedung Putih. Lebih jauh tentang hiruk-pikuk petualangan para James Bond di balik perancangan pesawat tempur ini, ikuti laporan A. Darmawan berikut.
Pesawat Siluman J-20 China |
Laiknya kisah spionase, berita tentang kegiatan mata-mata jarang sekali yang berakhir dengan kejelasan. Semua tetap beredar di wilayah abu-abu. Apalagi karena di sekitarnya juga beredar kisah-kisah serupa yang sama-sama menarik dan sama-sama tak jelas, seperti kisah dua penyelundup obat bius asal Taiwan yang April lalu ditangkap FBI (Biro Investigasi Federal AS) atas tuduhan mencuri rahasia jet tempur F-22 untuk China.
Berita tentang pasangan Hui Sheng Shen, 45 tahun, yang dikenal sebagai Charlie, dan Huan Ling Chang, 41 tahun, yang dikenal sebagai Alice itu, kini, menjadi isu spionase paling hot di dunia maya. Nama Shen dan Chang kini menjadi trending topic karena santer dibicarakan sebagai mata-mata yang menyuplai teknologi F-22 ke Chengdu Aircraft Industry terkait pembuatan J-20.
J-20 adalah pesawat kombatan yang tengah dikembangkan sebagai tulang punggung kekuatan udara China di masa datang. Belum lama ini China telah menggelindingkan keluar prototipe ke-2, untuk menjalani uji taxiing. Prototipe pertama telah lebih dulu menjalani uji terbang pada Januari 2011. Yang bikin ribut: tampang depan prototipe kedua J-20 amat mirip F-22.
China sendiri tak pernah mengumumkan kemunculan pesawat tersebut secara resmi. Penampakan jet kombatan yang kabarnya berkode Mighty Dragon itu bisa disimak di dunia maya dalam format foto-video hasil bidikan fotografer amatir. Mei lalu, pesawat ini tampak sedang melakukan uji-coba taxiing kecepatan rendah di sebuah lapangan terbang di Chengdu.
Benarkah J-20 dibuat berdasar rancang-bangun F-22? Meski dinas rahasia AS meyakininya sebagai hasil cyber-espionage, tak sedikit orang Amerika menyangsikannya sebagai jiplakan F-22. Itu karena banyak bagian pesawat ini berbeda dengan F-22. Tubuhnya, misalnya, lebih panjang, dan pesawat ini memiliki canard. Praktis memang hanya tampang depannya saja yang sama.
Shen dan Chang ditangkap ketika sedang memotret F-22. Berawal dari pembicaraan mengenai penyelundupan methamphetamine (bahan dasar obat bius) dari Hongkong ke AS musim panas setahun lalu, agen FBI yang sedang menyamar terperanjat ketika mereka menawarkan pula rahasia teknologi E-2C Hawkeye, sejumlah UAV, dan F-22 Raptor. FBI yang saat itu sedang menelusuri jejak hackers yang telah membobol rahasia teknologi jet tempur F-35 dari sistem komputer induk AS pun, segera menebar jebakan.
Penangkapan Shen dan Chang mengingatkan publik atas penangkapan Noshir Gowadia, mantan salah satu insinyur perancang pembom stealth B-2 yang terbukti membocorkan rahasia teknologi stealth ke China. Atas kesalahannya ini Gowadia yang keturunan India-Amerika diganjar hukuman 32 tahun.
Belum lagi pertanyaan demi pertanyaan tuntas terjawab, dinas rahasia AS kembali disibukkan dengan serangan spionase lain di lingkungan Gedung Putih. Juni lalu, sejumlah harian lokal mengabarkan, 10 orang warga AS ditangkap di beberapa tempat yang berlainan atas tuduhan menjual informasi tentang kebijakan pemerintah ke Rusia.
Pesawat Siluman J-20 China |
Apakah di antara kegiatan mata-mata yang dituduhkan itu ada yang saling terkait? (Baca laporannya lebih lengkap dalam Angkasa edisi September 2012)
Penempur, Pembom atau Pencegat?
Kini, pertanyaan paling santer yang beredar di permukaan adalah untuk misi apa gerangan J-20 dirancang? Untuk meraih keunggulan di udara, serang darat, pengeboman atau misi pencegatan? Minimnya data yang disiarkan pihak China, membuat spekulasi bermunculan bak jamur di musim hujan. Ulasan tak hanya diberikan pakar kemiliteran tetapi juga dari para pecinta penerbangan.
Tak kurang dari Vladimir Karnozov, pakar kedirgantaraan asal Rusia mengatakan, kemampuan pesawat ini sesungguhnya bisa diekstrapolasi dari dimensi ukuran tubuh, bentuk dan format tubuh serta sayap-sayap khusus yang disandang.
"Dari begitu banyak foto, meski semuanya serba amatiran, kita sebenarnya sudah bisa menilai untuk misi apa pesawat ini dibuat. Dari sayap utama yang berbentuk delta dan canard yang dipasang di muka sayap utama, bisa dikatakan J-20 disiapkan untuk misi atau operasi udara taktis. Tetapi, oleh karena bodinya lumayan panjang, gambaran itu kok menjadi kabur," ungkap Karnozov.
Ia pun menduga bentuk J-20 belum lah final. Chengdu Aircraft Industry, menurutnya, seolah masih terus mencari bentuk yang benar-benar pas sembari memilih mesin pendorong yang benar-benar tepat. Hal ini harus diungkap mengingat -- meski China memiliki kemampuan membuat mesin pesawat dan menjiplak mesin buatan Rusia – belum ada satu pun mesin yang dinilai cocok untuk disandingkan dengan J-20, baik dari segi ukuran maupun spesifikasi daya.
Chengdu, diberitakan, sempat mencobakan AL-31F pada prototipe pertama. Mesin buatan Lyuka (kini berubah nama jadi Saturn, dari Rusia) ini juga digunakan jet tempur Su-27, Su-30MKK dan Shenyang J-11. Tetapi, mengapa pada prototipe kedua, pilihan dialihkan ke WS-10? Apakah karena semata-mata mengutamakan buatan dalam negeri, atau ada pertimbangan lain?
Sementara pihak mengatakan, mungkin posisi mengambang seperti saat inilah yang disukai pejabat militer China. Laiknya pertarungan kekuatan di masa Perang Dingin, pertanyaan demi pertanyaan di seputar alut sista yang tengah dikembangkan secara rahasia akan mencuatkan misteri, dan misteri itu lah yang selanjutnya akan menaikkan posisi atau kekuatan tawar.
Di tengah kelangsungan program pengembangan jet tempur F-35 yang kerap tersandung masalah biaya dan keraguan pada kelangsungan pengerahan F-22 yang dinilai amat mahal, potensi ancaman dari negara-negara berpengaruh seperti China praktis memang menjadi hal yang sangat sensitif. Sementara kekuatan ekonomi negeri terus tumbuh dan melebar ke seantero dunia, sebagai negara yang paling digdaya, AS, mau tak mau memang harus berhitung.
Daily Tech, sebuah situs internet yang banyak mengulas topik kedirgantaraan di AS, kini menjadi salah satu wadah curah pendapat dan komentar di seputar kemunculan J-20. Roy Kahn, seorang warga AS, misalnya, mengirim komentar yang cukup menarik, khususnya menyangkut kegamangan AB AS dalam menanggapi pesawat tersebut. Ia mengatakan, kini pemerintah AS mestinya tengah bingung memikirkan bagaimana cara untuk mengimbangi kekuatan baru tersebut. Sebab, bagaimana pun, kemunculan senjata baru di China dikhawatirkan bisa menciptakan instabilitas di wilayah sekitarnya yang menjadi kepentingan AS.
Dari silang pendapat dan hujan komentar, alhasil muncullah faktor Taiwan yang selama ini memang selalu jadi "incaran" China. Benarkah J-20 disiapkan untuk menghadapi Taiwan? (Simak lebih lebih lengkap dalam Angkasa edisi September 2012).
J-20 & Kompetitor
Pembuatan J-20 Mighty Dragon (Naga Hebat) boleh saja masih jauh dari kelar. Pun, petinggi AB AS dan Rusia boleh saja mengenyampingkan teknologi stealth yang dikatakan tidak sempurna. Mereka melihat pemakaian canard, cerobong pembuangan gas mesin dan canard, misalnya, yang dinyatakan justru menurunkan kadar kesilumannya. Tetapi, diakui atau tidak, aura deterent Sang Naga telah terlanjur menyebar ke mana-mana. Kalau tidak, mengapa misalnya bagan perbandingan di bawah ini dibuat.
Berdasar skala kemampuan dan teknologi yang dipakai, J-20 memanglah sepadan jika disandingkan dengan tiga jet tempur yang paling menakutkan saat ini. Sukhoi Su-27 Flanker mewakili pesawat tempur yang selama puluhan tahun telah berhasil bikin gentar Barat oleh karena kemampuan manuverabilitasnya yang amat tinggi. Sukhoi T-50 PAK FA (Prospective Airborne Complex of Frontline Aviation) mewakili monster buatan Rusia yang akan merajai di masa depan. Sementara, F-22 Raptor sebagai pembanding aktual yang kini telah eksis. (Simak lebih jauh uraiannya dan spesifikasi J-20 dalam Angkasa edisi September 2012)
Sumber : Angkasa