Pasquale Buzzelli bisa dibilang orang paling beruntung sejagat karena selamat dari menara kembar WTC New York yang runtuh dihantam pesawat. Selang 11 tahun sejak peristiwa tersebut terjadi, Buzelli baru bisa mengatasi traumanya dan bersedia mengisahkan pengalaman mengerikan tersebut.
Oleh media Amerika Serikat, lelaki 43 tahun ini dianggap legenda karena berhasil selamat dengan "berselancar" di antara reruntuhan. Pasca peristiwa tersebut, trauma dan rasa bersalah karena masih hidup sementara 2.996 orang lainnya mati terkubur, membuatnya menutup mulut rapat-rapat.
Diberitakan Daily Mail, lelaki 43 tahun ini tengah berada di lift untuk menuju kantornya di lantai 64 Menara Utara WTC saat pesawat pertama menghantam pada pukul 8.46 pagi. Bukannya melarikan diri, Buzzelli yang bekerja sebagai teknisi struktur bangunan ini tetap di mejanya dan melihat berita.
Pesawat kedua menghantam gedung tempat dia bekerja. Buzzelli bersama ribuan pekerja lainnya langsung dievakuasi. Sesampainya dia di lantai 22, gedung tersebut runtuh. Dia mengaku langsung meringkuk, menutupi wajah dan tangannya, berusaha sedekat mungkin dengan dinding agar tidak tertimpa puing dari atas.
"Saat itu saya merasa dinding dan lantai tempat saya berdiri retak dan terbelah. Saya berkata pada diri saya sendiri: 'Ya Tuhan, saya tidak percaya ini. Saya akan mati.' Saya langsung teringat istri saya yang sedang hamil," kata dia. Saat itu, istrinya tengah hamil anak ketiga mereka.
Keberuntungan mulai dari sini memihaknya. Tidak ada reruntuhan yang mampir di kepalanya, namun dia jatuh dari lantai 22 hingga ke lantai tujuh saat menara runtuh. Dia mendarat dari puing ke puing, "berselancar" dari atas hingga ke bawah.
Tiga jam dia tidak sadarkan diri, dikelilingi oleh beton dan baja yang hancur berkeping-keping. Kakinya terluka parah. "Saya kaku, tidak merasakan apapun. Ketika membuka mata, saya melihat langit biru. Saya kira saya sudah mati, sampai saya batuk dan merasakan sakit yang teramat di kaki. Lalu saya mulai teriak minta tolong," kata Buzzelli.
Trauma Berat
Dia ditemukan oleh dua pemadam kebakaran, Mike Lyons dan Mike Moribito, yang menolak larangan untuk turun ke reruntuhan mencari korban selamat. Mereka menemukan Buzzelli duduk di atas gunungan puing, persis seperti raja.
"Dia seperti berada di istana. Dia duduk di bawah terik matahari, persis seperti raja di puncak bukit. Saya ingat betul saat itu," kata Moribito.
Sejak saat itu, Buzzelli mengalami trauma berat dan rasa bersalah yang parah. Ini juga dialami oleh Lyons dan Moribito yang membantu evakuasi ribuan korban tewas. Setelah 11 tahun, barulah Buzzelli bisa menceritakan kisahnya.
"Waktu menyembuhkan segala luka dan kau mulai bersyukur. Dengan kelahiran Mia (putrinya), saya akhirnya bisa menghilangkan perasaan bersalah. Saya sadar, cara terbaik untuk menghargai mereka yang tewas adalah dengan menjadi manusia terbaik," ujarnya.
Kisahkan akan ditayangkan di Discovery Channel dan program dokumenter 9/11 The Miracle Survivor di Channel 4 minggu depan. Ceritanya juga akan dituangkan di buku elektronik berjudul "We All Fall Down: The True Story of the 9/11 Surfer" yang akan dipublikasikan di situs Amazon 8 September mendatang.
Oleh media Amerika Serikat, lelaki 43 tahun ini dianggap legenda karena berhasil selamat dengan "berselancar" di antara reruntuhan. Pasca peristiwa tersebut, trauma dan rasa bersalah karena masih hidup sementara 2.996 orang lainnya mati terkubur, membuatnya menutup mulut rapat-rapat.
Diberitakan Daily Mail, lelaki 43 tahun ini tengah berada di lift untuk menuju kantornya di lantai 64 Menara Utara WTC saat pesawat pertama menghantam pada pukul 8.46 pagi. Bukannya melarikan diri, Buzzelli yang bekerja sebagai teknisi struktur bangunan ini tetap di mejanya dan melihat berita.
Pesawat kedua menghantam gedung tempat dia bekerja. Buzzelli bersama ribuan pekerja lainnya langsung dievakuasi. Sesampainya dia di lantai 22, gedung tersebut runtuh. Dia mengaku langsung meringkuk, menutupi wajah dan tangannya, berusaha sedekat mungkin dengan dinding agar tidak tertimpa puing dari atas.
"Saat itu saya merasa dinding dan lantai tempat saya berdiri retak dan terbelah. Saya berkata pada diri saya sendiri: 'Ya Tuhan, saya tidak percaya ini. Saya akan mati.' Saya langsung teringat istri saya yang sedang hamil," kata dia. Saat itu, istrinya tengah hamil anak ketiga mereka.
Keberuntungan mulai dari sini memihaknya. Tidak ada reruntuhan yang mampir di kepalanya, namun dia jatuh dari lantai 22 hingga ke lantai tujuh saat menara runtuh. Dia mendarat dari puing ke puing, "berselancar" dari atas hingga ke bawah.
Tiga jam dia tidak sadarkan diri, dikelilingi oleh beton dan baja yang hancur berkeping-keping. Kakinya terluka parah. "Saya kaku, tidak merasakan apapun. Ketika membuka mata, saya melihat langit biru. Saya kira saya sudah mati, sampai saya batuk dan merasakan sakit yang teramat di kaki. Lalu saya mulai teriak minta tolong," kata Buzzelli.
Trauma Berat
Dia ditemukan oleh dua pemadam kebakaran, Mike Lyons dan Mike Moribito, yang menolak larangan untuk turun ke reruntuhan mencari korban selamat. Mereka menemukan Buzzelli duduk di atas gunungan puing, persis seperti raja.
"Dia seperti berada di istana. Dia duduk di bawah terik matahari, persis seperti raja di puncak bukit. Saya ingat betul saat itu," kata Moribito.
Sejak saat itu, Buzzelli mengalami trauma berat dan rasa bersalah yang parah. Ini juga dialami oleh Lyons dan Moribito yang membantu evakuasi ribuan korban tewas. Setelah 11 tahun, barulah Buzzelli bisa menceritakan kisahnya.
"Waktu menyembuhkan segala luka dan kau mulai bersyukur. Dengan kelahiran Mia (putrinya), saya akhirnya bisa menghilangkan perasaan bersalah. Saya sadar, cara terbaik untuk menghargai mereka yang tewas adalah dengan menjadi manusia terbaik," ujarnya.
Kisahkan akan ditayangkan di Discovery Channel dan program dokumenter 9/11 The Miracle Survivor di Channel 4 minggu depan. Ceritanya juga akan dituangkan di buku elektronik berjudul "We All Fall Down: The True Story of the 9/11 Surfer" yang akan dipublikasikan di situs Amazon 8 September mendatang.