ABSTRAK : Udang Putih (Litopenaeus vannamei Boone.) merupakan salah satu komoditas perikanan laut Indonesia yang memiliki nilai ekonomi tinggi baik di pasar domestik maupun global. Proses budidaya komoditas ini sudah berkembang secara pesat terutama penggunaan teknologi berdasarkan pada proses autotrof yang menggunakan proses fotosintesis fitoplankton sebagai faktor penentu produktivitas perairan tambak. Penggunaan sistem ini masih memiliki beberapa permasalahan seperti kualitas air dan konversi pakan yang tidak stabil. Untuk itu, perlu dikembangkan suatu sistem budidaya efektif untuk memecahkan permasalahan tersebut melalui sistem budidaya berbasis teknologi bioflok yang menggunakan komunitas mikroorganisme (mikroalga dan bakteri).
Penelitian ini bertujuan untuk memproduksi bioflok dari campuran mikroba pembentuk bioflok dalam skala pilot yang kemudian diaplikasikan dalam budidaya udang putih untuk mengetahui pengaruh penggunaannya dalam peningkatan efisiensi rasio konversi pakan.
Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap: (1) optimasi jumlah inokulum (10%, 15%, dan 20% (v/v)) dengan rasio mikroalga (Thalasiossira sp.) : bakteri (Achromobacter liquefaciens) = 1. (2) Aplikasi teknologi bioflok yang telah diproduksi untuk budidaya udang putih menggunakan 3 variasi perlakuan yaitu pemberian bioflok tanpa pakan (A), bioflok dan pengurangan feeding rate 50% (B), bioflok dan pengurangan feeding rate 25% (C), dan sebagai kontrol (K) adalah pemeliharaan udang dengan 100% pakan komersial. Penelitian dilakukan pada akuarium berukuran 40x 25x 20 cm3 dengan kondisi awal kultur menggunakan air laut bersalinitas 20 ppt. Kepadatan udang 50 ekor PL13 dengan berat ratarata (0,0043±0,0005) gram dan panjang rata-rata (0,5333±0,10328) cm digunakan sebagai stok awal penelitian. 10% (v/v) bioflok ditambahkan pada awal periode kultur dan suhu dijaga 30oC selama 35 hari periode kultur.
Hasil tahap pertama menunjukkan bahwa perlakuan dengan inokulum 10% (v/v) menghasilkan bioflok terbaik dengan struktur kompak, berwarna coklat keemasaan, dan berukuran lebih dari 100 μm yang terbentuk pada hari ke-4. Pada tahap kedua, kesintasan tertinggi sebesar (61,33±8,33)% diperoleh pada perlakuan B (pengurangan pakan 50%). Perlakuan C memberikan hasil laju pertumbuhan dan total biomassa udang putih tertinggi sebesar (0,0149±0,0003 gram/hari) dan (13,5±1,8676) gram. Nilai rasio konversi pakan (FCR) terbaik diperoleh pada perlakuan B sebesar (1,03±0,13) yang berbeda nyata (P<0,05) dengan perlakuan K (1,85±0,01).
Secara umum, penggunaan teknologi bioflok belum dapat meningkatkan kualitas air secara signifikan. Namun, penggunaan bioflok dan pengurangan pakan 25% secara signifikan mengurangi nilai FCR dan berpotensi untuk diaplikasikan dalam budidaya udang putih.
Penelitian ini bertujuan untuk memproduksi bioflok dari campuran mikroba pembentuk bioflok dalam skala pilot yang kemudian diaplikasikan dalam budidaya udang putih untuk mengetahui pengaruh penggunaannya dalam peningkatan efisiensi rasio konversi pakan.
Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap: (1) optimasi jumlah inokulum (10%, 15%, dan 20% (v/v)) dengan rasio mikroalga (Thalasiossira sp.) : bakteri (Achromobacter liquefaciens) = 1. (2) Aplikasi teknologi bioflok yang telah diproduksi untuk budidaya udang putih menggunakan 3 variasi perlakuan yaitu pemberian bioflok tanpa pakan (A), bioflok dan pengurangan feeding rate 50% (B), bioflok dan pengurangan feeding rate 25% (C), dan sebagai kontrol (K) adalah pemeliharaan udang dengan 100% pakan komersial. Penelitian dilakukan pada akuarium berukuran 40x 25x 20 cm3 dengan kondisi awal kultur menggunakan air laut bersalinitas 20 ppt. Kepadatan udang 50 ekor PL13 dengan berat ratarata (0,0043±0,0005) gram dan panjang rata-rata (0,5333±0,10328) cm digunakan sebagai stok awal penelitian. 10% (v/v) bioflok ditambahkan pada awal periode kultur dan suhu dijaga 30oC selama 35 hari periode kultur.
Hasil tahap pertama menunjukkan bahwa perlakuan dengan inokulum 10% (v/v) menghasilkan bioflok terbaik dengan struktur kompak, berwarna coklat keemasaan, dan berukuran lebih dari 100 μm yang terbentuk pada hari ke-4. Pada tahap kedua, kesintasan tertinggi sebesar (61,33±8,33)% diperoleh pada perlakuan B (pengurangan pakan 50%). Perlakuan C memberikan hasil laju pertumbuhan dan total biomassa udang putih tertinggi sebesar (0,0149±0,0003 gram/hari) dan (13,5±1,8676) gram. Nilai rasio konversi pakan (FCR) terbaik diperoleh pada perlakuan B sebesar (1,03±0,13) yang berbeda nyata (P<0,05) dengan perlakuan K (1,85±0,01).
Secara umum, penggunaan teknologi bioflok belum dapat meningkatkan kualitas air secara signifikan. Namun, penggunaan bioflok dan pengurangan pakan 25% secara signifikan mengurangi nilai FCR dan berpotensi untuk diaplikasikan dalam budidaya udang putih.
Kata kunci: udang putih, bioflok, Thalassiosira sp., Achromobacter liquefaciens, feeding rate
teks lengkap >>