Mobil Listrik dan Isu Lingkungan

Penggunaan bahan bakar fosil (fossil fuel) pada kendaraan sejak dahulu hingga sekrang telah menyebabkan ketersediaannya di alam semakin menipis, kemudian emisi yang ditimbulkan berupa gas berbahaya seperti Co, NOx dan UHC juga mengancam derajat kesehatan manusian sehingga dibutuhkan teknologi berkendaraan yang lebih ramah terhadap lingkungan, bisa sustainable dan tidak berbahaya terhadap kesehatan manusia. Sebagian besar masyarakat di banyak negara percaya jawabannya ada pada mobil listrik.




Banyak negara seperti Amerika Serikat, Jerman, Cina, Jepang dan Rusia serta perusahaan otomotif dunia seperti General Motor, Nisan, Honda dan Mitsubishi telah melakukan riset selama bertahun tahun untuk mengembangkan teknologi berkendaraan atau mobil yang lebih ramah terhadap lingkungan setelah isu global warming atau pemanasan global semakin mendapat perhatian publik.

Riset tersebut perlu dilakukan sebab emisi atau polusi yang dihasilkan ratusan juta unit mobil yang ada di dunia telah menjadi faktor utama terjadinya pemanasan global dan telah menghasilkan gas berbahaya bagi kesehatan manusia.

Selain itu, penggunaan bahan bakar fosil terus menerus untuk menghidupkan mesin kendaraan juga membuat keberadaan bahan bakar tersebut di alam kian langka, sehingga dibutuhkan sumber bahan bakar alternatif yang lebih ramah terhadap lingkungan, sustainable dalam penggunaanya dan tidak berbahaya terhadap kesehatan manusia dalam penggunaanya.

Salah satu perusahaan otomotif Amerika Serikat, General Motor yang mengembangkan teknologi mobil listrik telah memproduksi mobil listrik pertamanya yang diberi nama Chevrolet Volt. Sayangnya mobil tersebut masih diproduksi secara terbatas dan hanya dipasarkan untuk beberapa kota Amerika Serikat seperti California.

Sementara itu, Nissan Motor juga meluncurkan Leaf yang dihidupi hanya oleh baterai dan perusahaan itu juga akan meluncurkan versi listrik sedan mini Ford Focus.

Di pameran otomotif Los Angeles Aouto Show juga dipamerkan banyak tipe mobil listrik dari berbagai perusahaan otomotif dunia seperti yang dipamerkan Honda FCX Clarity yang menggunakan tenaga hidrogen.

Seorang pedagang mobil, Yacobus mengatakan, pada masa lalu ketika awal industri otomotif berkembang, mobil menggunakan berbagai bahan bakar dan mekanisme yang aneh. Ada mobil dengan tenaga penggerak dari per besar yang diputar, Peugeuot yang membakar sesuatu serupa dengan kapur barus, kendaraan bertenaga uap, listrik serta macam-macam produk perminyakan.

”Bahan bakar fosil akhirnya memenangkan perlombaan karena bensin berisi energi dan nyaman untuk dibawa dan disimpan,” katanya.

Tapi, para penemu bidang otomotif tetap penasaran untuk membuat mobil listrik, khususnya saat harga BBM melambung. Sayangnya, mobil listrik yang diciptakan tak pernah diproduksi massal karena teknologi baterai membatasi daya jelajah kendaraan.

Kini, perbaikan dalam teknologi baterai, kepedulian akan polusi dan ketakutan akan meningkatnya harga bensin telah memberikan dorongan baru kepada kendaraan alternatif bahan bakar minyak.

”Di masa mendatang, pilihan konsumen tak lagi sekedar tipe mobil seperti sedan atau SUV, namun konsumen akan memilih jenis pemberi tenaga mobil tersebut. Arrtinya akan timbul pertanyaan baru, seperti apakah yang lebih murah per kilometer, bensin atau listrik ? lalu seberapa jauh mobil bisa berkendara sekali pengisian ? dan berapa lagi duit yang harus dikeluarkan untuk membeli sebuah green car ?,” katanya.

Teknologi Mobil Listrik

Perusahaan otomotif dunia sudah mengembangkan teknologi mobil listrik yang lebih murah dan efisien, namun masih tetap terbentur dengan pengadaan bahan bakarnya. Sebagian perusahaan menggunakan baterai untuk mengisi tenaga listrik, namun keampuhan dan ketahanan serta proses pengisian ulang masih dipertanyakan.

Pengalaman yang terjadi pada salah seorang konsumen mobil listri yakni Barbara Ozda di Los Angeles yang pernah dimuat di media Amerika menyebutkan, untuk merubah mobilnya dari penggunaan bensin ke listrik maka Ia membeli sebuah mobil Nissan Leaf Hitam seharga 20 ribu dolar.

Untuk membeli pengisi baterai dan instalasi rumahannya, beserta sebuah unit catu daya portabel untuk pengisian yang lebih cepat, menguras uangnya sebesar 3.700 dolar AS.

Ketika mobil tersebut dikendarai, Ozda masih harus menghadapi tantangan, sebab mobil itu hanya mengandalkan kekuatan baterai sehingga memiliki sejumlah keterbatasan, misalnya jangkauannya 100 mil (bisa lebih jauh kalau tak pakai AC).

sementara itu, mobil biasa seperti Chevrolet Volt dapat melaju lebih jauh, utamanya karena mobil itu secara teknis merupakan mobil hybrid ketimbang sebuah kendaraan yang murni bertenaga listrik.

Mobil listrik Ozda bisa berjalan sekitar 40 mil sekali pengisian baterai. ketika gas dipacu, empat silinder mesin bensin bekerja sebagai pembangkit dan tenaga dari dorongan tenaga listrik, yang menambah jangkauan mobil hingga sekitar 300 mil.

Kebanyakan masyarakat saat ini masih menyangsikan teknologi mobil listrik saat ini, karena speed atau kecepatan dan power atau kekuatannya belum bisa dibuktikan.

“Menuru saya mobil listrik ini masih lama populernya karena masih butuh diuji tentang mesin listriknya, power, speed, ketahanan baterai, durabilitas mesin
dan kepraktisan cas-nya.. Makanya perusahaan otomotif masih terus melakukan tes dan tes, dan tidak mau gegabah untuk memproduksinya secara masal.,” kata Hendri salah seorang eksekutif muda di Batam..

Perusahaan otomotif Mitsubishi, kata dia telah memproduksi mobil listrik i-miev, namun belum diproduksi secara masal karena masih ragu dengan teknologi dan respon pasar. Pasalnya, harga mobil tersebut lebih mahal dua kali lipat dibanding mobil biasa karena teknologi pembuatannya masih sangat rumit.

Soal kemampuan atau power, sebenarnya mobil listrik bisa menyamai mobil konvensional. Misalnya, Mitsubishi Evolution MIEV yg punya satu motor di setiap rodanya itu sendiri bisa menghasilkan tenaga total 272 hp. Tinggal bagaimana improvement pada teknologi motor listriknya saja.

Sementara, Tesla Roadster yang sudah lebih dulu keluar, memiliki daya jelajah 244 mil (393 km) dalam kondisi baterai lithium-ion full charge, dan dapat berakselerasi 0–60 mph (0–97 km/h) dalam 3.9 detik. Sementara versi Sport-nya dapat berakselerasi 0.2 detik lebih cepat untuk tingkat kecepatan yang sama.

Mobil Masa Depan

Perusahaan otomotif kini mulai menyadari, mesin berbahan bakar bensin atau diesel tidak akan bertahan terlalu lama sebagai pencetak uang. Sebab akan tiba saatnya, semua cadangan minyak bumi di dunia ini habis. Satu-satunya solusi bagi pertumbuhan ekonomi adalah mobil listrik. Namun sejauh ini belum jelas, bagaimana energi listriknya hendak diproduksi.

Perusahaan pemasok sukucadang Magna Steyr di Graz Austria mematok target produksi mobil listrik secara massal mulai tahun 2012 mendatang. Diharapkan hingga tahun 2020 mendatang, sekitar 1,1 juta mobil listrik sudah berkeliaran di jalan raya. Masalah terbesar, yakni biaya riset dan pengembangan yang cukup mahal, akan ditanggung secara urunan oleh sejumlah produsen mobil listrik yang bergabung dalam apa yang disebut “E-Mobil Platform.“

Masalah utama lainnya dalam pengembangan mobil listrik yaitu daya, siklus hidup dan bobot dari baterai Lithium-Ion yang digunakan. Saat ini bobot rata-rata baterainya 250 kilogram, sementara daya jangkaunya hanya 100 hingga 150 km untuk satu kali pengisian. Untuk satu kali isi ulang baterainya, diperlukan daya antara 20 hingga 25 kilowatt. Sementara bahan baku baterainya, yakni logam Lithium yang langka, diperkirakan cadangannya cukup hingga 150 tahun mendatang.

Di Cina pada tahun 2006 lalu, tercatat lebih dari 20 juta mobil listrik yang beroperasi di jalanan. Jumlahnya jauh melebihi mobil berbahan bakar fossil yang ada di negara industri baru Asia ini. Kini pertanyaan lainnya yang muncul adalah, apakah jejaring pemasokan listrik akan mencukupi, jika mobil-mobil listrik itu mengisi ulang baterainya dalam waktu bersamaan? Dan berapa lama waktu yang diperlukan untuk isi ulang? Bagaimana menghitung ongkosnya? Dan siapa yang berhak mengoperasikan stasiun-stasiun pengisian ulang baterai mobil itu?

Satu satu Perusahaan “Better Place“ di California mencari jalan alternatifnya, dengan berani bertanggung jawab untuk bahan bakar listrik Eropa. Jika baterainya melemah di tengah perjalanan, pengguna mobil listrik dapat menggantinya dengan yang kapasitasnya penuh di stasiun pengganti baterai.

Di tempat itu, baterainya dapat ditukar dengan yang kapasitasnya penuh. Untuk itu, proyek pertama sudah dilakukan di Israel dan Denmark. Di pameran mobil IAA di Frankfurt, perusahaan tersebut membuat kontrak dengan Renault. Sekitar 100 ribu mobil listrik buatan Renault mulai 2011 akan dikirimkan ke Israel dan Denmark. Jumlahnya cukup besar, dan bukan lagi produk sampingan atau pilot proyek, tapi benar-benar mobilitas elektrik massal.

Dengan produksi sekitar 100.000 mobil listrik setahun memang masih jauh di bawah jumlah produksi mobil konvensional berbahan bakar fossil. Namun secara bertahap, melewati fase teknologi hybrida, pabrik-pabrik otomotif terkemuka juga mulai menyasar pasar yang menggiurkan itu. Jika masalah utamanya, yakni teknologi baterai yang lebih handal, lebih ringan dan lebih efektif ditemukan, maka dorongan bagi produksi mobil listrik akan semakin kencang. (gus).


◄ Newer Post Older Post ►