Ide Bisnis | Bisnis Kue Keranjang

Perayaan Imlek dengan kue keranjang tak pernah terlewatkan. Kue keranjang bukan cuma sekedar kue tapi juga persembahan untuk Dewa Dapur yang turun dari langit pada saat tahun baru China.

Bagi banyak keturunan Tionghoa, nama kue keranjang mungkin sudah tidak asing lagi ditelinga. Kue bulat ini bercita rasa manis diharapkan bisa memberikan dorongan kepada Dewa, agar laporan yang dibawanya ke langit yang baik-baik saja.

Menurut kepercayaan orang-orang Tionghoa kue keranjang digunakan untuk persembahan Dewa Dapur yang turun dari langit pada saat tahun baru, bertugas melaporkan hal baik dan buruk selama tutup buku pergantian tahun.

Dalam perkembangannya, kue ini sudah menjadi ajang untuk bersilahrurahmi atau menjaga hubungan dengan saling mengirim kue keranjang menjelang perayaan Imlek kepada sanak saudara maupun rekanan bisnis.

Meski hanya ramai menjelang Imlek, bisnis kue keranjang tak pernah lekang. Sebut saja Siti Lauw atau Ouw Thio Nio atau yang biasa disapa Nyonya Lauw mengawali bisnis pembuatan kue keranjang sejak tahun 1962 lalu.

Tidak ada yang menyangka kalau bisnis kue keranjangnya tetap langgeng dan bertahan di lidah para pelanggannya hingga sekarang.

"Saya pun tidak sengaja, dengan memulai membuat dodol hanya 4 liter per hari pada waktu itu, lalu berkembang membuat kue keranjang sampai sekarang, permintaannya pun terus bertambah," kata Lauw saat ditemui detikFinance, di kediamannya yang juga menjadi pabrik kuenya, di Tangerang, Banten.

Diakuinya, bisnis kue keranjang adalah bisnis musiman saja, yang permintaanya sangat tinggi menjelang Imlek. Meskipun hanya musiman keuntungannya luar biasa. Ia menyiasati produksinya pada hari di luar Imlek dengan membuat aneka dodol berbagai cita rasa.

"Orang-orang sudan banyak pesan sebelum 1 bulan perayaan Imlek, sekarang ini puncak permintaannya," jelasnya.

Saat ditanya apa yang menjadi kunci suksesnya, ia hanya mengatakan bahwa untuk tidak ditinggalkan pelanggan. Lauw tetap mempertahankan proses pembuatan kue keranjang secara tradisional mulai dari penumbukan tepung ketan, pengayakan, pengadonan, pencampuran gula dan adonan, sampai proses masak yang menggunakan kayu bakar dan pengepakan yang masih menggunakan pelepah daun pisang masih ia pertahankan hingga sekarang. "Kue keranjang bisa dikukus sampai berjam-jam sampai 12 jam, kita pertahankan," katanya.

Tak heran setiap tahunnya ia bisa memanen rezeki dari kue keranjang dengan omset hingga puluhan bahkan ratusan juta menjelang imlek. Namun pendapatan sebesar itu ia harus bagi-bagikan kepada 100 lebih karyawan dadakannya yang umumnya ibu-ibu disekitar kediamannya.

"Para pekerja disini sudah turun temurun, dulu saya pakai ibunya, sekarang saya pakai anaknya," ujarnya dengan polos.

Sebagai perbandingan saja, pada hari biasa ia hanya memproduksi dodol yang hanya dibuat tidak lebih dari 30 liter per hari yang biasa dipesan untuk pesta kawinan dan lainnya. Sedangkan untuk kue keranjang ia buat jika ada pesanan saja. Untuk tahun baru imlek kali ia mengakui pesanan kue keranjang terus meningkat, bahkan ia memperkirakan bahan baku tepung yang gunakan bisa mencapai 20 ton.

Kue keranjang buatannya tidak hanya diminati dikawasan Tangerang dan Jakarta saja, namun sudah merambah ke kota lainnya seperti Bandung, Karawang dan Bekasi. Bahkan permintaan diluar kota-kota tadi cukup tinggi, namun ia mengaku cukup kewalahan meladeninya. "Umumnya, yang beli itu orang jauh-jauh, kalau sekitar sini jarang yah," selorohnya.

Harga kue keranjang yang ia jual cukup kompetitif yaitu berkisar Rp 17.000 per kilonya (dua buah potong) sedangkan untuk jenis dodol dengan rasa santan dijual Rp 29.000 per kilo, dodol dengan cita rasa duren dihargai Rp 35.000 per kilo sedangkan rasa wijen Rp 34.000 per kilo.

Lauw yang kini berusia 84 tahun, telah menyerahkan semua urusan usaha kue dodol dan keranjangnya pada anak-anaknya yang sudah memasuki generasi ketiga, mulai dari produksi pemasaran, pengiriman dan pengembangan usaha dan lain-lain. "Yah saya hanya tinggal lihat-lihat saja," ujar dengan terbata-bata.

Umar Sanjaya salah satu putra tertuanya mengakui bisnis kue tradisional termasuk dodol dan keranjang cukup berprospek. Namun selama ini pihaknya terkendala oleh standarisasi mutu dan pengembangan kualitas terutama bagaimana mempertahankan usia kue basah bisa bertahan lama.

"Sampai saat ini kita belum terpikir untuk ekspor, karena kue semacam ini daya tahannya tidak lama, memang permintaan selalu ada," jelasnya.

Umar menambahkan meski sekarang ini terjadi krisis, permintaan kue keranjang justru meningkat bahkan setiap tahun ia mencatat tren permintaannya terus naik. Ia pun tidak tahu pasti apa penyebab kenaikan permintaan ini.

"Saya pikir nggak pengaruh yah, karena ini termasuk dalam kebutuhan tradisi," imbuhnya.

Perajian Kue Keranjang dan Dodol Nyonya Lauw beralamat di:
JL Lio Baru/Bouraq Gang SPG No 55 RT 01/02 Kampung Sirnagalih, Karangsari, Kecamatan Neglasari, Tangerang, Banten Telepon : 021-5524587 dan 021-71095035.

Sumber : detik.com
◄ Newer Post Older Post ►