KERUSAKAN TERUMBU KARANG

Terumbu karang merupakan rumah bagi ribuan hewan dan tumbuhan yang memiliki nilai ekonomis tinggi, berbagai jenis hewan laut mencari makan dan berlindung di ekosistem tersebut. Pada kondisi yang sangat maksimal, terumbu karang menyediakan ikan-ikan dan molusca hingga mencapai jumlah sekitar 10 – 30 ton/km2 per tahunnya (Hanggono, A., Bambang K., Suhud, Rasjid A., dan Murad S, 2001). Ekosistem ini merupakan sumber plasma nuftah bagi makhluk hidup baik di masa sekarang maupun di masa yang akan datang. Selain itu, terumbu karang merupakan laboratorium alam yang sangat unik untuk berbagai penelitian yang dapat mengungkapkan penemuan yang sangat berguna bagi kehidupan manusia. Keindahannya dapat menjadi sumber devisa pariwisata bagi pemerintah setempat, sehingga dapat menambah penghasilan manusia, terutama bagi masyarakat pesisir.
Terumbu karang (coral reefs) merupakan ekosistem laut tropis yang terdapat di perairan dangkal yang jernih, hangat (lebih dari 22oC), memiliki kadar CaCO3 (Kalsium Karbonat) tinggi, dan komunitasnya didominasi berbagai jenis hewan karang keras. Kalsium Karbonat ini berupa endapan masif yang dihasilkan oleh organisme karang (filum Scnedaria, klas Anthozoa, ordo Madreporaria Scleractinia), alga berkapur, dan organisme lain yang mengeluarkan CaCO3 (Guilcher, 1988).
Di dunia terdapat dua kelompok karang yaitu karang hermatifik dan karang ahermatifik. Perbedaannya terletak pada kemampuan karang hermatifik dalam menghasilkan terumbu. Kemampuan ini disebabkan adanya sel-sel tumbuhan yang bersimbiosis dalam jaringan karang hermatifik. Sel tumbuhan ini dinamakan zooxanthellae. Karang hermatifik hanya ditemukan di daerah tropis, sedangkan karang ahermatifik tersebar di seluruh dunia (Guilcher, 1988). Dengan kata lain Indonesia yang terletak di daerah tropis memiliki kedua jenis kelompok ini. Komunitas terumbu karang di Indonesia tercatat seluas lebih dari 20.000km2 yang meliputi karang hidup, karang mati, lamun, dan pasir (COREMAP, 2002).
Arah perkembangan terumbu organik dikontrol oleh keseimbangan ketiga faktor yaitu hidrologis, batimetris, dan biologis. Jika ketiga faktor seimbang, terumbu berkembang secara radial dan akan terbentuk terumbu paparan dan apabila pertumbuhan ini berlanjut akan terbentuk terumbu pelataran bergoba. Namun jika perkembangan radial dibatasi oleh kondisi batimetri akan terbentuk terumbu paparan lonjong. Terumbu yang terakhir ini tidak membentuk lagun yang benar dan depresi menyudut merupakan penyebaran pasir. Sedangkan terumbu paparan dinding terbentuk pada kondisi batimetris dan hidrologis tidak simetris, di mana perkembangan terumbu terbatas pada satu atau dua arah. Kondisi ini akan menghasilkan perkembangan terumbu secara linier, dan membentuk terumbu dinding berupa terumbu dinding tanduk dan terumbu dinding garpu. Terbentuknya terumbu dinding garpu ini menunjukkan adanya arus pasang surut yang kuat. (Zuidam, 1985).
Terumbu karang dapat berkembang dan membentuk suatu pulau kecil. Dari lima jenis pulau yaitu Pulau Benua (Continental Islands), Pulau Vulkanik (Volcanic Islands), Pulau Daratan Rendah (Low Islands) , Pulau Karang Timbul (Raised Coral Islands), dan Pulau Atol (Atolls), dua yang terakhir terbentuk dari terumbu karang. Di sisi lain, dari sepuluh jenis bentuk lahan (Zuidam, 1985), terumbu karang adalah salah satunya.
Bentuk lahan (landforms) ini adalah bentuk lahan organik yaitu berupa binatang. Bentuk lain yang berhubungan dengan terumbu karang adalah bentuklahan karst, yaitu terbentuk melalui proses karstifikasi pada batuan kalsium karbonat. Namun bentuk lahan karst ini terbentuk secara alami melalui proses eksogenik dan endogenik dan erlangsung pada skala besar (Thornbury, 1954). Sedangkan terumbu karang terbentuk secara organik dan relatif perlahan sehingga lebih dimungkinkan adanya campur tangan manusia dalam pertumbuhannya. Hasil identifikasi bentuklahan mencerminkan karakteristik fisik lahan dan untuk mendapatkannya dengan melalui analisis geomorfologis. Geomorfologi adalah studi yang mendeskripsi bentuklahan dan proses-proses yang menghasilkan bentuklahan serta menyelidiki hubungan timbal-balik antara bentuklahan dan proses-proses tersebut dalam susunan keruangan (Zuidam, 1985).
Pulau Karang Timbul adalah pulau yang terbentuk oleh terumbu karang yang terangkat ke atas permukaan laut karena adanya gerakan ke atas (uplift) dan gerakan ke bawah (subsidence) dari dasar laut karena proses geologi. Pada saat dasar laut berada di dekat permukaan laut (kurang dari 40 m), terumbu karang mempunyai kesempatan untuk tumbuh dan berkembang di dasar laut yang naik tersebut. Setelah berada di atas permukaan laut, terumbu karang akan mati dan menyisakan rumahnya dan membentuk pulau karang. Jika proses ini berlangsung terus, maka akan terbentuk pulau karang timbul. Pada umumnya, karang yang timbul ke permukaan laut berbentuk teras-teras seperti sawah di pegunungan. Proses ini dapat terjadi pada pulau-pulau vulkanik maupun non-vulkanik.
Pulau Atol, adalah pulau (pulau karang) yang berbentuk cincin. Pada umumnya pulau atol ini adalah pulau vulkanik yang ditumbuhi oleh terumbu karang membentuk terumbu pinggiran (fringing reef), kemudian berubah menjadi terumbu penghalang (barrier reef), dan akhirnya berubah menjadi pulau atol. Proses pembentukan tersebut disebabkan oleh adanya gerakan ke bawah (subsidence) dari pulau vulkanik semula, dan oleh pertumbuhan vertikal dari terumbu karang (Stoddart, 1975, dalam Retraubun, 2002).
penyebab Kerusakan Terumbu Karang
1). Sedimentasi,
2). Aliran drainase yang mengandung pupuk dan kotoran yang terbuang ke perairan pantaiyang mendorong pertumbuhan algae yang akan menghambat pertumbuhan polip karang, mengurangi asupan cahaya dan oksigen.
3). Penangkapan Ikan dengan Sianida,
4). Pengumpulan dan Pengerukan
5). Pencemaran Air.
6). Pemanasan global
◄ Newer Post Older Post ►