Bisnis pembuatan frame atau bingkai yang pernah booming pada era 1980-an, hingga kini belum surut peminatnya. Kebutuhan masyarakat akan dunia fotografi yang semakin tinggi membuat bisnis ini kian cemerlang.
Namun tak semua pebisnis bingkai bisa bertahan. Satu persatu mulai gulung tikar akibat berbagai tekanan seperti kenaikan harga BBM dan sulitnya bahan baku.
Dan salah satu yang bisa survive di dunia bingkai membingkai adalah para pengusaha yang berada di kawasan Mampang yang juga merupakan pusat produsen frame. Misalnya Mampang Frame milik Andhi KS.
Kiat-kiat jitu terus diterapkan Andhi agar bisa terus bertahan ditengah berbagai himpitan, sekaligus memanfaatkan peluang yang ada. Apa saja kiatnya?
"Promonya dari mulut ke mulut dan ketepatan waktu pemesanan. Satu hari sudah bisa selesai tergantung keinginan,"ujar Andhi dalam perbincangannya dengan detikFinance.
"Saya juga memberikan harga khusus bagi yang sebelumnya telah pesan kesini. Selain itu bagi pelanggan yang mereferensikan tokonya kepada oranglain tentunya ada fee. Kalau tidak gini bisa kalah kompetisi ketat. Banyak yang sudah tutup karena bermodal kecil sehingga tidak kuat berkompetisi," tambahnya lagi.
Andhi mematok harga bingkai yang cukup bervariasi mulai dari Rp 35.000 untuk ukuran 10R hingga Rp 50 juta tergantung tingkat kesulitan dan nilai seninya.
Lulusan sarjana komputer ini mengaku masuk bisnis bingkai membingkai karena merasa memiliki bakat seni yang kuat hingga ia memilih banting setir dari semula pegawai kantoran.
"Saya belajar otodidak dari mencontoh frame-frame yang dijual lalu mencoba buat kreasi sendiri," kenangnya.
"20 tahun lalu waktu saya mendirikan ini pada tahun 80an minta modal orang tua sekitar Rp 20 juta untuk membeli mesin produksi seperti moulding,dempul,compresor dll. syukurnya juga ada yang pesen hingga seharga Rp 50juta," ucap pria paruh baya.
Andhi juga menerapkan sistem jemput bola untuk menggarap pasar untuk hotel dan perkantoran, tentunya dengan memberi penawaran lewat proposal.
"Kalau mengharapkan datangnya pembeli itu susah, apalagi yang beli bingkai kan bukan karena musim. Jadi omset tidak pasti," ungkapnya.
Kini hasil karyanya telah menghiasi Apartemen Pakubuwono, restoran Izzi Pizza dan beberapa barber shop mewah. Untuk bahan baku ia lebih menyukai kayu pale, namun semenjak ramai isu ilegal logging ia merasa kesulitan mendapatkannya
"Itu membuat harga kayu pale naik hingga 20%, terpaksa harga jual frame ikut naik,"urainya.
Masalah lainnya adalah daya beli konsumen yang berkurang setelah kenaikan harga BBM mulai 24 Mei lalu.
"Sejak BBM naik,sebulan ini yang pesan turun 40%,"keluhnya.
Mengenai pesaing, Andhi menceritakan, dulunya ada kawasan yang menjadi pesaing yakni di Duren tiga dan Kemang namun sekarang telah banyak yang tutup.
Andhi optimistis frame kayu akan terus disukai ketimbang frame plastik impor. "Orang Indonesia lebih suka frame dari kayu karena lebih awet. Apalagi sekarang lagi tren frame minimalis," katanya yakin.
Sumber : detik.com
Namun tak semua pebisnis bingkai bisa bertahan. Satu persatu mulai gulung tikar akibat berbagai tekanan seperti kenaikan harga BBM dan sulitnya bahan baku.
Dan salah satu yang bisa survive di dunia bingkai membingkai adalah para pengusaha yang berada di kawasan Mampang yang juga merupakan pusat produsen frame. Misalnya Mampang Frame milik Andhi KS.
Kiat-kiat jitu terus diterapkan Andhi agar bisa terus bertahan ditengah berbagai himpitan, sekaligus memanfaatkan peluang yang ada. Apa saja kiatnya?
"Promonya dari mulut ke mulut dan ketepatan waktu pemesanan. Satu hari sudah bisa selesai tergantung keinginan,"ujar Andhi dalam perbincangannya dengan detikFinance.
"Saya juga memberikan harga khusus bagi yang sebelumnya telah pesan kesini. Selain itu bagi pelanggan yang mereferensikan tokonya kepada oranglain tentunya ada fee. Kalau tidak gini bisa kalah kompetisi ketat. Banyak yang sudah tutup karena bermodal kecil sehingga tidak kuat berkompetisi," tambahnya lagi.
Andhi mematok harga bingkai yang cukup bervariasi mulai dari Rp 35.000 untuk ukuran 10R hingga Rp 50 juta tergantung tingkat kesulitan dan nilai seninya.
Lulusan sarjana komputer ini mengaku masuk bisnis bingkai membingkai karena merasa memiliki bakat seni yang kuat hingga ia memilih banting setir dari semula pegawai kantoran.
"Saya belajar otodidak dari mencontoh frame-frame yang dijual lalu mencoba buat kreasi sendiri," kenangnya.
"20 tahun lalu waktu saya mendirikan ini pada tahun 80an minta modal orang tua sekitar Rp 20 juta untuk membeli mesin produksi seperti moulding,dempul,compresor dll. syukurnya juga ada yang pesen hingga seharga Rp 50juta," ucap pria paruh baya.
Andhi juga menerapkan sistem jemput bola untuk menggarap pasar untuk hotel dan perkantoran, tentunya dengan memberi penawaran lewat proposal.
"Kalau mengharapkan datangnya pembeli itu susah, apalagi yang beli bingkai kan bukan karena musim. Jadi omset tidak pasti," ungkapnya.
Kini hasil karyanya telah menghiasi Apartemen Pakubuwono, restoran Izzi Pizza dan beberapa barber shop mewah. Untuk bahan baku ia lebih menyukai kayu pale, namun semenjak ramai isu ilegal logging ia merasa kesulitan mendapatkannya
"Itu membuat harga kayu pale naik hingga 20%, terpaksa harga jual frame ikut naik,"urainya.
Masalah lainnya adalah daya beli konsumen yang berkurang setelah kenaikan harga BBM mulai 24 Mei lalu.
"Sejak BBM naik,sebulan ini yang pesan turun 40%,"keluhnya.
Mengenai pesaing, Andhi menceritakan, dulunya ada kawasan yang menjadi pesaing yakni di Duren tiga dan Kemang namun sekarang telah banyak yang tutup.
Andhi optimistis frame kayu akan terus disukai ketimbang frame plastik impor. "Orang Indonesia lebih suka frame dari kayu karena lebih awet. Apalagi sekarang lagi tren frame minimalis," katanya yakin.