Struktur ekonomi Kota Batam saat ini sedang mengalami perubahan dan bergeser dari industri ke perdagangan serta jasa yang ditandai dengan maraknya pembangunan pusat perbelanjaan dan properti, oleh karenanya fungsi Free Trade Zone (FTZ) yang awalnya diharapkan bisa meningkatkan investasi di sektor industri jadi dipertanyakan.
Pengamat Ekonomi dari Universitas Indonesia, Faisal Basri mengatakan ekonomi Batam saat ini sedang mengalami pergeseran dari sektor industri ke sektor perdagangan serta jasa. Itu bisa dilihat dari maraknya pertumbuhan pusat perbelanjaan dan properti untuk perkantoran dan perumahan penduduk.
"Tanpa kebijakan FTZ pun , Batam harusnya bisa memanfaatkan kedekatan geografis dengan Singapura dan Selat Malaka dan itu harus disyukuri dengan terus membangkitkan perekonomiannya serta membuat strategi dan terobosan ekonomi," kata Faisal, dalam seminar seminar prospek FTZ dan Outlook Ekonomi 2011 di Batam, Kamis (2/12).
Konsekuensinya, kata dia kontribusi sektor industri terhadap PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) dan pertumbuhan ekonomi Batam secara keseluruhan menyusut, digantikan oleh sektor perdagangan serta jasa.
Peluangnya sudah terlihat sejak lima tahun terakhir, dimana angka pertumbuhan PDRB sektor industri pengolahan di Batam rata rata kurang dari 2,0 persen lebih rendah dibanding pertumbuhan nasional yang 2,02 persen. Bank Indonesia Batam bahkan mencatat pertumbuhannya hanya 1,52 persen (q-o-q) pada triwulan ketiga 2010.
Kondisi sebaliknya ditunjukan pada pertumbuhan PDRB sektor perdagangan dan jasa yang menunjukan tren peningkatan dengan rata rata pertumbuhan sekitar 2,0 persen selama 2009 hingga saat ini dan diprediksi akan tumbuh lebih besar di tahun tahun berikutnya disebabkan maraknya pembangunan pusat perbelanjaan.
Adanya pergeseran ekonomi di Batam akan membawa konsekuensi terhadap arah kebijakan ekonomi dalam beberapa tahun kedepan, untuk itu Otorita Batam yang sudah berganti nama menjadi Badan Pengusahaan FTZ Batam serta Pemerintah Kota Batam harus bersiap untuk menyesuaikan rencana kebijakannya dengan kondisi tersebut.
Salah satunya kebijakan alokasi lahan yang dikeluarkan oleh Otorita Batam, perlu dipertimbangkan untuk dievaluasi peruntukannya, apakah lebih besar untuk industri atau untuk sektor perdagangan serta jasa.
Evaluasi peruntukan lahan bisa dilakukan untuk lahan yang masih kosong dan lahan yang masa penggunaanya sudah habis digunakan selama 30 tahun. Untuk lahan kosong yang baru akan dialokasikan mungkin peluangnya kecil karena saat ini hampir seluruh lahan yang ada di Batam sudah dialokasikan. Peluangnya hanya untuk lahan yang sudah habis masa kelolanya atau kontrak selama 30 tahun, apakah akan diperpanjang oleh Otorita Batam kepada pengguna lahan tersebut atau akan ditarik kembali untuk dialokasikan ke penggunaan yang baru.
Fungsi FTZ
Bergesernya struktur ekonomi Batam dari industri ke perdagangan serta jasa mestinya menjadi tolok ukur bagi pemerintah pusat untuk mengevaluasi kembali misi dan visi pembangunan kota Batam yang awalnya diperuntukan bagi pertumbuhan sektor industri manufacturing, padat karya dan padat modal bagi investor asing.
Pasalnya, jika pembangunan sektor industri dimatikan dan digantikan dengan mengembangkan sektor perdagangan serta jasa, maka status Free Trade Zone atau Kawasan Perdagangan dan Pelabuhan Bebas yang melekat pada Batam saat ini menjadi patut dipertanyakan fungsinya karena status tersebut pada akhirnya hanya akan menguntungkan beberapa pelaku industri perdagangan serta jasa sebab mereka mendapat berkah dan keuntungan dari pembebasan bea masuk dan pajak dari barang barang konsumsi yang di impornya untuk memenuhi etalase supermarket dan pusat perbelanjaan yang mereka bangun.
Anggota DPR RI dari Komisi XI yang berasal dari Provinsi Kepulauan Riau, Harry Azhar Azis berkomentar, status FTZ yang diberikan pada Batam, Bintan dan Karimun idealnya berfungsi untuk menarik sebanyak banyaknya investor khususnya dari luar negeri untuk membangun pabrik yang bisa menyerap sebanyak banyaknya tenaga kerja Indonesia.
Pabrik atau perusahaan yang banyak menyerap tenaga kerja seperti pabrik elektronik, galangan kapal, garmen dan manufakturing lainnya. Sedangkan pusat perbelanjaan atau mall hannya menyerap sedikit tenaga kerja dan hanya menguntungkan pengelolanya.
Oleh karena itu, katanya pergeseran struktur ekonomi Batam yang terjadi saat ini akan menjadi salah satu point bagi DPR untuk mengevaluasi kembali regulator yang ada di Batam, Bintan dan Karimun sekaligus mengevaluasi kembali status FTZ bagi kawasan itu.
Untuk itu, DPR RI komisi XI sudah membentuk tim yang akan mengevaluasi pelakasanaan FTZ di BBK.
Sementara itu Kepala Bagian Humas dan Publikasi BP Batam, Dwi Joko Wiwoho mengatakan, status FTZ masih memberi dampak positif terhadap pertumbuhan nilai investasi di Batam.
Itu bisa dilihat dari nilai investasi yang direncanakan investor asing ke Batam sebesar 358,514 ribu dolar AS selama Januari sampai Nopember 2010. Nilai investasi itu relatif mengalami pertumbuhan jika dibanding periode sama tahun lalu.
Menurut Joko, meski dengan anggaran terbatas, BP Batam yang dahulu bernama Otorita Batam tetap berkeyakinan pertumbuhan ekonomi Batam tahun 2011 lebih baik dibanding tahun 2010 ini. Untuk itu, BP Batam membuat program yang lebih spesifik dengan menargetkan investasi yang masuk dalam lima tahun ke depan diproyeksikan senilai 2,1 miliar dolar AS.
Untuk mencapai target tersebut, BP Batam akan melakukan beberapa hal antara lain, menyiapkan lokasi yang benar-benar fully competitive, mempromosikan jenis industri yang mampu bersaing, melakukan promosi yang lebih terarah (targeted FDI Promotion), penyediaan pelayanan prima (one-stop-shop), dan penyediaan sumber daya manusia yang berkualitas. (gus).