Demikian dikatakan Sekjen ICIS (International Conference of Islamic Scholars) KH. Hasyim Muzadi dalam Dialog Interaktif bertajuk “Rohingya Terlunta: Wajah Kaum Minoritas yang Tertindas” yang digelar di kantor ICIS, Jl. Dempo No. 5A, Matraman Dalam, Pegangsaan, Menteng, Jakarta, Sabtu (4/8) lalu.
KH. Hasyim mempertanyakan kelamin Komnas HAM di Indonesia. Adakalanya humanis, kadang westernis, nasionalis, kadang semau gue. “Pengalaman ICIS di lapangan, Komnas HAM Indonesia terlalu westenis.”
Sebagai contoh, di Papua, giliran pemberontak yang tewas ditembak aparat, langsung dikatakan melanggar HAM. Tapi giliran polisi yang tertembak, tidak dikatakan sebagai pelanggaran HAM terberat. Itulah sebabnya, kata Kiai, harus Ada ketegasan dari Komnas HAM ASEAN untuk menjelaskan apa yang terjadi di Myanmar, terutama yang menimpa Muslim Rohingya.
“Ada tarik menarik kepentingan disini, ada unsur agama, dan ada unsur etnisnya. Sementara kita tahu, Pemerintah Myanmar tidak mengakui status kewarganegaraan etnis Rohingya. Ini perlu kejelasan,” ujarnya.
Tragedi kemanusiaan sudah bercampur antara konflik etnis dan agama. Penindasan itu harus dilawan dengan cara yang disahkan. “Hari ini PBB dan ASEAN tidak menyentuh agamanya, hanya kekerasan militernya saja. Untuk itu Kementrian Luar negeri, PBB dan ASEAN harus memberi perlindungan bagi muslim Rohingya. Caranya, dengan memberi pengakuan status kewarganegaraan mereka. Bangladesh juga harus membuka akses bagi badan internasional untuk memberi bantuan bagi pengungsi Rohingya di perbatasan, bukan hanya ekonomi, tapi juga politik.”
ICIS memandang HAM baik di tingkat dunia maupun regional, nasib minoritas kaum muslimin yang ada di belahan dunia, kerap dirundung oleh kesengsaraan. Boleh jadi, kata KH. Hasyim, hal itu disebabkan oleh beberapa factor, diantaranya: kesalahan umat Islam itu sendiri, yang ingin mendirikan negara muslim.
Kedua, terdapat doktrin-doktrin yang terkesan dipaksakan, seperti Muslim di Mindanau yang ingin merdeka. Akibatnya, yang menjadi korban adalah umat Islam sebagai kaum minoritas.
Ketiga, ketika suasana terdesak, umat Islam cenderung bergerak reaktif, bukan konsepsional untuk meluruskan yang bengkok, sehingga bentrokan bisa dihindarkan.
Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), dalam hal ini UNHCR menilai etnis yang paling merana dan tertindas serta terlunta-lunta di muka bumi adalah Muslim Rohingya. Kondisi ini mendorong kita untuk mendesak Pemerintah Indonesia dan anggota ASEAN lain untuk membantu menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh Muslim Rohingya di Myanmar, dan di sejumlah tempat pengungsian. (Rep/Red: Farid Zakaria)
Sumber: fimadani.com/VOA Islam