Nasir mulai frustasi ketika kultur massal Nannochloropsis kedua kalinya tetap saja gagal. Tiga bak bervolume 10 tonnya selama 2 hari tak menumbuhkan apapun. Dua hari mendung dan turun hujan memusnahkan semua Nannochloropsis nya. Mengapa ini terjadi dan bagaimana Nasir harus mengatasinya ?
(By: Ibnu Sahidhir dan Hussaini)
(By: Ibnu Sahidhir dan Hussaini)
Nasir belum memahami bahwa saat cahaya matahari kurang, fitoplankton lebih cenderung berespirasi daripada berfotosintesis dengan demikian membutuhkan banyak oksigen daripada menghasilkannya. Dalam keadaan blooming dan kekurangan oksigen maka plankton akan mati.
Ada beberapa cara sederhana untuk mengatasinya.
- Cara yang mudah dilakukan saat mendung adalah mengencerkan media; 20% dari volume awal mungkin mencukupi. Kepadatan nannochloropsis rendah membantunya untuk tetap memperoleh oksigen yang cukup.
- Turunkan kedalaman air kultur; maksimal 50 cm atau ratio volume/luas kolam = 500. Penetrasi cahaya rendah dapat mencukupi kebutuhan plankton untuk air dangkal.
- Meningkatkan turbulensi air juga dapat menambah efektif cara no.3. Waktu tempuh dari sisi gelap ke terang nannochloropsis lebih cepat, dengan demikian energi cahaya yang didapat lebih banyak.
- Saat matahari mulai bertambah sinarnya gunakan jenis pupuk yang mudah terserap yakni yang nitrogennya bersumber dari amonium. Amonium lebih mudah tereduksi menjadi amina dibanding nitrat. Amina akan digabung dengan gugus karboksil menjadi protein.
- Jika terjadi hujan, air laut perlu ditambahkan untuk mengembalikannya ke salinitas semula. Nannochloropsis memiliki kecepatan adaptasi salinitas rendah jika dibandingkan dengan chlorella.
Low light intensity ?
—Frequent failure of Nannochloropsis mass culture in wet season.
—Use artificial light ? Inefficient and inappropriate
Solutions
—Optical path 50 cm or ratio area/volume = 500 l/m2 to increase light penetration
—Dilute 20% culture medium to reduce cell density
—Full aeration/increase turbulence
—Use amonium as nitrogen source. Cells spend less energy to reduce it to NH2.