BAB I
PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Saat ini, masih banyak pemanis buatan atau sintetis yang beredar dan digunakan sebagai pemanis dalam berbagai produk makanan dan minuman, termasuk yang digunakan dalam beberapa produk minuman berenergi. Hal ini merupakan contoh kasus penggunaan bahan kimia yang belum diawasi secara penuh. Padahal, pihak produsen dapat menggunakan pihak pengawas dalam hal ini Badan Pengawasan Obat dan Makanan (POM) serta Departemen Kesehatan (Depkes) untuk merekomendasikan jenis pemanis lain yang lebih aman. Beberapa pemanis tersebut adalah senyawa-senyawa turunan sukrosa (gula tebu), jenis gula reduksi poliol atau gula alkohol dan gula dari pati-patian (starch sweetener).
Pengamatan secara kualitatif terhadap jenis pemanis pada makanan jajanan menunjukkan bahwa pemanis yang digunakan pada sebagian besar makanan jajanan adalah campuran pemanis sintetis sakarin dan siklamat. Pemanis sakarin dan siklamat terdapat pada berbagai jenis makanan jajanan. Sedangkan untuk pemanis jenis dulcin tidak ada, karena di Indonesia sudah dilarang beredar, yaitu berdasarkan pada Permenkes No 722/MenKes/Per/IX/1988.
b. Landasan Teori
Menurut WHO (1983) seperti yang dikutip oleh Frank C.Lu (1995), zat tambahan makanan adalah “bahan apapun yang biasanya tidak digunakan sebagai bahan-bahan khas untuk makanan, baik mempunyai nilai gizi atau tidak, yang bila ditambahkan dengan sengaja pada makanan untuk tujuan teknologi (termasuk organoleptik) dalam pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengmasan, pengangkutan, atau penanganan makanan akan mengakibatkan atau dapat diharapkan berakibat (secara langsung atau tak langsung) makanan itu atau mempengaruhi ciri-ciri makanan itu. Istilah ini tidak mencakup ‘pencemar’ atau zat-zat yang ditambahkan pada makanan untuk mempertahankan atau memperbaiki mutu gizi”.
Pemanis merupakan senyawa kimia yang sering ditambahkan dan digunakan untuk keperluan produk olahan pangan, industri serta minuman dan makanan kesehatan. Menurut peraturan Menteri Kesehatan (Menkes) RI Nomor 235, pemanis termasuk ke dalam bahan tambahan kimia, selain zat yang lain seperti antioksidan, pemutih, pengawet, pewarna, dan lain sebagainya. Pemanis alternatif umum digunakan sebagai pengganti gula jenis sukrosa, glukosa atau fruktosa. Ketiga jenis gula tersebut merupakan pemanis utama yang sering digunakan dalam berbagai industri. Pemanis berfungsi untuk meningkatkan cita rasa dan aroma, memperbaiki sifat-sifat fisik, sebagai pengawet, dan untuk memperbaiki sifat-sifat kimia sekaligus merupakan sumber kalori bagi tubuh. (Rismana, 2002).
Glukosa adalah suatu aldoheksosa dan sering disebut dekstrosa, karena mempunyai sifat dapat memutar cahaya terpolarisasi ke arah kanan. Di alam, glukosa terdapat dalam buah-buahan dan madu lebah. Dalam dunia perdagangan, glukosa dikenal sirup glukosa, yaitu suatu larutan glukosa yang sangat pekat, sehingga mempunyai viskositas atau kekentalan yang tinggi. Sirup glukosa ini diperoleh dari amilum melalui proses hidrolisis yang asam. (Poedjiadi, 1994).
Madu lebah selain mengandung glukosa juga mengandung fruktosa. Fruktosa adalah suatu ketohektosa yang mempunyai sifat memutar cahaya terpolarisasi ke arah kiri dan karenanyadisebut juga levulosa. Pada umumnya, monosakarida dan disakarida mempunyai rasa manis. Fruktosa mempunyai rasa lebih manis daripada glukosa, juga lebih manis daripada sukrosa atau gula tebu. (Poedjiadi, 1994).
Sukrosa adalah gula yang kita kenal sehari-hari, baik yang berasal dari tebu maupun dari bit. Selain pada tebu dan bit, sukrosa terdapat pula pada tumbuhan lain, misalnya dalam buah nanas dan dalam wortel. Dengan hidrolisis, sukrosa akan dipecah dan menghasilkan glukosa dan fruktosa. (Poedjiadi, 1994).
Berdasarkan proses produksi dikenal suatu jenis pemanis yaitu sintetis dan natural atau alami. Sedangkan berdasarkan fungsinya, pemanis dibagi dalam dua kategori yaitu bersifat nutritif dan non-nutritif. Pemanis sintetis dihasilkan melalui proses kimia. Contoh dari pemanis ini antara lain taumatin, alimat, siklamat, aspartam, dan sakarin. Pemanis natural dihasilkan dari proses ekstraksi atau isolasi dari tanaman dan buah atau melalui enzimatis, contohnya sukrosa, glukosa, fruktosa, sorbitol, mantitol, dan isomalt. (Rismana, 2002).
Pemanis nutritif adalah pemanis yang dapat menghasilkan kalori atau energi sebesar 4 kalori/gram. Sedangkan pemanis non-nutritif adalah pemanis yang digunakan untuk meningkatkan kenikmatan cita rasa produk-produk tertentu, tetapi hanya menghasilkan sedikit energi atau sama sekali tidak ada. Pemanis jenis ini banyak membantu dalam manajemen mengatasi kelebihan berat badan, kontrol glukosa darah, dan kesehatan gigi. (Rismana, 2002).
Menurut Frank C.Lu (1995), bahan pemanis buatan mempunyai suatu rasa manis yang kuat tetapi nilai kalorinya sedikit atau tidak ada. Karena itu berguna bagi penderita diabetes dan siapa saja yang ingin menikmati rasa manis tanpa tambahan asupan kalori. Selain itu, bahan pemanis buatan yang menonjol adalah sakarin, siklamat, dan aspartame.
Natrium siklamat dalam industri makanan dipakai sebagai bahan pemanis nirgizi (non-nutritive) untuk mengganti sukrosa. (Sudarmadji, 1982). Sedangkan menurut Wiranto (1984), meski ditemukan zat pemanis sintetis, tetapi hanya bebrapa saja yang boleh dipakai dalam bahan makanan dan yang mula-mula digunakan adalah garam Na- dan Ca- siklamat yang kemanisannya tiga puluh kali kemanisan sukrosa.
Perubahan kecil pada struktur kimia dapat mengubah rasa senyawa dari manis menjadi pahit atau tidak berasa. Contohnya Beidler (1966) meneliti sakarin dan senyawa penyulihnya. Sakarin kemanisannya 500 kali gula. (de Man, 1977).
BAB II
PELAKSANAAN
a. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum pemeriksaan kualitatif bahan pemanis dalam makanan dan minuman adalah :
1. Gelas ukur
2. Beker glass
3. Labu pemisah
4. Cawan porselen
5. Kompor
6. Water bath (pengukus)
7. Pipet ukur
8. Pipet tetes
9. Tabung reaksi
10. Indikator universal
b. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam pemeriksaan kualitatif bahan pemanis dalam makanan dan minuman adalah :
1. Residu (5 ml)
2. Larutan H2SO4 (secukupnya)
3. Larutan eter (50 ml)
4. Aquades (10 ml)
5. Larutan K.Na Tartrat 3% (0,5 ml)
6. Larutan Nessler (0,5 ml)
7. 5 tetes larutan NaNO2 10%
8. 5 tetes larutan BaCl2 10%
c. Prosedur Kerja
Prosedur kerja dari praktikum pemeriksaan kualitatifbahan pemanis dalam makanan dan minuman adalah sebagai berikut :
1. 100 ml sampel diasamkan dengan larutan H2SO4
2. Lapisan eter dipisahkan sampai berbentuk residu, kemudian ditambahkan 10 ml aquades
3. Setelah itu, dibagi menjadi 2 (dua) bagian, satu bagian untuk pemeriksaan sakarin (bagian I), dan bagian yang lain (bagian II) untuk pemeriksaan siklamat. Bagian I dan II diperiksa kandungan pemanisnya secara kualitatif yaitu :
i. Bagian I (Pemeriksaan Sakarin)
a. Residu ditambah 0,5 ml larutan K.Na Tartrat 3%
b. Kemudian tambahkan 0,5 ml Nessler dan dikocok
c. Masukkan ke dalam tabung reaksi dan amati warna dan endapan yang terbentuk
ii. Bagian II (Pemeriksaan Siklamat)
a. Residu ditambah 5 tetes larutan NaNO2 10%
b. Lalu tambahkan 5 tetes larutan BaCl2 10%
c. Masukkan ke dalam water bath selama 10 menit untuk dipanaskan
d. Amati perubahan yang terjadi
d. Tujuan
Praktikum pemeriksaan kualitatif bahan pemanis dalam makanan dan minuman bertujuan untuk :
1. Agar mahasiswa mengetahui cara penentuan ada tidaknya bahan tambahan makanan dalam makanan dan minuman.
2. Agar mahasiswa dapat mengetahui ada tidaknya bahan tambahan makanan dan minuman dalam sampel.
BAB III
HASIL PEMERIKSAAN
BAB IV
PEMBAHASAN
Sakarin dan Siklamat merupakan pemanis sintetik atau buatan yang penggunaannya sudah cukup luas di dalam masyarakat. Kedua jenis pemanis itu memiliki ciri-ciri yang berbeda yaitu :
a. Sakarin dengan rumus molekul C2H5NO3S memiliki sifat sebagai berikut :
1. Intensitas rasa manis sangat tinggi, kira-kira 200-700 kali lebih manis dari sukrosa.
2. Berat molekul 183,18.
3. Masih dapat dirasakan manis dalam pengenceran 1:100.000
4. Panas pembakaran sakarin sebesar 4,753 kkal/gram.
5. Absorbsi spektroskopis maksimum dalam 0,1N NaOH tercapai pada panjang gelombang 267,3 nm.
6. Mudah larut dalam larutan alkali karbonat, dan sedikit larut dalam kloroform atau ester.
b. Siklamat dengan rumus molekul C6H11NHSO3Na memiliki sifat sebagai berikut :
1. Sangat mudah larut dalam air, dan tidak larut dalam alkohol, eter, benzene dan kloroform.
2. Intensitas kemanisan siklamat lebih rendah dari sakarin, yaitu sekitar 30 kali tingkat kemanisan sukrosa.
3. Rasa manis siklamat masih dapat dirasakan sampai pengenceran 1:10.000
4. Tahan panas, sehingga sesuai untuk dipakai dalam makanan yang diproses (kemasan).
Berdasarkan hasil praktikum, diperoleh hasil bahwa sampel mengandung pemanis sintetis berupa sakarin dan siklamat. Untuk sakarin dapat diketahui pada hasil perlakuan dengan K.Na Tartrat dan Nessler yang menghasilkan larutan berwarna kuning dan adanya endapan kuning yang terbentuk. Selain itu, pada sampel mengandung siklamat terdapat endapan putih yang terbentuk pada dasar larutan sampel setelah ditambahkan NaNO3 dan larutan BaCl2.
Zat pemanis sintetis sakarin dan siklamat merupakan jenis zat pemanis yang sebetulnya khusus ditujukan bagi penderita diabetes atau konsumen dengan diet rendah kalori.Penggunaan sakarin yang tidak seharusnya dapat menyebabkan gangguan kesehatan, seperti dapat menimbulkan kanker kandung kemih pada tikus percobaan. Siklamat berbahaya karena hasil metabolismenya, yaitu sikloheksamina bersifat karsinogenik sehingga ekskresi lewat urin dapat merangsang pertumbuhan tumor pada kandung kemih tikus percobaan.
Pemakaian sakarin dan siklamat telah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 10/79/A/SK/74 tahun 1974 untuk sakarin, yang membolehkan penggunaan sakarin dalam kadar maksimum yang jauh lebih kecil daripada siklamat yang diperbolehkan dan untuk makanan khas olahan khusus (berkalori rendah) dan untuk penderita Diabetes Mellitus, kadar maksimum sakarin yang diperbolehkan adalah 0,15ppm. Sedangkan untuk minuman adalah 0,005ppm. Adapun untuk pemakaian siklamat diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 10/79/A/SK/74 tahun 1974 yang membolehkan kadar maksimum asam siklamat dalam makanan berkalori rendah dan untuk penderita Diabetes Mellitus adalah 2,0ppm dan untuk bahan minuman (yang diizinkan ditambah pemanis) kadar siklamat maksimum yang diperbolehkan hanya 0,06ppm.
Seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi produksi bahan kimia dan teknologi pengolahan pangan atau produk farmasi dan kesehatan, bahan pemanis alternatif natural mulai banyak digunakan. Hal ini juga ditunjang oleh tren back to nature dan adanya kesadaran konsumen untuk menggunakan produk yang aman dan bergizi. Penggunaan pemanis natural juga dipacu oleh adanya data-data penelitian yang menunjukkan efek samping dalam penggunaan pemanis sintetis, yaitu bersifat karsinogenik.
Tujuan digunakan bahan pemanis alternatif antara lain untuk mengembangkan jenis minuman dan makanan dengan jumlah kalori terkontrol, mengontrol program pemeliharaan dan penurunan berat badan, mengurangi kerusakan gigi, dan sebagai bahan substitusi pemanis utama. Selain itu, pemanis alternatif dengan nilai kalori rendah sangat dibutuhkan untuk penderita diabetes atau gula tinggi sebagai bahan substitusi gula reduksi lainnya.
Trend saat ini menunjukkan adanya penggunaan kombinasi dua jenis pemanis untuk produk tertentu. Kombinasi ternyata menyebabkan sinergi pada tingkat kemanisan, sehingga menguntungkan karena akan mengurangi pemakaian jumlah pemanis dan meningkatkan cita rasa produk. Pemilihan penggunaan bahan pemanis alternatif yang baik biasanya didasarkan pada sifat-sifatnya yang menyerupai sukrosa. Yaitu tingkat kemanisan mendekati sukrosa, tidak berwarna, tidak berbau, mempunyai cita rasa yang menyenangkan, aman dikonsumsi, dan mudah larut.
Ada beberapa pemanis alternatif yang dapat digunakan yang aman bagi kesehatan. Turunan (derivat) sukrosa yang dihasilkan melalui proses fermentasi, pirolisis, beberapa senyawa poliol jenis gula, reduksi poliol atau gula alkohol, dan gula dari pati-patian seperti high fructose syrup (HFS), merupakan bahan pemanis alternatif yang potensial untuk menggantikan pemanis sintetis. Pemanis-pemanis tersebut selain aman untuk digunakan, juga mempunyai tingkat kemanisan yang cukup tinggi.
Selain itu, gula dari pati-patian (starch sweetener) dapat dijadikan pemanis. Gula dari pati-patian adalah pemanis non tebu seperti halnya gula kelapa, gula aren dan gula bit. Contoh pemanis ini adalah high fructose syrup (HFS), fruktosa, glukosa, dan inulin. HFS diproses dari pati jagung, gandum, beras, kentang dan umbi-umbian lainnya melalui proses ekstraksi enzimatik dan mikrobial.
Selain itu, sukralosa yang dihasilkan dari proses klorinasi sukrosa dapat dijadikan bahan pemanis alternatif . Pemanis ini mempunyai tingkat relatif kemanisan yang sangat tinggi terhadap sukrosa yaitu 550-750 kalinya. Keuntungan lain pemanis ini adalah sifatnya yang tidak menyebabkan karies dan tidak merusak gigi, sehingga cocok untuk digunakan dalam industri kembang gula. Sukralosa juga bersifat non-nutritif, dicirikan dari rendahnya kalori yang dihasilkan yaitu sekitar 2 kalori per satu sendok teh, sehingga dapat digunakan untuk penderita diabetes dan program penurunan berat badan.
Masih banyak sebenarnya pilihan bahan pemanis alternatif yang aman dan bergizi yang dapat digunakan produsen untuk substitusi bahan pemanis sintetis di industri makanan dan minuman. Tetapi bagaimanapun penggunaan ini harus didasari oleh niat baik produsen untuk menghasilkan produknya yang bergizi serta sehat dan tidak hanya menitikberatkan pada besarnya keuntungan semata. Keberhasilan ini tentunya harus ditunjang peran aktif pihak pengawas, yaitu Badan POM dan Depkes di dalam implementasi fungsi pengawasan peredaran makanan dan minuman yang sehat, terutama dalam merekomendasikan jenis pemanis yang aman.(Rismana, 2002).
BAB V
PENUTUP
1. Zat pemanis sintetis sakarin dan siklamat merupakan jenis zat pemanis yang sebetulnya khusus ditujukan bagi penderita diabetes atau konsumen dengan diet rendah. Namun ada beberapa produsen makanan dan minuman yang menggunakan sakarin dan siklamat karena memiliki tingkat kemanisan yang sangat tinggi dibandingkan dengan gula.
2. Berdasarkan hasil praktikum, diketahui bahwa sampel minuman mengandung pemanis sinteteis yaitu sakarin dan siklamat.
3. Sebaiknya digunakan bahan pemanis yang alami atau natural. Jika tidak, dapat menggunakan bahan pemanis alternatif yang lebih aman bagi kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA
De Man, John M. 1997. Kimia Makanan : Edisi Kedua. ITB, Bandung.
Lu, Frank C. 1995. Toksikologi Dasar: Asas, Organ, Sasaran, dan Penilaian Resiko, Edisi 2. UI Press, Jakarta.
Poedjiadi, Anna. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. UI Press, Jakarta.
Rismana, Eriawan. 2002. Beberapa Bahan Pemanis Alternatif yang Aman. http://www.kompas.com/kesehatan/news/0212/07/201426.htm. Diakses tanggal 15 Desember 2006.
Sudarmadji, Slamet. 1982. Bahan-Bahan Pemanis. Agritech, Yogyakarta.
Winarno, F.G. 1984. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia, Jakarta.