Pemborosan APBN Capai Rp232 Triliun

JAKARTA (Berita Nasional) : Belanja negara Rp771,1 triliun dalam APBN 2007 tidak tepat sasaran. Pasalnya, sekitar Rp232 triliun terindikasi pemborosan karena habis untuk kepentingan birokrasi.

Data Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) mencatat indikasi pemborosan dalam belanja birokrasi yang dilakukan pemerintah pusat mencapai Rp102 triliun. Hal yang sama terjadi pada realisasi APBD tahun 2007.

Belanja birokrasi dalam APBD tahun 2007 di 467 daerah yang mencakup 33 provinsi dan 434 kabupaten/kota mencapai Rp130,4 triliun atau menyedot 39% total dana APBD.

Indikasi pemborosan tersebut, menurut Fitra, terlihat dari belanja birokrasi yang dialokasikan untuk pembangunan sarana dan prasarana yang tidak perlu.

"APBN dan APBD tahun 2007 belum dikelola untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Belanja negara akhirnya lebih banyak dialokasikan untuk membayar utang dan belanja birokrasi. Hampir seluruh departemen dan lembaga pemerintah menghabiskan 60%--70% anggarannya untuk kebutuhan birokrasi," kata Sekjen Fitra Arif Nur Alam di Jakarta, Minggu (13-1).

Buruknya kualitas belanja pemerintah terlihat dalam besarnya porsi belanja birokrasi daripada sektor utama yang seharusnya mendapat prioritas, seperti pendidikan dan kesehatan.

Arif menyebutkan kedua sektor tersebut hanya mendapat Rp66,6 triliun atau 8,9% dari total belanja negara dalam APBN 2007. "Dari Rp51,3 triliun (6,9%) anggaran pendidikan sebagian besar dihabiskan untuk birokrasi Rp29 triliun, gaji dan tunjangan Rp4,8 triliun, dan perkantoran Rp2,7 triliun. Hal seperti ini tidak hanya terjadi di Departemen Pendidikan Nasional," ujar Koordinator Analisis Fitra, Yeni Sucipto.

Pada umumnya belanja bantuan sosial dalam APBD didominasi kentalnya kepentingan politis kepala daerah.

"Belanja daerah Rp12,62 triliun atau 4% dari total belanja daerah Rp339,34 triliun, ternyata lebih banyak dikucurkan untuk tujuan politis kepala daerah terhadap para konstituennya," kata staf Fitra, Roy Salam.

Umumnya, bantuan politik berupa uang tunai dan barang yang dikemas dalam bentuk kegiatan sosial itu berupa bantuan pembangunan tempat ibadah dan pangan. Salah satu lembaga yang selama ini mendapat jatah dari dana bantuan sosial ini adalah partai politik.

Padahal, menurut Roy, Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 13 Tahun 2006 jelas meminta pemda mengalokasikan bantuan sosial setelah urusan wajib terpenuhi.

Dari 467 daerah yang dipantau Fitra, porsi bantuan sosial terbesar terdapat di Provinsi Papua yang mencapai Rp1,05 triliun atau sekitar 6,13% dari total APBD-nya, yakni Rp17,23 triliun. Sedangkan porsi terkecil bantuan sosial ditemukan di Provinsi Bali yang hanya 1,07% atau Rp64,7 miliar dari total APBD-nya yang berjumlah Rp6,04 triliun.

Pada kesempatan meresmikan Silaturahmi Kerja Nasional ICMI di Pekanbaru, kemarin, Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra) Aburizal Bakrie mengungkapkan anggaran pengentasan kemiskinan tahun ini meningkat 50% dari tahun lalu atau menjadi Rp80 triliun. Pada tahun 2005, program tersebut dianggarkan Rp18 triliun, tahun 2006 Rp32 triliun, dan tahun 2007 Rp42 triliun.

Dia mengakui persoalan penanggulangan kemiskinan terkendala kurangnya koordinasi antarsesama instansi pemerintah. Sebelumnya Departemen Keuangan (Depkeu) menilai perkembangan kinerja APBN-P tahun 2007 memuaskan. Hal itu tercermin dari kualitas belanja APBD yang meningkat dalam beberapa tahun terakhir. (*)
◄ Newer Post Older Post ►