PERANAN KADER POS PELAYANAN TERPADU (POSYANDU) DALAM PEMBANGUNAN KESEHATAN MASYARAKAT (STUDI KASUS DI KELURAHAN JATIJAJAR KECAMATAN AYAH KABUPATEN KEBUMEN) |
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
Sejak krisis ekonomi berlangsung di Indonesia, sebagian besar Pos Pelayanan Terpadu (Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu)) di daerah Jawa Tengah terutama di pedesaan tidak berfungsi secara optimal karena minimnya dana operasional. Bahkan, karena kebutuhan ekonomi yang mendesak sejumlah kader Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) terpaksa meninggalkan tugasnya untuk bekerja mencari nafkah.
Kondisi ini tidak dapat dibiarkan begitu saja. Oleh karena itu, program revitalisasi Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) di daerah, terutama di pedesaan, sudah mendesak dalam upaya pembangunan kesehatan di tanah air. Karena pada dasarnya kesehatan merupakan kebutuhan manusia yang utama sebagai ukuran kualitas hidup yang mendasar sekali dan yang harus dipenuhi oleh setiap orang, karena dengan kesehatan akan memungkinkan setiap orang untuk melakukan kegiatan dalam rangka mencukupi kebutuhan hidup yang lain. Sejalan dengan hal tersebut maka kesehatan harus selalu diusahakan oleh setiap pribadi, keluarga dan masyarakat sehingga pada saatnya mereka dapat hidup layak dari sisi kesehatan. Untuk mencapai tujuan-tujuan pembagunan khususnya dibidang kesehatan dalam kenyataansering dihadapkan pada sejumlah kendala seperti pengetahuan, sikap, kesadaran, dan kebiasaan serta kemampuan keuangan dari masyarakat. Hal ini berarti menimbulkan terjadinya kesenjangan antara apa yang menjadi harapan dan kenyataan. Kesemuanya itu akan membawa pengaruh terhadap kesehatan masyarakat.
Sekarang ini kualitas sumber daya manusia Indonesia masih berada pada tingkat yang masih tergolong rendah, apabila dibandingkan dengan negara-negara tetangga, seperti Singapura dan Malaysia. Rendahnya kualitas sumber daya manusia dapat dilihat dari beberapa sisi, misalnya pendidikan dan kesehatan (Dirjen PUD, 1996:75). Dari produktivitas individu yang rendah akan berimplikasi pada rendahnya produktivitas masyarakat dan akibat yang lebih luas adalah rendahnya produktivitas bangsa.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, maka diperlukan adanya upaya-upaya yang nyata dan realistis. Salah satunya adalah melalui pembangunan di bidang kesehatan masyarakat dengan melibatkan peran aktif masyarakat dan lembaga-lembaga kemasyarakatan yang ada. Pembangunan kesehatan adalah bagian integral dari program pembangunan secara keseluruhan. Jika dilihat dari kepentingan masyarakat, pembangunan kesehatan masyarakat desa merupakan kegiatan swadaya masyarakat yang bertujuan meningkatkan kesehatan masyarakat melalui perbaikan status kesehatan. Jika dilihat dari kepentingan pemerintah, maka pembangunan kesehatan masyarakat desa merupakan usaha memperluas jangkauan layanan kesehatan baik oleh pemerintah maupun swasta dengan peran aktif dari masyarakat sendiri. Keberhasilan pelaksanaan pembangunan dalam bidang kesehatan sangat tergantung pada peran aktif masyarakat yang bersangkutan. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam GBHN yaitu bahwa keberhasilan pembagunan nasional tergantung pada partisipasi seluruh rakyat serta pada sikap mental, tekat dan semangat ketaatan disiplin seluruh rakyat Indonesia serta para penyelenggara negara (GBHN, 1993:122)
Menyadari akan arti pentingnya peran aktif masyarakat dalam menunjang keberhasilan pembangunan dalam bidang kesehatan diperlukan adanya agen-agen pembangunan yang dapat menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembagunan. Partisipasi masyarakat dalam pembangunan kesehatan yang mempunyai peran besar salah satunya adalah peran Kader Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu).
Pembagunan kesehatan masyarakat yang telah dilaksanakan oleh pemerintah maupun pemerintah bersama dengan masyarakat di Kelurahan Jatijajar Kecamatan Ayah telah menunjukkan keberhasilan yang cukup berarti. Keberhasilan pembangunan kesehatan masyarakat Kelurahan Jatijajar yang telah dicapai antara lain dapat dilihat dari status kesehatan masyarakat yang semakin baik dan pola hidup yang sehat, misalnya pembuatan jamban keluarga, tempat pembuangan sampah penerangan jalan dan kegiatan Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu).
Keberhasilan akan pelaksanaan pembangunan kesehatan masyarakat di Kelurahan Jatijajar tidak bisa lepas dari berbagai dukungan dan peran aktif yang dilakukan oleh seluruh masyarakat. Dalam hal ini peran yang besar adalah peran kader Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) yang secara langsung berhadapan dengan berbagai permasalahan kemasyarakatan termasuk masalah kesehatan yang dihadapi oleh masyarakat. Bertitik tolak dari hal tersebut diatas maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul “Peranan Kader Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) Dalam Pembagunan Kesehatan Masyarakat (Studi Kasus Di Desa Jatijajar kabupaten Kebumen)”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas maka permasalahan yang peneliti ajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Peran apakah yang dilakukan oleh kader Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) dalam pembangunan kesehatan masyarakat pada program Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) di Desa jatijajar Kecamatan Ayah Kabupaten Kebumen?
2. Apa hambatan-hambatan yang dialami para kader Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) dalam melaksanakan kegiatan Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) di Kelurahan Jatijajar Kecamatan Ayah Kabupaten Kebumen?
C. Tujuan
Tujuan penelitian yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mendiskripsikan peran yang telah dilakukan oleh kader Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) dalam pembangunan kesehatan masyarakat pada program Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) di Desa Jatijajar Kabupaten Kebumen.
2. Mendiskripsikan hambatan-hambatan yang dialami para Kader Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) dalam melaksanakan kegiatan Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) di Desa Jatijajar Kabupaten Kebumen.
D. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan tersebut diatas maka manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Manfaat teoritis
Untuk kajian ilmiah tentang peran kader Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) dalam meningkatkan pembangunan kesehatan masyarakat desa.
2. Manfaat praktis
a. Dapat memberikan masukan kepada kelurahan dalam merencanakan penyempurnaan program pembangunan kesehatan masyarakat desa di kelurahan jatijajar.
b. Dapat memberikan masukan kepada kader kesehatan dalam upaya meningkatkan perannya dalam pembangunan kesehatan masyarakat di Kelurahan Jatijajar.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Peran tidak lepas hubungannya dengan tugas yang diemban seseorang. Seorang ayah adalah orang yang mempunyai tugas mencari nafkah dan melindungi anggota keluarga. Seorang ulama adalah orang yang mengajak dan menyerukan berbuat baik atau kebajikan dan meninggalkan kemungkaran. Camat adalah orang yang memimpin pemerintah, pembangunan dan kemayarakatan di tingkat kecamatan. Kader Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) adalah orang yang mempunyai tugas untuk melaksanakan program Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu). Dengan demikian peran adalah bagian dari tugas utama yang harus dijalankan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1998; 667). TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian lain dari peran adalah sebagaimana dikemukakan oleh J.R da Allen. V.L yang dikutip oleh Miftah Thoha dalam bukunya kepemimpinan manajemen bahwa peran adalah suatu rangkaian yang teratur yang ditimbulkan karena suatu jabatan. Manusia sebagai makhluk sosial memiliki kecenderungan untuk hidup berkelompok. Dalam kehidupan berkelompok tadi akan terjadi interaksi antara anggota masyarakat yang satu dengan anggota masyarakat yang lainnya. Tumbuhnya interaksi diantara mereka ada saling ketergantungan. Dalam kehidupan bermasyarakat itu munculah apa yang dinamakan peran (role). Peran merupakan aspek yang dinamis dari kedudukan seseorang, apabila seseorang melaksanakan hak-hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya maka orang yang bersangkutan menjalankan suatu peranan. Untuk memberikan pemahaman yang lebih jelas ada baiknya terlebih dahulu kita pahami tentang pengertian peran. Menurut Yasyin (1995:176) peranan adalah sesuatu yang diperbuat, sesuatu tugas, sesuatu hal yang pengaruhnya pada suatu peristiwa. Sedangkan menurut Soekanto (1987:221) peran adalah segala sesuatuoleh seseorang atau kelompok orang dalam melakukan suatu kegiatan karena kedudukan yang dimilikinya. Berdasarkan pengertian diatas maka melihat bahwa dalam peran terdapat unsur individu sebagai subyek yang melakukan peranan tertentu. selain itu, dalam pera terdapat pula adanya status atau kedudukan seseorang dalam suatu masyarakat, artinya jika seseorang memiliki kedudukan (status) maka yang bersangkutan menjalankan peran tertentu pula. Dengan demikian antara peran dan kedudukan merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan.
Lain halnya dengan Soejono Soekanto (1986:200) menyebutkan bahwa suatu peranan paling sedikit mencakup tiga hal yaitu:
1. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi tau tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan bermasyarakat.
2. Peran adalah suatu konsep perihal apa yang dapat dilakukan individu dalam masyarakat sebagai organisasi.
3. Peran juga dapat dikatakan sebagai perikelakuan individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat.
Berdasarkan ketiga hal diatas, maka dalam peran perlu adanya fasilitas- fasilitas bagi seseorang atau kelompok untuk dapat menjalankan peranannya. Lembaga-lembaga kemasyarakatan yang ada merupakan bagian dari masyarakat yang dapat memberikan peluang untuk pelaksanaan peranan seseorang atau kelompok. Peranan yang melekat pada setiap individu dan suatu masyarakat memiliki kepentingan dalam hal-hal:
1. Bahwa peran-peran tertentu harus dilaksanakan apabila struktur masyarakat hendak mempertahankan kelangsungannya.
2. Peran hendaknya dilekatkan pada individu yang oleh masyarakat dianggap mampu untuk melaksanakannya.
3. Dalam masyarakat kadang-kadang dijumpai individu yang tidak mampu melaksanakan peranannya sebagaimana diharapkan. Oleh karena mungkin pelaksanaanya memerlukan pengorbanan yang terlalu banyak artinya kepentingan-kepentingan pribadinya.
4. Apabila semua orang sanggup dan mampu melaksanakan peranannya, belum tentu masyarakat dapat memberikan peluang-peluang yang seimbang bahkan sering kali terlihat masyarakat terpaksa membatasi peluang-peluang tersebut (Soejono Soekanto, 1986:223).
Selain peranan yang melekat pada diri individu seperti yang telah dijelaskan diatas, individu juga secara langsung akan melakukan beberapa peranan dalam lingkungan tempat mereka melakukan aktivitas keseharian. Pernanan yang dilakukan oleh individu dalam lingkungannya antara lain:
1. Peranan dalam keluarga
Dalam lingkungan keluarga individu akan bertindak sesuai dengan status yang melekat pada dirinya. Misalnya orang tua akan mengemban tugas untuk mengasuh dan mendidik anaknya. Kewajiban ini didasari oleh rasa kasih sayang yang berarti ada tanggungjawab moral. Orang tua secara sadar wajib membimbing anaknya hingga mencapai kedewasaan dan kemudian mampu mandiri. Beberapa hal yang mendasar seseorang untuk melakukan sesuatu terhadap keluarganya adalah:
a. Dorongan kasih sayang yang menumbuhkan sikap rela mengabdi atau berkorban untuk keluarganya.
b. Dorongan kewajiban moral sebagai konsekuensi kedudukan orang tua terhadap keturunanya, meliputi nilai-nilai religius serta menjaga martabat dan kehormatan keluarga.
c. Tanggung jawab sosial berdasarkan kesarawan bahwa keluarga sebagai anggota masyarakat, bangsa dan negara, bukan kemanusiaan
2. Peranan dalam tempat kerja
Dunia kerja menerima tanggung jawab seseorang berdasarkan kemampuan atau kapasistas seseorang tersebut. Manusia menghadapi lingkungan sosial melalui banyak cara. Pada hakekatnya manusia adalah produk dari lingkungan sosial dan budayanya, dan sebaliknya lingkungan tersebut adalah hasil ciptaan mereka sendiri. Ada beberapa tanggungjawab yang melekat dalam diri seseorang di lingkungan kerjanya antara lain:
a. Ketentuan-katentuan yang bersifat formal sesuai dengan peraturan yang berlaku.
b. Ruang lingkup kerja berdasarkan kapasistas dan kemampuan yangdipercayakan oleh perusahaan/ instansi.
c. Tingkat fungsional dan profesional.
3. Peranan di masyarakat
Sebenarnya manusia hidup dalam lingkungan yang komplek. Lingkungan tersebut menjadi lebih komplek karena adanya perkembangan dan perubahan jaman. Dalam lingkungan masyarakat peranan seseorang sangat dibatasi dengan aturan atau norma-norma yang ada dan berlaku dalam masyarakat tersebut. Seseorang dituntut untuk dapat melakukan penyesuaian atau adaptasi dengan lingkungan masyarakat sekitar yang telah memiliki kebudayaan atau aturan adat sendiri.
Ciri – ciri khusus pada setiap masyarakat antara lain tercermin dalam:
a. Nilai sosial dan kebudayaan masyarakat yang bersangkutan
b. Pandangan hidup/ falsafah masyarakat yang bersangkutan khususnya cita-cita dan tanggung jawabnya.
c. Pengaruh / keadaan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang kehidupan masyarakat yang bersangkutan.
Peran serta atau keikutsertaan kader Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) melalui berbagai organisasi kader Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) dalam upaya mewujudkan dan meningkatkan pembangunan kesehatan masyarakat desa harus dapat terorganisir dan terencana dengan tepat dan jelas. Beberapa hal yang dapat atau perlu dipersiapkan oleh kader seharusnya sudah dimengerti dan dipahami sejak awal oleh kader Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu). Karena disadari atau tidak keberadaan Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) adalah sebuah usaha untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Upaya kegiatan Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) yang telah ada dan telah berjalan selama ini mampu lebih ditingkatkan dan dilestarikan.
Adapun tugas atau peran kader Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) antara lain :
1. Penyuluhan kesehatan
2. Imunisasi
3. Kesehatan Ibu dan anak
4. Peningkatan produksi pangan dan status gizi
5. Keluarga Berencana (KB)
6. Air Bersih dan kesehatan lingkungan
7. Pencegahan dan pemberantasan penyakit endemik setempat
8. Pengobatan terhadap penyakit umum dan kecelakaan
(Depkes RI; 1990; 2)
Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) pada umumnya dan kader Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) pada khususnya mempunyai peran penting dalam meningkatkan pemberian ASI eksklusif dan juga melanjutkan pemberian ASI sampai usia 24 bulan diserta pemantauan pertumbuhan mulai bayi lahir sampai usia 60 bulan. Sampai saat ini Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) masih berperan aktif dalam meningkatkan pemberian ASI. Semua kegiatan Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) sangat tergantung pada Kader Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu). Dengan adanya masalah tingginya prevalensi gizi kurang pada anak balita yang berhubungan dengan tingginya bayi lahir dengan berat badan rendah. Pevalensi BBLR ini masih berkisar antara 2 sampai 17% pada periode 1990-2000. Akibat dari BBLR dan gizi kurang pada balita berkelanjutan pada masalah pertumbuhan anak usia masuk sekolah. Berdasarkan hasil pemantauan Tinggi badan anak baru masuk sekolah (TBABS), diketahui bahwa prevalensi anak pendek tahun 1994 adalah 39,8%. Prevalensi ini turun menjadi 36,1% pada tahun 1999. Kemudian patahun tahun 2004 mengalami penurunan lagi. (Mahasiswa PPS-702 Darmaga, IPB, 2004 : 2).
Masalah gizi kurang pada anak berkelanjutan pada wanita usia subur, yang akan melahirkan anak dengan risiko BBLR, disertai dengan masalah anemia dan gizi mikro lainnya, seperti kurang yodium, selenium, kalsium, dan seng. Hal ini menyebabkan kegiatan Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) bertambah lagi, yaitu yang semula hanya memantau pertumbuhan (Growth Monitoring and Promotion = GMP) bayi sejak lahir hingga lima tahun, menjadi Pusat Pelayanan Terpadu Kesehatan Ibu dan Anak Balita. Untuk itu revitalisasi Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) harus mendapat perhatian yang cukup dalam pembangunan gizi dan kesehatan masyarakat.
Untuk menjawab pertanyaan umum tentang berapa persen masyarakat yang ikut berpartisipasi aktif di Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) dan melakukan pemantauan pertumbuhan anak balita dan pemberian ASI pada bayi diperlukan data dan pembahasan yang cukup rumit dan tidak ringan. Oleh karena itu pembangunan gizi dan kesehatan masyarakat tidak bisa mengabaikan pentingnya revitalisasi Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu).
Pembagunan adalah suatu rangkaian usaha pertumbuhan yang berencana yang dilaksanakan secara sadar oleh suatu negara atau pemerintah menuju modernisasi dalam rangka pembinaan bangsa (Siagian, 1978:2).
Sedangkan pembagunan kesehatan masyarakat desa menurut Tallog (1980:24) adalah bagian integral dari pembagunan desa secara keseluruhan Jika dilihat darikepentingan masyarakat pembagunan kesehatan masyarakat desa merupakan bagian swadaya masyarakat yang bertujuan meningkatkan kesehatan rakyat melalui perbaikan setatus kesehatan. Dan jika dilihat dari kepentingan pemerintah, maka pembagunan kesehatan masyarakat merupakan usaha untuk memperluas jangkauan layanan kesehatan baik oleh pemerintah maupun swasta dengan peran aktif masyarakat sendiri.
Pengertian kesehatan masyarakat menunjukkan pada dua batasan, yaitu: masyarakat itu sendiri dan kesehatan. Istilah masyarakat berasal dari kata Community yang dapat diterjemahkan sebagai masyarakat setempat. Dalam masyarakat setempat terdapat beberapa ciri yang selalu melekat, yaitu: seperasaan, sepenanggungan, dan saling memerlukan. Individu yang tergabung dalam community merasakan dirinya tergantung kelompoknya yang meliputi kebutuhan fisik maupun kebutuhan psikologisnya (Soeryana Soekanto, 1986:130).
Berbicara tentang kesehatan, berarti kita berbicara tentang jiwa raga dan lingkungan dimana manusia itu hidup. Beberapa pengertian tentang kesehatan dapat dipaparkan seperti yang tertera dibawah ini :
Dalam UU No. 9 Tahun 1992 tentang pokok-pokok kesehatan dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan kesehatan adalah meliputi kesehatan badan, rohani dan sosial, bukan hanya keadaan yang bebas dari penyakit, cacat, dan kelemahan. Maka dapatlah dipahami bahwa kesehatan menyangkut seluruh aspek kehidupan manusia secara lahiriah dan batiniah.
Berdasarkan tentang kesehatan dan masyarakat maka dapatlah dipahami bahwa kesehatan masyarakat adalah setiap usaha yang mengarah pada kesehatan masyarakat. Dalam arti sempit kesehatan masyarakat adalah upaya-upaya untuk mengatasi masalah-masalah sanitasi yang menganggu kesehatan masyarakat (Soekidjo Notoatmojo, 1997:9).
Menurut Winslow dalam soekidjo Notoatmojo (1997:10) berpendapat bahwa, kesehatan masyarakat adalah ilmu dan seni mencegah penyakit, memperpanjang hidup dan meningkatkan kesehatan melalui usaha-usaha pengorganisasian masyarakat untuk perbaikan sanitasi lingkungan, pemberantasan penyakit menular, pendidikan untuk kebersihan perorangan.
Kesehatan masyarakat merupakan suatu hal yang multi dimensi. Artinya bahwa kesehatan masyarakat menyangkut banyak persoalan. Menurut WHO, sebagaimana dikutip oleh Indah Entjang (1997:31) kesehatan masyarakat dapat dilihat dari 7 usaha kesehatan pokok, yaitu:
1. Pencegahan dan pemberantasan penyakit menular
2. Kesejahteraan ibu dan anak
3. Sanitasi lingkungan
4. Pendidikan kesehatan bagi masyarakat
5. pengumpulan data-data untuk perencanaan dan penilaian
6. perawatan kesehatan masyarakat
7. pemeriksaan, pengobatan dan perawatan
Secara perseorangan ada tiga faktor yang dapat mempengaruhi kesehatan, yaitu; penyebab penyakit, manusia sebagai tuan rumah, dan lingkungan hidup (Indah Entjang 1997:29) usaha kesehatan masyarakat ditujukan untuk mengendalikan keseimbangan dari ketiganya sehingga setiap warga masyarakat dapat mencapai drajat kesehatan yang setinggitingginya. Kesehatan masyarakat selain dipengaruhi oleh faktor kesehatan pribadi sebagaimana disebutkan diatas juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yaitu:
1. Pendidikan, tingkat pendidikan seseorang pada dasarnya sangat mempengaruhi kesadaran masyarakat mengenai bagaimana pola hidup yang sehat. Apabila pemerintah menyadari kurangnya kesadaran masyarakat dalam bidang kesehatan maka perlu segera diambil tindakan yang bersifat nyata, misalnya diadakannya penyuluhan masalah kesehatan, pelaksanaan program kesehatan yang berkelanjutan dan upaya-upaya lain yang dapat menumbuhkan kesadaran masyarakat dalam bidang kesehatan.
2. Kondisi sosial ekonomi, pada negara yang sedang berkembang keadaan ekonomi dapat digambarkan dalam keadaan yang belumstabil. Tingginya tingkat angkatan kerja, terbatasnya sumber daya untuk pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat terutama yang menyangkut penyediaan pangan yang berkaitan dengan kondisi gizi masyarakat.
3. Budaya masyarakat, lingkungan sosial budaya pada masyarakat terutama yang menyangkut tingkat kecerdasan rakyat secara mayoritas yang masih rendah, kesadaran hukum yang masih rendah dan kondisi sosial budaya lainnya akan sangat berpengaruh terhadap pola perilaku hidup sehat masyarakatnya.
4. Kondisi letak geografis, pada kondisi ini masalah kesehatan akan dikaitkan dengan masalah kependudukan yang ditandai dengan jumlah penduduk yang besar, pertumbuhannya yang cepat, penyebaran yang tidak merata, komposisi umur yang menunjukkan angka ketergantungan yang tinggi, angka kematian umur dini (bayi dan balita) yang masih tinggi akan membuat masyarakat “mengabaikan” kondisi atau keadaan kesehatan meraka.
Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) adalah Pos Pelayanan Terpadu. Menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (1987:1) Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) merupakan pusat pelayanan kesehatan masyarakat dimana masyarakat dapat melakukan konsultasi kesehatan dan memperoleh pelayanan kesehatan. Keterpaduan diartikan sebagai penyatuan secara dinamis kegiatan Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) paling sedikit tiga macam program untuk saling mendukung pencapaian tujuan dan sasaran yang disepakati oleh pemerintah berdasarkan intruksi bersama Menteri Kesehatan dan Kepala BKKBN Nomor: 06/Menkes/Ist/1981-22/HK.0110/1991 dan ditingkat desa kegiatan keterpaduan ini mewujudkan dalam bentuk Pos Pelayanan Terpadu. Wujud keterpaduan dapat berupa keterpaduan dalam aspek sasaran, aspek lokasi kegiatan, aspek petugas penyelenggaraan. Misalnya berdasarkan sasaran Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) dibidang kesehatan dapat dilakukan secara bersamaan imunisasi untuk balita, serta konsultasi mengenai gizi ditempat dan waktu yang sama.
Menurut Departemen Kesehatan RI (1993 : 80) ada tiga jenis Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu), yaitu petugas kesehatan, kader, dan masyarakat belum dapat membedakan status gizi dan status pertumbuhan. PMT hanya merupakan alat penarik agar ibu membawa anak ke Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu), dan laporan yang ada tidak digunakan untuk analisis guna menentukan tindakan yang akan diambil, tapi sekedar laporan untuk atasan. Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) dasar, Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) lengkap, dan Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) pengembangan.
Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) merupakan salah satu wujud peran serta masyarakat dalam pembangunan kesehatan dengan menciptakan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk dalam mewujudkan drajat kesehatan masyarakat yang optimal. Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) adalah pusat kesehatan masyarakat dimana masyarakat dapat sekaligus memperoleh pelayanan KB dan kesehatan. Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) merupakan jenis Upaya Kesehatan Bersumber daya Masyarakat (UKBM) yang pernah paling memasyarakat di Indonesia. Namun belakangan ini kepopulerannya mulai pudar seiring dengan menurunnya semangat para kader yang telah berusia lanjut, dan kurangnya kaderisasi di tiap Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu). Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) dalam pelaksanaannya meliputi 5 program prioritas (KB, KIA, Gizi, Imunisasi, dan Penaggulangan Diare), sehingga mempunyai daya ungkit besar terhadap penurunan angka kematian bayi (AKB).
Untuk meningkatkan kualitas dan kemadirian Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) diperlukan intervensi. Adapun Intervensinya adalah sebagai berikut:
1. Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) Pratama (Warna merah)
Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) tingkat pratama adalah Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) yang masih belum mantap, kegiatannya belum bisa rutin tiap bulan dan kader aktifnya terbatas. keadaan ini dinilai ‘gawat’, sehingga intervensinya adalah pelatihan kader ulang. Artinya kader yang ada perlu ditambah dan dilakukan pelatihan dasar lagi.
2. Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) Madya (Warna kuning)
Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) pada tingkat madya sudah dapat melaksanakan kegiatan lebih dari 8 kali per tahun, dengan rata-rata jumlah kader tugas 5 orang atau lebih. Akan tetapi cakupan utamanya (KB, KIA, Gizi dan Imunisasi) masih rendah, yaitu kurang dari 50%. Ini berarti, kelestarian kegiatan Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) sudah baik tetapi masih rendah cakupannya. Untuk ini perlu dilakukan penggerakkan masyarakat secara intensif, serta penambahan program yang sesuai dengan situasi dan kondisi setempat. Intervensi untuk Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) madya ada 2 yaitu:
a. Pelatihan Toma dengan modul eskalasi Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) yang sekarang sudah dilengkapi dengan metode stimulasi.
b. Penggarapan dengan pendekatan PKMD (SMD dan MMD) untuk menentukan masalah dan mencari penyelesaiannya, termasuk menentukan program tambahan yang sesuai dengan situasi dan kondisi setempat. Untuk melaksanakan hal ini dengan baik, dapat digunakan acuan bulu pedoman ‘Pendekatan Kemasyarakatan’ yang diterbitkan oleh Dit Bina Peran serta Masyarakat Depkes.
3. Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) Purnama (Warna hijau)
Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) pada tingkat purnama adalah Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) yang frekuensinya lebih dari 8 kali per tahun, rata-rata jumlah kader tugas 5 orang atau lebih, can cakupan 5 program utamanya (KB, KIA, Gizi dan Imunisasi) lebih dari 50%. Sudah ada program tambahan, bahkan mungkin sudah ada Dana Sehat yang masih sederhana. Intervensi pada Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) di tingkat ini adalah:
a. Penggarapan dengan pendekatan PKMD, untuk mengarahkan masyarakat menentukan sendiri pengembangan program di Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu).
b. Pelatihan Dana Sehat, agar di desa tersebut dapat tumbuh Dana Sehat yang kuat, dengan cakupan anggota minimal 50% KK atau lebih. Untuk kegiatan ini dapat mengacu pada buku ‘Pedoman Penyelenggaraan Dana Sehat’ dan ‘Pedoman Pembinaan Dana Sehat’ yang diterbitkan oleh Dit Bina Peran Serta Masyarakat Depkes.
4. Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) Mandiri (Warna biru)
Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) ini berarti sudah dapat melakukan kegiatan secara teratur, cakupan 5 program utama sudah bagus, ada program tambahan dan Dana Sehat telah menjangkau lebih dari 50% KK. Untuk Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) tingkat ini, intervensinya adalah pembinaan Dana Sehat, yaitu diarahkan agar Dana Sehat tersebut menggunakan prinsip JPKM (Depkes, 1999: 26).
Adapun tahapan pelayanan yang dilakukan dalam kegiatan Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) oleh para kadernya antara lain:
a. Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) dasar adalah pos pelayanan terpadu yang tenaga pelayanannya hanya dilakukan oleh kader kesehatan tanpa bantuan pihak puskesmas.
b. Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) lengkap adalah pelayanan kesehatan yang diberikan kepada masyarakat oleh petugaskesehatan bersama kadernya, dalam memberikan pelayanan KB, kesehatan ibu dan anak, imunisasi, perbaikan gizi dan penaggulangan diare.
c. Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) pengembangan adalah pelayanan terpadu yang tugas sepenuhnya ditangani oleh kader yang telah diberikan pendidikan dalam bidang tertentu, misalnya tentang gizi anak balita.
Tujuan Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) adalah:
1. Untuk mempercepat penurunan angka kematian bayi dan balita serta penurunan angka kelahiran.
2. Untuk mempercepat terbentuknya Norma Keluarga Bahagia dan Sejahtera.
3. Agar masyarakat dapat mengembangkan kegiatan lainnya yang sesuai dengan kebutuhan dan seleranya.
Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) merupakan program pemerintah dibidang kesehatan, sehingga semua anggota masyarakat dapat memanfaatkan Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) terutama:
1. Bayi (dibawah satu tahun)
2. Balita (dibawah lima tahun)
3. Ibu hamil
4. Masyarakat kurang gizi
Menurut Departemen Kesehatan RI (1993:104) program Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) untuk anak bayi dan balita meliputi perbaikan gizi, imunisasi dan penaggulangan diare. Kemudian pada tahun 2000 program Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) diperluas lagi untuk kesehatan Ibu dan anak.
BAB III
METODE PENELITIAN
B. Jenis Penelitian
Untuk memperoleh data dalam penelitian ini maka peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif menurut Moleong (dalam Rachman, 1999:118) adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif yang berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Pemilihan metode kualitatif dalam penelitian ini dengan alasan penelitian ini mengutamakan syarat kualitas, dalam penelitian ini akan diperoleh pengetahuan sehingga mengerti dan memahami masalah bukan mengutamakan jumlahnya.
C. Subjek Penelitian
Jumlah Kader Posyandu sebagai kader Posyandu di Kelurahan Jatijajar berjumlah 30 orang yang berdomisili di 7 RW. Masing-masing RW ada satu kelompok kader Posyandu yang beranggotakan 8 – 9 orang dan memiliki satu kegiatan program Posyandu. Informan kunci ditetapkan dengan memperhatikan tingkat partisipasi kader dalam kegiatan Posyandu pada masing-masing RW. Setiap RW ditetapkan 1 orang kader yang partisipasinya tinggi dan 1 orang yang berpartisipasi rendah. Dengan demikian jumlah informan seluruhnya 14 orang kader.
D. Lokasi Penelitian
Dengan menentukan lokasi penelitian dimaksudkan untuk mempermudah dan memperlancar obyek yang menjadi sasaran dalam penelitian, sehingga permasalahannya tidak terlalu luas dan umum. Adapun yang menjadi lokasi dalam penelitian ini adalah di Kelurahan Jatijajar Kecamatan Ayah Kabupaten Kebumen.
E. Sumber Data
Menurut Ifflen dalam buku Moleong (1991:112) bahwa sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan, selebihnya ialah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Dalam penelitian ini ada dua sumber data yang digunakan yaitu:
1. Sumber data primer, yaitu data yang bersumber dari responden dengan cara langsung melalui wawancara dan observasi lapangan dimana penelitian itu dilakukan. Dalam penelitian ini sumber data penelitian diperoleh dari kader Posyandu sebagai kader kesehatan.
2. Sumber data skunder, yaitu data yang bersumber pada catatan-catatan, buku-buku, brosur-brosur yang ada hubungannya dengan judul atau permasalahan yang diteliti.
F. Cara Pengumpulan Data
Cara yang digunakan untuk mengumpulkan data pada penelitian ini adalah:
1. Wawancara
Yaitu sebuah dialog yang dilakukan pewawancara untuk memperoleh informasi dari terwawancara (Suharsimi Arikunto, 1999 : 144). Wawancara ini dilakukan oleh peneliti terhadap para informan dan pihak-pihak yang terlibat dalam penelitian ini dalam bentuk tanya jawab dengan menggunakan pedoman wawancara. Wawancara ini dipergunakan untuk memperoleh data tentang kegiatan kader Posyandu di Kelurahan Jatijajar Kecamatan Ayah Kabupaten Kebumen.
2. Observasi / Pengamatan
Yaitu suatu metode pengumpulan data yang dilakukan dengan pengamatan secara langsung pada obyek peneliti. Pengamatan dalam penelitian ini dilakukan terhadap kegiatan kader Posyandu di Kelurahan Jatijajar Kecamatan Ayah Kabupaten Kebumen.
3. Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal yang variabelnya berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, notulen rapat, leger dan agenda. Pelaksanaan dari metode dokumentasi ini dilakukan terhadap dokumen-dokumen yang berkaitan dengan sasaran Posyandu di Kelurahan Jatijajar, tingkat kesehatan sasaran Posyandu, jumlah kader Posyandu.
G. Metode Analisis
Metode analisis data yang dilakukan adalah metode kualtatif. Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian sehingga dapat ditemukan dan dapat dirumuskan hepotesis kerja seperti yang disarankan oleh data (Moleong, 1999 : 103) untuk sampai pada analisis data, sebelumnya dilakukan beberapa pentahapan sebagai berikut :
1. Pengumpulan data, yaitu pencarian data yang diperlukan, yang dilakukan terhadap berbagai jenis data dan berbagai bentuk data yang ada pada lapangan penelitian serta melalukan pencatatan dilapangan.
2. Reduksi data, yaitu proses pemilihan pemutusan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan tranformasi data “kasar” yang muncul dari catatan tertulis dilapangan. Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, dan membuang yang tidak perlu dan mengorganisasikan data dengan cara sedemikian rupa sehingga kesimpuan finalnya dapat ditarik dan diverivikasi. (Miles, 1992 : 15).
3. Penyajian data, yaitu sekumpulan informasi yang tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Menurut Miles (1992 : 17-18) penyajian data merupakan analisis merancang deretan dan kolom-kolom dalam sebuah matrik untuk data 38 kualitatif dan menentukan jenis dan bentuk data yang dimasukkan dalam kotak-kotak matrik.
4. Menarik kesimpulan, yaitu suatu tinjauan ulang pada catatan dilapangan atau kesimpulan dapat ditinjau sebagai makna yang muncul dari data yang harus diuji kebenarannya, kekokohannya, dan kecocokannya yaitu merupakan validitasnya (Miles, 1992 :19).
H. Validitas Data
Validitas data sangat mendukung hasil akhir penelitian, oleh karena itu diperlukan tehnik untuk memeriksa keabsahan data. Keabsahan data dalam penelitian ini diperiksa dengan menggunakan teknik trianggulasi. Menurut Patton dalam bukunya Moleong, trianggulasi dengan sumber berarti menbandingkan dan mengecek balik drajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui alat dan waktu yang berbeda dalam metode kualitatif.
Trianggulasi dengan sumber dapat ditempuh dengan jalan sebagai berikut :
1. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara
2. Membandingkan apa yang dikatakan orang didepan umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi.
3. Membandingkan apa yang dikatakan orang sewaktu diteliti dengan sepanjang waktu.
4. Membandingkan keadaan dengan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat pandangan orang seperti rakyat biasa, pejabat pemerintah, orang yang berpendidikan, orang yang berbeda.
5. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen.
(Moleong, 2007:178)
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan RI. (1986). Posyandu, Pusat Penyuluhan Kesehatan Masyarakat. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. (1998). Posyandu Penyuluhan Kesehatan Masyarakat RI. Jakarta.
Depkes RI, (2000) Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Hasil- hasil Penelitian Kesehatan Dan Kedokteran, Jakarta.
Departemen Kesehatan RI, (1999) Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia sehat 2010, Jakarta.
Indah Entjang. 2000. Ilmu Kesehatan Masyarakat. PT. Citra Aditya
Bakti. Bandung.
Miftah Toha, 1993. Kepemimpinan dalam Manajemen. PT Raja Grafindo. Jakarta.
Miles, Malcolm, et.al. (1992) The city cultures reader. Routledge, London.
Moleong, Lexy. J. 2007. Metode Penelitian Kualitatif. Rosda Karya. Bandung.
Notoatmojo, S. 1997. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Rineka Cipta. Jakarta.