
Gedung peninggalan Belanda itu sampai sekarang nampak megah jika  dipandang dari bundaran monumen Tugu Muda. Wujud bangunannya kokoh,  artistik, dan bergaya Eropa. Siapa saja tentu akan percaya kalau  bangunan bersejarah itu dihuni oleh segerombolan makhluk halus.  Pasalnya, selain bangunan tua, sudah lama gedung berpintu sekitar 1.000  (sewu, red) ini dibiarkan kosong dan tak berpenghuni. Membuat sawab  sekitar mudah dimasuki oleh lelembut maupun makhluk gaib dari alam maya.  Saya
ngnya, pemerintah setempat sekarang kurang peka terhadap keberadaan  gedung tua ini. Bangunan Lawang Sewu dianggap tak ubahnya barang  rongsok yang tidak ada gunanya. Terkesan kumuh dan kotor, bahkan kalau  malam sama sekali tidak ada penerangan di dalam gedung. Mungkin karena  telantar membuat bangunan ini bertambah angker. Seperti wingit hingga  kalau malam hari tidak ada orang yang berani lewat di depat gedung.  Apalagi, sampai berani masuk ke halaman Lawang Sewu. Hanya Soeranto  semata yang sudah bertahun- tahun tinggal di pelataran gedung Lawang  Sewu. Selama itu pula, Soeranto mengaku sudah tidak terhitung lagi  berapa kali dia mengalami kejadian- kejadian aneh jika malam hari. Aneka  rupa dan bentuk makhluk gaib menunggu gedung sudah pernah dia pergoki.  Sejauh itu, berkat pengabdian Soeranto untuk menjaga gedung, dia tidak  pernah gentar menghadapi lelembut penghuni setempat. “Macam-macam wujud  jelmaan penunggu sini (Lawang Sewu, red) pernah saya temui. Mulai  wujudnya yang seram, begis, sampai yang lucu- lucu,” aku Soeranto.  Sampai-sampai mengenai prilaku para lelembut setempat Soeranto sangat  hafal betul. Termasuk ketika akan memunculkan bentuk aslinya, ada  tanda-tanda khusus yang lebih dulu disampaikan para lelembut. “Biasanya  ada yang diawali dengan hembusan angin agak kencang, semilir, sampai ada  yang mengeluarkan bau-bauan. Ada yang bau wangi, bau menyan, bahkan ada  yang mengeluarkan bau agak busuk,” tandasnya. Kemunculan makhluk halus  ditengarai adalah arwah tentara Belanda dan Jepang itu masing- masing  punya daerah kekuasaan sendiri-sendiri. Seperti di pintu depan paling  barat, menurut Soeranto disitu diperkirakan dikuasai oleh sosok hantu  tentara Belanda. Setiap kali muncul lelembut yang dicurigai sebagai  arwah orang Belanda ini selalu mengenakan pakaian seragam serdadu  lengkap dengan senapan laras panjang. Ada yang berada di pintu belakang  paling timur. Termasuk menempati beberapa pintu kamar, dan ruang di  lantai dua. Lain lagi di salah satu ruang paling depan yang ditengarai  dulunya menjadi pos penjagaan tentara, di sekitar tempat itu dikuasai  oleh sosok lelembut yang berwujud serdadu Jepang. Khusus makhluk gaib  yang satu ini, menurut Soeranto terlihat bengis dan kejam. Kumisnya  panjang melintang dengan ke mana-mana selalu membawa sebilah samurai  panjang. Meski berbeda wilayah kekuasaan, tidak pernah ada kejadian  keributan atau semacam pertanda adanya ontran-ontran di alam gaib antar  penunggu Lawang Sewu itu. Semua selalu tenang, dan kemunculannya pun  selalu pada tempat yang sama. Tidak berebutan. Mungkin saja karena  sosok-sosok itu sering kali muncul dan bertemu dengan Soeranto, hingga  kesannya sangat akrab. “Cuma kalau berdialog langsung dengan mereka  belum pernah. Di samping saya sendiri tidak mengerti bahasa mereka,” aku  Soeranto kepada METEOR. Paling mendebarkan menurut Soeranto, tiap malam  Jumat Kliwon arwah-arwah setempat sering kali menampakkan wujud  aslinya. Mereka bergentayangan, bermunculan, hingga membuat suasana  malam seperti ramai orang-orang bercengkerama. Cuma paling menakutkan  lagi, adalah jeritan-jeritan suara perempuan dari dalam gedung.  Diperkirakan jeritan itu berasal dari jerit nonik-nonik Belanda. Bahkan,  setiap muncul jeritan pasti disusul suara derap sepatu lars tentara  Belanda dan Jepang. Sepertinya arwah mereka kompak, namun suara jeritan  itu diperkirakan jeritan noni Belanda yang ketakutan ketika melihat aksi  pembantaian Jepang terhadap tentara Belanda. Konon, banyak tentara  Belanda yang tewas disembelih tentara Jepang. Sehingga suara jeritan itu  kadang disusul jeritan tentara Belanda yang kesakitan. Sementara jika  mendongakkan kepala ke atas gedung, nampak ada sebuah tondon air yang  dulunya difungsikan untuk menyimpan air bersih. Sedangkan di sekitarnya,  tepatnya di depan halaman gedung ada sebuah sumur tua yang setiap  harinya selalu dikunci rapat-rapat. Bentuk sumur tersebut temboknya  meninggi dari dasar tanah dan diberi atap genting warna merah. Di  situlah paling sering terdengar tangisan nonik- nonik Belanda dan  Jepang. Namun, dari sekian banyaknya mahkluk halus yang menjaga gedung  lawang sewu tersebut, menurut beberapa paranormal asal Semarang tidak  akan mengganggu masyarakat apabila nekad masuk ke dalam gedung. “Dulu  ada paranormal yang menerawang penghuni sini. Katanya, jumlah mereka  sekitar 50 makhluk halus,” imbuhnya. Sejak didirikan ratusan tahun lalu,  gedung spektakuler peninggalan pemerintahan Belanda macam Lawang Sewu  Semarang masih tetap menyimpan misteri. Sudah berulang kali orang  menyingkap misteri di balik kemegahan gedung bersejarah ini. Namun,  sejauh itu masih ada misteri lain yang tersisa, seiring perjalanan umur  bangunan yang semakin tua. Berikut ini wartawan METEOR melaporkan  sepenggal misteri yang tersisa dari Lawang Sewu itu. Ibarat buah kelapa  makin tua makin banyak santan yang dibutuhkan oleh manusia. Tidak lebih  ungkapan tersebut sama pula dengan keberadaan gedung tua peninggalan  Belanda macam Lawang Sewu. Makin tua umur bangunan yang berlokasi di  depan Tugu Muda, Pandanaran Semarang ini, legenda yang menyelimuti makin  banyak dipuji masyarakat. Wajar sebagai gedung bersejarah, Lawang Sewu  semakin makin dipandang sebagai gedung berharga, berkat keantikannya.  Tak heran sampai sekarang ini, gedung yang nampaknya kurang mendapat  perhatian dari Pemkot Semarang ini, dalam percaturannya masih menjadi  rebutan antar para investor dan pengusaha baik dari dalam negeri maupun  luar negeri. Bahkan, antar pengusaha sekitar Semarang sendiri saling  berebutan untuk bisa memenangkan tender mengelola gedung kuno ini.  Menurut kabar yang tersebar pada pekembangan nantinya gedung yang  memiliki luas sekitar 0,50 hektar ini akan dijadikan hotel berbintang  lima. Kabar yang santer terdengar, anak mantan presiden Soeharto,  Bambang Triatmojo pernah berambisi membeli gedung milik negara ini untuk  disulap menjadi hotel berbintang. Hanya saja, belum sampai impiannya  terlaksana, keburu Soeharto lengser dan keinginannya itu pun sirna.  “Semenjak itu, sampai sekarang belum ada yang menawar lagi. Bangunan ini  dibiarkan kosong dan terlantar. Kami tidak tahu mau dijadikan apa  bangunan megah ini,” ujar Soeranto, 50 tahun, salah seorang penghuni  gedung Lawang Sewu kepada METEOR. Dari situ Soeranto lantas menceritakan  panjang lebar mengenai sejarah dan asal-usul berdirinya gedung Lawang  Sewu. Memang jika ditilik dari sejarahnya gedung ini sangatlah  legendaris. Maklum sudah beberapa priode pemerintahan dan jawatan pernah  menempati gedung yang dikenal sangat angker ini. Sekilas pandangan  Soeranto menerawang, lalu menurut penuturannya, Lawang Sewu tersebut  merupakan salah satu gedung peninggalan Belanda yang diarsiteki oleh  Prof Klinkkaner dan Quendagg. Dibangun dan sekaligus berdiri sekitar  tahun 1863. Setelah itu gedung ini pada tanggal 27 Agustus 1913  ditempati oleh para tentara Belanda, hanya saja tidak berlangsung lama.  Sebab, setelah itu Belanda menyerah terhadap Jepang Baru kemudian  penguasaan gedung berlalih ke tangan pemerintahan Jepan baik secara  administratif maupun secara perekonomian selama 3,5 tahun. Sampai  kemudian bangsa Indonesia melakukan perlawanan dengan melakukan perang  bersenjata melawan tentara Jepang di kawasan Tugu Muda yang dikenal  dengan sebutan 5 Jam di Semarang. Sekitar tahun 1950, tutur Soeranto,  gedung tua tersebut ditempati oleh TNI-AD dibawah pimpinan Panglima  Gatot Subroto. Dan, paling terakhir yang menempati adalah jawatan PT  Kereta Api Jawa Tengah. Bahkan, saat itu fungsi gedung sempat dijadikan  sebagai kantor wilayah Departemen Perhubungan Jateng. Hingga akhirnya  gedung Lawang sewu tersebut benar-benar kosong mulai sekitar tahun 1996  sampai sekarang. Ibarat orang yang sedang mati suri. Kondisi gedung  Lawang Sewu tiap harinya sepi dari kegiatan apapun. Tidak ada lagi  aktivitas ramai seperti tahun-tahun silam. Belum lagi akibat tidak  pernah mendapat perhatian, keadaan sekitar gedung menjadi kotor dan  kumuh. Tembok bangunan yang gempal mulai mengelupas catnya. Areal  sekitar gedung nampak ditumbuhi semak belukar dan ilalang. Ketika METEOR  mencoba membuka daun pintu di salah satu kamar yang ada di dalam gedung  tersebut, mendadak daun pintu terbuat dari kayu itu rapuh dan patah  lantaran ditekan ke dalam. Aneh memang, ternyata bagian dalam gedung  tersebut banyak sekali pintu-pintu yang bahannya terbuat dari kayu jati.  Kendati demikian pintu yang berjumlah sekitar seribu itu tidak lagi  mempunyai kekuatan. Hanya masih menyimpan sebuah kenangan misteri jika  sewaktu-waktu pintu salah satu kamar Lawang Sewu dibuka. Maka akan  menimbulkan suara menderit yang khas. Suaranya menggema di tengah  kesunyian bagian dalam gedung. Seperti mengundang arwah gentayangan yang  ada di dalamnya. Sementara kalau malam hari bagian dalam gelap gulita,  lantaran tidak ada satu pun lampu penerangan yang dipasang oleh  pemerintah kota Semarang sekarang. Benar-benar Lawang Sewu tidak lagi  pernah diperhatikan pemerintah. Masih untung ada orang berjiwa patriotik  yang rela menjaga dan tinggal di dalam gedung Lawang Sewu, seperti  Soeranto juga pensiunan TNI-AD ini. Diakui Soeranto sebenarnya, tinggal  di dalam Lawang Sewu sangat teduh. Asri dan bisa mengenang kejayaan masa  pemerintahan Belanda. “Namun mungkin karena tempat ini sangat angker  sehingga tidak ada yang berani tinggal di sini. Orang akan menjadikan  tempat ini sebagai kantor atau hotel tentunya harus berpikiran yang  jernih,” ungkapnya. Untuk kembali “mencerahkan” Lawang Sewu, dimulai  dari tahun 2009, PT. KAI dengan bantuan dari beberapa pihak yang tekait,  memugar bangunan yang letaknya berdekatan dengan Tugu Muda ini. Setelah  sekitar satu tahun pemugaran, tepatnya pada Selasa, 5 Juli 2011, Ibu  Negara Republik Indonesia, Ani Bambang Yudhoyono meresmikan purna pugar  Gedung A Lawang Sewu. Bersamaan dengan acara Peresmian purna pugar  Lawang Sewu, Ibu Negara juga sekaligus membuka acara “Kriya Nusantara  dalam Gerbong Lawang Sewu”. Pameran yang berlangsung dari tanggal 5 – 10  Juli ini merupakan kerjasama PT. KAI dengan Pemerintah Propinsi Jawa  Tengah, Dewan Kerajinan Nasional (Dekranas), dan beberapa pihak terkait.  Saya menyempatkan diri untuk mengunjungi Lawang Sewu di hari kedua  pameran. Pertama yang saya lihat adalah Lawang Sewu telah banyak  berubah. Dinding, lantai, dan langit-langit gedung terlihat bersih dan  indah. Penataan halaman dengan paving block dan penanaman rumput juga  semakin menambah indah gedung yang didirikan pada tahun 1907. Antusiasme  masyarakat Semarang terhadap pemugaran ini juga sangat terlihat. Hampir  setiap hari setelah peresmian pemugaran, Lawang Sewu diserbu masyarakat  yang ingin melihat “wajah baru” Lawang Sewu dan tentu juga melihat  pameran. Komentar-komentar di social media juga menunjukkan kegembiraan  masyarakat akan wajah baru Lawang Sewu, dan berharap kelestariaanya akan  tetap dijaga dengan berbagai aktifitas di dalamnya.
sumber