Dalam draft pernyataan itu, sebagaimana dikutip oleh harian Haaretz, Dewan Keamanan akan mengungkapkan, “perhatian yang mendalam atas situasi yang mengkhawatirkan di wilayah pendudukan Palestina.”
“Dewan Keamanan juga mengungkapkan perhatian secara khusus kepada krisis kemanusiaan yang tidak bisa ditoleransi lagi di Jalur Gaza, disebabkan blokade terus-menerus atas semua perbatasan Jalur Gaza dan keputusan pemerintah Israel untuk mengurangi suplai bahan bakar, memutuskan energi listrik, dan menghalangi pemberian suplai makanan dan obat-obatan ke Gaza,” demikian draf itu berkata.
“Dewan Keamanan menyerukan kepada Israel untuk mematuhi kewajiban di bawah hukum internasional, termasuk hukum humaniter dan hak asasi manusia, serta segera menghentikan semua praktik ilegal terhadap populasi sipil di Jalur Gaza,” lanjut draf itu.
Israel sejak awal sudah menolak rencana resolusi tersebut dan menyesalkan sikap Dewan yang lebih melihat kondisi dan situasi di Gaza.
Direktur Jenderal Kementerian Luar Negeri Israel, Aaron Abramovich berkata, “Situasi dimana Dewan Keamanan membahas nasib warga Gaza sementara mengabaikan situasi warga Israel yang hidup di bawah ancaman roket-roket Qassam sangat tidak bisa diterima.”
Sementara itu, Menlu AS Condoleezza Rice mendesak Israel untuk menghindari meningkatnya krisis kemanusiaan di Gaza, seraya menyalahkan Hamas atas apa yang terjadi di Gaza.
Rice meminta Israel mempertimbangkan tawaran Perdana Menteri Otorita Palestina versi Fatah, Salam Fayyad, untuk menyerahkan soal perbatasan Gaza ke tangan aparat keamanan Otorita Palestina.
Namun, usulan tampaknya akan ditolak Israel. Diplomat senior Israel di Yerusalem yang tidak ingin namanya disebutkan menyatakan bahwa pemberian wewenang kepada Fayyad atas perbatasan Jalur Gaza tanpa koordinasi dengan Hamas akan memberikan peluang bagi kelompok itu untuk membangun kembali kekuatannya. Sementara pemberian wewenang kepada Fayyad dengan persetujuan Hamas hanya akan memberi legitimasi bagi kelompok itu.