BAB I
PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Peningkatan kualitas sumber daya manusia salah satunya ditentukan oleh kualitas pangan yang dikonsumsinya. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 menyatakan bahwa kualitas pangan yang dikonsumsi harus memenuhi beberapa kriteria, di antaranya adalah aman, bergizi, bermutu, dan dapat terjangkau oleh daya beli masyarakat ( Mudjajanto, 2003 ). Aman yang dimaksud di sini mencakup bebas dari cemaran biologis, mikrobiologis, kimia, logam berat, dan cemaran lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia.
Bahan pewarna saat ini memang sudah tidak bisa dipisahkan dari makanan dan minuman olahan. Berbagai makanan yang dijual di toko, warung dan para pedagang keliling hampir selalu menggunakan bahan pewarna. Warna ini biasanya menyesuaikan dengan rasa yang ingin ditampilkan pada produk tersebut. Misalnya untuk rasa jeruk diberi warna oranye, rasa stroberi dengan warna merah, rasa nanas dengan warna kuning, rasa leci dengan warna putih, rasa anggur dengan warna ungu, rasa pandan dengan warna hijau, dan seterusnya.
Secara umum bahan pewarna yang sering digunakan dalam makanan olahan terbagi atas pewarna sintetis (buatan) dan pewarna natural (alami). Pewarna sintetis pada umumnya terbuat dari bahan-bahan kimia. Misalnya tartrazin untuk warna kuning, allura red untuk warna merah, dan seterusnya. Kadang-kadang pengusaha yang nakal juga menggunakan pewarna bukan makanan (non food grade) untuk memberikan warna pada makanan.
Pewarna sintetis masih sangat diminati oleh para produsen makanan. Alasan pertama adalah masalah harga. Pewarna kimia tersebut dijual dengan harga yang jauh lebih murah dibandingkan dengan pewarna alami. Alasan kedua adalah stabilitas. Pewarna sintetis memiliki tingkat stabilitas yang lebih baik, sehingga warnanya tetap cerah meskipun sudah mengalami proses pengolahan dan pemanasan. Sedangkan pewarna alami mudah mengalami degradasi atau pemudaran pada saat diolah dan disimpan.
Masalah yang dapat timbul dari penggunaan pewarna sintetis yang tidak proporsional pada makanan dan minuman adalah dapat menimbulkan masalah kesehatan. Pilihan terbaik yaitu dengan penggunaan pewarna alami, karena menggunakan bahan alam yang tidak menimbulkan efek negatif pada tubuh. Bahan pewarna sintetis yang boleh digunakan untuk makanan (food grade) pun harus dibatasi jumlahnya. Karena pada dasarnya, setiap benda sintetis yang masuk ke dalam tubuh kita akan menimbulkan efek.
b. Landasan teori
Bahan Tambahan Makanan (BTM) atau food additives adalah senyawa (atau campuran berbagai senyawa) yang sengaja ditambahkan ke dalam makanan danterlibat dalam proses pengolahan, pengemasan dan/atau penyimpanan, dan bukanmerupakan bahan (ingredient) utama ( Siagian, 2002 ). Sementara itu pada Undang-undang RI No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan khususnya pada Bab II (Kemanan Pangan) Bagian Kedua disebutkan banwa yang dimaksud dengan bahan tambahan pangan adalah bahan yang ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan. Penggunaan bahan tambahan pangan dalam produk pangan yang tidak mempunyai resiko kesehatan dapat dibenarkan, karena hal tersebut lazim digunakan.
Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 235/MENKES/PER/VI/1979 tanggal 19 Juni 1979 mengelompokkan BTM berdasarkan fungsinya, yaitu: (1) antioksidan dan antioksidan sinergis, (2) anti kempal, (3) pengasam, penetral dan pendapar, (4) enzim, (5) pemanis buatan, (6) pemutih dan pematang, (7) penambah gizi, (8) pengawet, (9) pengemulsi, pemantap dan pengental, (10) pengeras, (11) pewarna alami dan sintetik, (12) penyedap rasa dan aroma, (13) sekuestran, dan (14) bahan tambahan lain.
Pewarna makanan merupakan bahan tambahan pangan yang dapat memperbaiki penampakan makanan. Penambahan bahan pewarna makanan mempunyai beberapa tujuan, di antaranya adalah memberi kesan menarik bagi konsumen, menyeragamkan dan menstabilkan warna, serta menutupi perubahan warna akibat proses pengolahan dan penyimpanan ( Mudjajanto, 2003 ).
Secara garis besar pewarna dibedakan menjadi dua, yaitu pewarna alami dan sintetik. Pewarna alami yang dikenal di antaranya adalah daun suji (warna hijau), daun jambu/daun jati (warna merah), dan kunyit untuk pewarna kuning. Sedangkan menurut GG Birch (1976), zat pewarna makanan terbagi dalam dua kelompok, yaitu centrified colour dan uncentrified colour. Uncentrified colour merupakan zat pewarna alami berupa ekstrak pigmen dari tumbuh-tumbuhan atau hewan dan zat pewarna mineral.
BAB II
PELAKSANAAN
a. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum pemeriksaan pewarna makanan dan minuman adalah sebagai berikut :
1. Pemanas bunsen atau kompor listrik
2. Gelas ukur
3. Becker glass
4. Pipet ukur 10 ml steril dan filternya
5. Spatula
b. Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum pemeriksaan pewarna makanan dan minuman adalah :
1. Sampel makanan atau minuman
2. Aquades
3. Larutan KHSO4 10 %
4. Benang wool
5. NH4OH 10 %
6. Larutan CH3COOH / asam asetan encer
c. Prosedur Kerja
Prosedur kerja dari praktikum pemeriksaan pewarna makanan dan minuman adalah sebagai berikut :
i. Pewarna Yang Diperbolehkan
1. Sampel ditambahkan dengan KHSO4 10 % sampai terbentuk suasana asam, kemudian ditambahkan dengan H2O.
2. Sampel dipanaskan sampai mendidih.
3. Benang wool dimasukkan ke dalam larutan sampel.
4. Dididihkan selama 10 menit.
5. Benang wool diambil dan dicuci sampai bersih lalu dibagi menjadi dua bagian :
a. Benang wool ditetesi dengan NH4OH 10 %, bila terjadi wara hijau kotor berarti zat pewrna yang digunakan termasuk dalam zat pewarna yang diperbolehkan.
b. Benang wool ditambahan dengan H2O dan dididihkan selama 10 menit lalu ditambahkan NH4OH 10 %. Kemudian benang wool diambil dan diganti dengan yang baru. Jika benang wool yang baru tersebut dan cairannya berwarna ( tidak jernih ) maka berarti bahwa zat pewarna yang digunakan termasuk dalam golongan pewarna yang diperbolehkan.
ii. Pewarna Yang tidak Diperbolehkan
1. Sampel ditambahkan dengan NH4OH 10 % sampai terbentuk suasana basa, lalu ditambahkan H2O dan dipanaskan sampai mendidih, kemudian tambahkan benang wool.
2. Dididihkan selama 10 menit.
3. Benang wool diambil dan dicuci sampai bersih.
4. Ditambahkan CH3COOH / asam asetat encer.
5. Benang wool diambil dan diganti dengan yang baru.
6. Dididihkan sampai 10 menit. Bila benang wool berwarna berarti pewarna yang terkandung dalam sampel tersebut termasuk pewarna yang tidak diperbolehkan.
d. Tujuan
Praktikum pemeriksaan pewarna makanan dan minuman bertujuan untuk mengetahui apakah zat pewarna yang terkandung dalam suatu makanan atau minuman layak untuk dikonsumsi atau tidak.
BAB IV
PEMBAHASAN
Zat pewarna dari sumber alami telah digunakan untuk makanan, obat-obatan, dan kosmetika. Zat pewarna alami kini telah banyak digantikan dengan pewarna buatan yang memberikan lebih banyak kisaran warna yang telah dibakukan. Zat pewarna sintetis, secara umum dapat dibagi kedalam dua golongan, yaitu zat pewarna asam, dan zat pewarna dasar. Contoh pewarna dari jenis asam adalah amaranth dan tartrazine. Sebagian besar pewarna yang dinyatakan aman untuk digunakan, dipakai sebagia pewarna makanan dan sediaan obat-obatan. Pewarna tersebut merupakan garam natrium dari asam sulfat.
Zat pewarna juga digunakan sebagai zat diagnostic, desinfektan dan, zat dalam proses pengobatan. Zat warna merah, seperti garam aluminium atau kalsium dari zat warna larut air, sering kali ditambahkan pada aluminium hidroksida, dan sering digunakan sebagai pewarna pada tablet dan gelatin pada kapsul. Stabilitas warna dari zat pewarna dipengaruhi oleh cahaya, pH, oksidator, reduktor, dan surfaktan.
Penambahan bahan pewarna makanan mempunyai beberapa tujuan, di antaranya adalah memberi kesan menarik bagi konsumen, menyeragamkan dan menstabilkan warna, serta menutupi perubahan warna akibat proses pengolahan dan penyimpanan ( Mudjajanto, 2003 ).
Secara garis besar pewarna dibedakan menjadi dua, yaitu pewarna alami dan sintetik. Kelemahan pewarna alami ini adalah warnanya yang tidak homogen dan ketersediaannya yang terbatas, sedangkan kelebihannya adalah pewarna ini aman untuk dikonsumsi. Jenis yang lain adalah pewarna sintetik. Pewarna jenis ini mempunyai kelebihan, yaitu warnanya homogen dan penggunaannya sangat efisien karena hanya memerlukan jumlah yang sangat sedikit. Akan tetapi, kekurangannya adalah jika pada saat proses terkontaminasi logam berat, pewarna jenis ini akan berbahaya. Khusus untuk makanan dikenal pewarna khusus makanan (food grade). Padahal, di Indonesia, terutama industri kecil dan industri rumah tangga, makanan masih sangat banyak menggunakan pewarna nonmakanan (pewarna untuk pembuatan cat dan tekstil).
Dari hasil praktikum dan pengamatan didapatkan data bahwa sampel (air kunyit) yang berwarna kuning adalah mengandung pewarna yang diperbolehkan sebagai pewarna pada makanan. Hal ini ditunjukkan dengan melihat hasil praktikum. Benang wool yang digunakan setelah melalui proses pengujian sampel ketika ditetesi dengan NH4OH 10 % menjadi berwarna coklat gelap (berwarna kotor). Sedangkan ketika benang wool digunakan untuk sampel berwarna merah, benang wool juga berwarna merah dan air yang digunakan pada akhir pengujian juga berwarna merah. Hal itu menunjukkan bahwa sampel yang berwarna merah mengandung zat pewarna sintesis namun masih diperbolehkan. Pada benang wool yang digunakan untuk pengujian sampel yang berwarna biru, benang wool tetap berwarna biru dan air tetap jernih. Hal tersebut menunjukkan bahwa sampel mengandung pewarna yang tidak diperbolehkan.
Pewarna bertujuan untuk memberi kesan menarik bagi konsumen, menyeragamkan dan menstabilkan warna, serta menutupi perubahan warna akibat proses pengolahan dan penyimpanan. Namun hal ini harus mendapat perhatian, dikarenakan undang-undang penggunaan zat pewarna di Indonesia belum diterapkan secara tegas, maka terdapat kecenderunga terjadinya penyalahgunaan pemakaian zat pewarna untuk produk makanan dan minuman. Misalnya zat pewarna untuk tekstil dal kulit dipakai untuk mewarnai makanan atau minuman. Hal ini sangat membahayakan bagi kesehatan karena adanya residu logam berat pada pewarna tersebut. Timbulnya penyalahgunaan ini sebagian besar disebabkan oleh kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai zat pewarna untuk makanan dan minuman, atau tidak ada penjelasan yang rinci dalam label yang melarang penggunaan zat pewarna tertentu untuk pangan. Faktor lain adalah harga zat pewarna untuk tekstil yang jauh lebih murah dibandingkan dengan harga zat pewarna makanan. Harga zat pewarna makanan memang relatif lebuh tinggi karena bea masuknya jauh lebuh tinggi daripada bea masuk zat pewarna non makanan.
Rhodamine B, yaitu zat pewarna yang lazim digunakan dalam industri tekstil, namun digunakan sebagai pewarna makanan. Berbagai penelitian dan uji telah membuktikan bahwa dari penggunaan zat pewarna ini pada makanan dapat menyebabkan kerusakan pada organ hati. Pada uji terhadap mencit, diperoleh hasil ; terjadi perubahan sel hati dari normal menjadi nekrosis dan jaringan disekitarnya mengalami disintegrasi atau disorganisasi. Kerusakan pada jaringan hati ditandai dengan terjadinya piknotik (sel yang melakukan pinositosis ) dan hiperkromatik (pewarnaan yang lebih kuat dari normal) dari nukleus. Degenerasi lemak dan sitolisis dari sitoplasma. Batas antar sel tidak jelas, susunan sel tidak teratur dan sinusoid tidak utuh. Semakin tinggi dosis yang diberikan, maka semakin berat sekali tingkat kerusakan jaringan hati mencit. Secara statistik, terdapat perbedaan yang nyata antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan dalam laju rata-rata pertambaan berat badan mencit ( Anonimus, 2006 ).
Sedangkan menurut studi yang dilakukan oleh Universitas Hokoriku, Kanazawa, Jepang. Efek Rhodamine B pada kosmetik adalah pada proliferasi dari fibroblas yang diamati pada kultur sistem. Rhodamine B pada takaran 25 mikrogram/ml dan diatasnya secara signifikan menyebabkan pengurangan sel setelah 72 jam dalam kultur. Studi ini menghasilkan bahwa 50 mikrogram/ml dalam rhodamine B menyebabkan berkurangnya jumlah sel setelah 48 jam dan lebih. Studi ini juga menyarankan bahwa zat warna rhodamine B menghambat proliferasi tanpa mengurangi penggabungan sel. Gabungan [3H] timidine dan [14C] leusin dalam fraksi asam tidak terlarut dari membran sel secara signifikan dihambat oleh 50 mikrogram/ml Rhodamine B. Rhodamine 6G menyebabkan kerusakan sel yang parah dan rhodamine B secara signifikan mengurangi jumlah sel. Rhodamine 123 tidak memiliki efek yang berarti, sedangkan. Lebih jauh lagi, rhodamine B mengurangi jumlah sel vaskuler endothelial pada pembuluh darah sapi dan sel otot polos pada pembuluh darah hewan berkulit duri setelah 72 jam dalam kultur. Sehingga tidak berlebihan jika studi ini menyimpulkan bahwa rhodamine B menghambat proses proliferasi lipo fibroblast pada manusia.
Contoh daftar Bahan pewarna makanan yang diperbolehkan digunakan di Inggris :
1. Tartrazine, quinoline, yellow 2G, Sunset yellow FCF atau orange yellow S, carmoisine atau azorubine, amaranth, patent Blue V, ponceau 4R atau koksineal red A, eritrosin, indigo carmine, brown FK, Chocolate brown HT, black PN
2. Warna lain, seperti :
a. Merah Beetroot atau caramel betanin, karbon hitam atau vegetables karbon, klorofil, curcumin, riboflavin atau lactoflavin dan riboflavin-5-fosfat.
b. Karotenoids ; ƒÑ-Karotene, ƒÒ- Karotene, ƒ×-Karotene, annatto, bixin, norboxin, capsantin atau capsorubin, licopen.
c. Flavoxantin, lutein, kriptoxantin, rubixantin, violaxantin, rhodoxantin, canthaxantin dan antosianin.
d. Bahan alami yang memilki efek pewarnaan sekunder seperti ; paprika, kunyit, cendana.
e. Titanium dioksida, dan besi oksida dan besi hidroksida
f. Alumunium, emas, dan perak untuk pewarnaan bagian luar gula. Pigmen rubine atau litol rubine untuk kulit keju, dan metil violet untuk daging dan buah citrus.
g. Zat pewarna alami yang telah diizinkan
h. Kecuali untuk pigmen rubin, zat pewarna asam yang diizinkan dan garam dari natrium, kalsium, kalium dan aluminium.
( Anonimus, 2006 ) Selain itu ada beberapa contoh zat pewarna alami yang biasa dgunakan pada bahan makanan. Biskin, memberikan warna kuning mentega sampai kuning buah persik. Biskin dipeoleh dari pohon Bixa orellana yang terdapat di daerah tropis. Biskin sering digunakan untuk mewarnai mentega, margarin, minyak jagung, dan salad dressing. Karamel, berwarna coklat gelap hasil dari pemanasan terkontrol molase, hidrolisis (pemecahan) zat pati, dextrose, gula pasir, laktosa, sirup malt dan gula invert. Karamel terdiri dari jenis : karamel/untuk roti, biskuit dan cake serta karamel kering. Chocineal, diperoleh dari hewan coccus cacti betina yang dikeringkan ( hewan ini hidup pada sejenis kaktus di kepulauan Canary dan Amerika Selatan ), bisa memberikan warna merah. Karmin, diperoleh dengan cara mengekstrasi asam karminat dan dilapisi aluminium. Biasa digunaka untuk melapisi bahan berprotein, berwarna merah jambu Uncertified atau pewarna sintetis tidak dapat digunakan sembarangan. Di negara maju, pewarna jenis ini harus melalui proses sertifikasi terlebih dahulu sebelum digunakan pada bahan makanan. Di Indonesia peraturan penggunaan zat pewarna sintetik diatur melalui SK Menkes RI No. 11332/A/SK?73. zat pewarna sintetis dibagi menjadi tiga akelimpok yaitu FD dan C color untuk makanan, obat-obatan dan kosmetik, D&C color yang diizinkan untuk dipakai pada obat-obatan da kosmetik dalam jumlah yang dibatasi. Contoh pewarna sintetis yang bisa digunakan pada bahan makanan : F&DCRed No. 2, FD&C yellow No.5, FD&C yellow No. 6 (sunset yellow), FD&C yellow No. 4 (Panceau SX), tartrazin untuk warna kuning, blilliant blue untuk warna biru, alura red untuk warna merah.
BAB V
PENUTUP
1. Penggunaan pewarna sintetis yang tidak proporsional bisa mengganggu kesehatan. Bahan pewarna sintetis yang boleh digunakan untuk makanan (food grade) pun harus dibatasi jumlahnya. Karena pada dasarnya, setiap benda sintetis yang masuk ke dalam tubuh kita akan menimbulkan efek. Meski demikian, pewarna sintetis masih sangat diminati oleh para produsen makanan.
2. Dari hasil praktikum, dapat diketahui bahwa air kunyit yang berwarna kuning positif mengandung pewarna yang diperbolehkan, air sampel yang berwarna biru negatif mengandung pewarna yang diperbolehkan dan air sampel yang berwarna merah positif mengandung pewarna yang diperbolehkan.
3. Pilihan terbaik tentu saja tetap pewarna alami, karena ia adalah bahan alam yang tidak menimbulkan efek negatif pada tubuh. Bagi konsumen, perlu juga mengetahui ciri-ciri pewarna yang tidak baik. Pertama, carilah makanan atau minuman yang warnanya tidak terlalu mencolok. Tidak menutup kemungkinan warna yang terlalu mencolok tersebut berasal dari bahan pewarna non food grade, seperti pewarna teksil yang berbahaya bagi kesehatan. Sedangkan untuk melihat pewarna yang halal dan yang tidak, secara kasat mata memang agak sulit.
DAFTAR PUSTAKA
Anonimus. 2006. Gambaran Penggunaan Zat Warna di Inggris. http://www.depkes.go.id/index.php?option=news&task=viewarticle&sid=1557
Anonimus. 2006. Dilema Pewarna Makanan. http://www.halalguide.info/content/view/255/38/
Birch, G.G, K, J.Parker, and J.T worgon. 1976. Food From Waste. Apllied Science : London
Mudjajanto. 2003. Tahu, Makanan Favorit yang Keamanannya Perlu Diwaspadai. http://www.depkes.go.id/index.php?option=articles&task=viewarticle&artid=179&Itemid=3
Siagian, Albiner. 2002. Bahan Tambahan Makanan. http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-albiner.pdf