MEKANISME TOKSIK LOGAM BERAT BERILIUM

MEKANISME TOKSIK LOGAM BERAT BERILIUM


BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Logam berat adalah unsur-unsur kimia dengan bobot jenis lebih besar dari 5 gr/cm3, terletak di sudut kanan bawah sistem periodik, mempunyai afinitas yang tinggi terhadap unsur S dan biasanya bernomor atom 22 sampai 92 dari perioda 4 sampai 7 (Anonim, 2009).
Beberapa jenis logam berat diantaranya Aluminium (Al), Barium (Ba), Berilium (Be), Kadmium (Cd), Merkuri (Hg), Besi (Fe), Arsene (As), Timbal(Pb), Kromium (Cr), Kobalt (Co), Nikel (Ni), Selenium (Se), Zink (Zn), Cuprum (Cu), Mangan (Mn) (Anonim, 2010).
Sifat toksisitas logam berat dapat dikelompokan ke dalam 3 kelompok, yaitu (Anonim, 2009):
a. Bersifat toksik tinggi yang terdiri dari atas unsur-unsur Hg, Cd, Pb, Cu, dan Zn.
b. Bersifat toksik sedang terdiri dari unsur-unsur Cr, Ni, dan Co.
c. Bersifat tosik rendah terdiri atas unsur Mn dan Fe.
Toksisitas logam adalah terjadinya keracunan dalam tubuh manusia yang diakibatkan oleh bahan berbahaya yang mengandung logam beracun. Zat-zat beracun dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernapasan, kulit, dan mulut. Pada umumnya, logam terdapat di alam dalam bentuk batuan, bijih tambang, tanah, air, dan udara. Walaupun kadar logam dalam tanah, air, dan udara rendah, namun dapat meningkat apabila manusia menggunakan produk-produk dan peralatan yang mengandung logam, pabrik-pabrik yang menggunakan logam, pertambangan logam, dan pemurnian logam. Contohnya penggunaan 25.000-125.000 ton raksa per tahun pada pabrik termometer, spigmanometer, barometer, baterai, saklar elektrik, dan peralatan elektronik (Anonim, 2010).
Logam berat yang akan dibahas dalam makalah ini ialah Berilium (Be). Be banyak digunakan dalam berbagai jenis industri karena memiliki sifat titik lebur tinggi, sangat kuat, dan bisa menjadi konduktor listrik yang baik. Berbagai jenis industri menggunakan be, di antaranya sebagai pelapis panas (thermal coating), pelindung panas roket (roket heat shields), brake system, tabung x-ray, dental plate, industri pelebur dan pemurnian Be, industri metalurgi Be (memproduksi alloy yang stamping/cutting (alat stempel/pemotong), die cating, plastic moulding, welding electrodes, dan handling/assembly (Widowati, 2008).
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Berilium (Be) ?
2. Bagaimana penggunaan Berilium (Be) dalam bidang industri ?
3. Bagaimana tingkat pencemaran Berilium (Be) ?
4. Bagaimana pencegahan pencemaran Berilium (Be) ?
5. Bagaimana efek toksik Berilium (Be) ?
6. Bagaimana efek toksik paparan Berilium (Be) lewat kontak kulit dan paparan lainnya ?
7. Bagaimana karsinogenitas Berilium (Be) ?
8. Bagaimana kadar batas aman Berilium (Be) ?
9. Bagaimana pencegahan dan penanggulangan toksisitas Berilium (Be) ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui tentang Berilium
2. Untuk mengetahui tentang penggunaan Berilium (Be) dalam bidang industri
3. Untuk mengetahui besarnya tingkat pencemaran Berilium (Be)
4. Untuk mengetahui pencegahan pencemaran Berilium (Be)
5. Untuk mengetahui efek toksik Berilium (Be)
6. Untuk mengetahui efek toksik paparan Berilium (Be) lewat kontak kulit dan paparan lainnya
7. Untuk mengetahui karsinogenitas Berilium (Be)
8. Untuk mengetahui kadar batas aman Berilium (Be)
9. Untuk mengetahui tentang pencegahan dan penanggulangan toksisitas Berilium (Be





BAB II
PEMBAHASAN


A. Berilium (Be)
Berilium (Be) adalah logam berwarna abu-abu, berbentuk padat pada suhu kamar, kuat, ringan, dan mudah pecah dengan nomor 4, berat atom 9,012 g/mol, titik lebur 1.2870C, serta titik didih 2.4710C. Secara alami, Be bisa ditemukan dalam bentuk mineral pada batuan, tanah, batu bara, dan debu vulkanik. Beril dan bertrandit merupakan sumber utama Be. Be memiliki sifat tanah terhadap oksidasi di udara.
Pencemaran Be berasal dari berbagai jenis industri penambangan, pengolahan Be, pemrosesan Be, pembakaran batu bara atau bahan bakar minyak (BBM), industri pengolahan logam nonferrous, industri logam alumunium (Al), petnyulingan petroleum, dan Be juga mampu mencemari udara, tanah, air, dan tanaman serta ditemukan pula dalam rokok. Be bersifat toksik akut, subkronik, dan kronik bagi hewan uji dan manusia, toksisitas be dipengaruhi oleh dosis, waktu, cara paparan, dan jenis senyawa Be (Widowati, 2008).
B. Penggunaan Berilium (Be) dalam Bidang Industri
Sebagian beasar Be digunakan sebagai campuran alloy, antara lain (Widowati, 2008):
1. Aloy Be dan Co (2% Be, 98% Co) yang menghasilkan alloy yang tahan dan dikenal sebagai perunggu Berilium (Be).
2. Alloy Be dan Ni (2% Be, 98% Ni) untuk membuat per, titik sambungan elektrode, peralatan elektronik tanpa bunga api dan peralatan keras yang tidak mudah bengkok.
3. Alloy Be-Cu (4% Be) paduan logam ini memiliki sifat ketahanan mekanik tinggi, tahan korosi, memiliki hantaran listrik, dan hantaran panas yang baik, serta bersifat nonmagnetik.
Be banyak digunakan di berbagai industri, antara lain:
1. Industri pesawat terbang yang menggunakan alloy dengan agen Be.
2. Industri keramik, yaitu sebagai semi-conductor chip, igniation module, jet angine blade, dan roket cover.
3. Industri elektronik untuk heat sink, komputer, dan lat telekomunikasi, serta alat automotif.
4. Energi atom dan industri pertahanan untuk heat shield serta komponen senjata nuklir.
5. Peralatan, pengembangan, dan penelitian laboratorium, yaitu pada bidang metalurgi dan kimia.
6. Ekstraksi mineral dari bebatuan.
7. Bidang kedokteran gigi, yaitu untuk dental plate, mahkota gigi (dental crown), dan jembatan gigi (dental bridge).
8. Peralatan olahraga, khususnya peralatan golf dan sepeda.
9. Industri lampu fluorescence, tetapi sejak tahun 1951 penggunaan Be untuk lampu fluorescence dilarang.
Sekitar 20% produksi Be dunia digunakan untuk x-ray, space optic, missile fuel, dan space vehicle, giroskop, berbagai alat komputer, pegas jam tangan dan peralatan yang memerlukan keringanan, ketegaran serta kestabilan dimensi, brake system dan komponen spce shuttle, reaktor nuklir, peralatan elektronik, yaitu sebagai transistor, silicon chip, coil core, tabung laser, peralatan navigasi, bagian roket, dan komponen pelindung panas.
C. Tingkat Pencemaran Berilium (Be)
Produksi Be murni dan senyawa Be dunia adalah 3.000-4.000 ton/tahun dan emisi Be yang dibuang ke lingkungan adalah sebesar 8.000 ton/tahun. Total Be di dunia adalah sebesar 0,006% dari seluruh kerak bumi. Debu atau asap Be yang masuk ke dalam lingkungan berasal dari pembakaran batu bara atau bahan bakar minyak (BBM), selanjutnya Be mencemari tanah dan air, Be di perairan juga bisa berasal dari erosi batuan, erosi tanah, serta berasal dari limbah berbagai jenis industri. Senyawa Be bisa terurai dan larut dalam air dan selanjutnya menuju dasar perairan. Sebagian besar Be tidak bisa terurai dalam tanah dan akan menetap dalam tanah.
Kandungan batu bara di Illionois dan Appalachian adalah sebesar 2,5 ppm dengan kandungan BBM sebesar 0,08 ppm. Pembakaran batu bara di Illionois dan Appalachian menyumbangkan 1.250 ton Be ke lingkungan, lima kali lebih besar dibandingkan limbah Be per tahun yang berasal dari industri. Total pelepasan dan pencemaran Be terhadap air adalah sebesar 1.314 pon dan pencemaran Be terhadap tanah adalah sebesar 341,721 pon dari tahun 1987 hingga 1993 di beberapa negara bagian Amerika Serikat. Be di perairan ditemukan dalam bentuk bijih mineral, konsentrasi Be dalam air sebesar 0,01 mg/L bersifat toksik bagi ikan dan mikroorganisme air (Widowati, 2008).
D. Pencegahan Pencemaran Berilium (Be)
Untuk mengurangi pencemaran dan paparan Be diperlukan berbagai langkah sebagai berikut (Widowati, 2008):
1. Modifikasi proses industri untuk mengurangi bahan baku Be atau mengurangi pencemaran Be.
2. Proses industri tertutup (process enclosure) sehingga pencemaran Be tidak meluas. Toksisitas Be biasanya terjadi karena hasil pembakaran selama proses produksi, sehingga ada upaya untuk pencegahan pelepasan Be secara langsung ke udara, dengan cara memfakum ruang produksi kemudian dibiarkan mengendapkan dalam air.
3. Perbaikan sistem ventilasi pada industri sehingga polutan Be tidak terkonsentrasi.
4. Peralatan memadai sehingga pengguanaan bahan baku Be dan pencemaran Be bisa dikurangi.
5. Mengunakan pakaian serta peralatan sesuai dengan standar keselamatan kerja untuk mengurangi kontak langsung dengan Be.
6. Tersedia fasilitas pencucian untuk mengurangi toksisitas Be.
7. Sistem sanitasi yang baik untuk mengurangi pencemaran Be.
8. Pemberian pelatihan atau pendidikan bagi pekerja untuk mencegah serta mengurangi pencemaran dan toksisitas Be.
Pemeriksaan kadar Be air minum perlu dilakukan setiap 3 bulan. Kadar batas aman adalah sebesar 44 ppb. Apabila kadar Be pada air minum telah melampaui batas tersebut, maka bisa dilakukan beberapa cara untuk mengeliminasi Be, seperti Activated Alumina, Coagulation/filtration, Ion Exchange, Lime Softening, dan Reverse Osmosis.
E. Efek Toksik Berilium (Be)
i. Absorpsi, Distribusi, dan Ekskresi
Berdasarkan hasil penelitian terhadap hewan uji diketahui bahwa pemberian Be per oral, baik dosis tunggal maupun berulang, hanya mampu diabsorpsi sebesar < 1%. Tingkat absorpsi yang rendah dipengaruhi oleh bentuk senyawa Be. Pada hewan uji hamster, pemberian Be sulfat menunjukkan absorpsi oleh gastrointestinal Be yang lebih besar dibandingkan pemberian Be oksida atau logam Be. Pada uji tikus, pemberian Be oksida menunjukkan absorpsi lebih besar dibandingkan Be hidroksida, dan absorpsi lebih besar pada Be fluorida dibandingkan Be fluorida, Be sulfat, Be nitrat dan Be hidroksida. Pemberian Be sulfat larut air lewat makanan pada hamster selama 3-12 bulan menunjukkan bahwa Be disimpan dalam berbagai organ yaitu hati, usus besar, usus halus, ginjal, paru-paru, lambung serta empedu. Paparan Be per oral akan dengan cepat melewati alat pencernaan dan sebagian kecil diabsorpsi dan diekskresi lewat feses, sedangkan inhalasi garam Be larut air sebagian besar diekskresikan melalui urin. Hal itu menggambarkan paparan Be lewat oral menunjukkan toksisitas yang rendah (Widowati, 2008). ii. Efek Toksik Paparan Oral Uji coba toksisitas kronis pada hewan muda yang diberi makanan mengandung be karbonat sebesar 1-5 gr/kg makanan ternyata mengakibatkan terjadinya riketsia. Hal ini menunjukkan terjadinya pengikatan Be dan fosfat di usus sehingga terjadi penurunan kadar fosfor (P) dalam tubuh. Belum ada laporan toksisitas Be pada manusia melalui pencernaan makanan dikarenakan hanya oleh sejumlah kecil Be yang dapat diabsorpsi oleh lambung dan usus manusia (Widowati, 2008). iii. Efek Toksik Paparan Inhalasi Akut Efek toksik Be terutama mempengaruhi organ paru-paru. Hal itu dikarenakan efek toksik akut berupa pneumonitis atau granuloma paru-paru. Toksisitas akut Be berkaitan dengan besar dosis paparan. Kadar Be melebihi 100 µg/m3 paparan kurang dari 1 tahun bisa mengakibatkan pneumonitis akut. Inhalasi dosis besar Be larut air ( Be sulfat, Be fluorida, Be klorida, Be oksida ) bisa mengakibatkan beriliosis akut yang ditandai dengan nafas pendek, malaise, anoreksia, batuk-batuk, sianosis, kakipne, takikardia, gangguan pernafasan, serta penuruna berat badan secara tiba-tiba. Kadar Be di udara sebesar 2-1000 µg/m3 dalam waktu singkat bisa mengakibatkan gejala rinitis, faringitis, trakeobronkitis dan bisa berkembang menjadi gejala kompleks dari paru-paru. Penyakit paru-paru akut karena inhalPasi Be atau beriliosis akut akan mengakibatkan reaksi peradangan pada seluruh alat pernafasan, termasuk hidung, faring, trakeabronkiol, alveoli, dan akhirnya akan mengalami pneumonitis akut (Widowati, 2008). iv. Efek Toksik Paparan Inhalasi Subkronik Paparan lewat inhalasi Be sulfat selama 7jam/hari selama 560 hari menunjukkan bahwa peradangan abnormal terjadi pada konsentrasi 2,8 µg/m3, perubahan peradangan yang lebih jelas pada konsentrasi 21 µg/m3, pneumonitis kronis terjadi pada konsentrasi Be sebesar 42 µg/m3, dan beriliosis akut terjadi pada konsentrasi Be sebesar 194 µg/m3 (Widowati, 2008). v. Efek Toksik Paparan Inhalasi Kronik Inhalasi Be bisa berkembang menjadi beriliosis kronis apabila paparan berlanjut selama beberapa bulan atau lebih dari 20 tahun. Tanda-tanda beriliosis kronis meliputi 3tahap yaitu : • Setelah terpapar Be, gejala awal menunjukkan adanya penurunan fungsi paru-paru, perubahan patologis yang cepat, adanya fibrosis paru-paru dan gangguan pernafasan. • Paparan 2-30 tahun tidak menunjukkan perubahan gejala • Selanjutnya, terjadi peradangan yang parah. Fibrosis lebih parah sehingga mengakibatkan kesulitan bernafas seperti nafas pendek atau batuk kering yang kronis. Beriliosis kronis lebih berakibat fatal dibandingkan akut. Berdasarkan hasil penelitian terhadap 601 kasus beriliosis, terdapat 61% kasus beriliosis kronis dimana 31% meninggal sedangkan pada beriliosis akut sebanyak 6%. Beriliosis kronis dipengaruhi oleh ukuran Be, jenis senyawa Be yang digunakan, lama dan jumlah paparan, jenis pekerjaan pada industri Be serta gen pekerja. Beriliosis kronis bisa terjadi bila seseorang menghirup udara yang mengandung Be >0,02 µg/m3 dalam beberapa bulan atau tahun (Widowati, 2008).


F. Efek Toksik Paparan Berilium (Be) Lewat Kontak Kulit dan Paparan Lainnya
Kontak Be dari asap maupun debu bisa mempengaruhi tempat/lokasi paparan, yaitu kulit atau mata. Paparan Be lewat kontak kulit bisa mangakibatkan kulit kemerahan dan ulkus pada kulit. Paparan be akut bisa terjadi lewat kulit atau mata. Paparan Be lewat kulit bisa mengakibatkan peradangan kulit, gatal-gatal, kemerahan pada kulit, pembengkakan kulit, kulit bernanah, luka, lesi, kutil, dan selanjutnya Be mampu menetrasi melalui luka. Gejala tersebut muncul di daerah permukaan tubuh yang terpapar, khususnya wajah, leher, lengan, dan tangan. Gejala muncul biasanya setelah beberapa minggu tepapar Be.
Paparan Be bisa mengakibatkan dermatitis yang dapat segera berkurang bila paparan lewat kulit dihentikan. Sisa Be pada kulit dapat mengakibatkan ulserasi. Be bersifat alergen, yaitu bisa mengakibatkan perkembangan alergi, setelah seseorang menghirup debu atau asap Be, yang dapat pula mengakibatkan perubahan kulit bila partikel Be masuk/berpenetrasi ke luka kulit.
Paparan Be larut air melalui kulit bisa mengakibatkan reaksi alergi pada kulit atau lesi papulovesikular pada kulit. Sedangkan paparan Be tidak larut air akan mengakibatkan lesi granuloma kronis, nekrosis, atau ulkus. Tumpukan/simpanan senyawa Be di bawah kulit sulit untuk disembuhkan dan akan bertambah parah. Membran kelopak mata bisa mengalami peradangan bila kilit wajah mengalami dermatitis karena paparan Be. Jika mata terpecik larutan Be, mata bisa terbakar atau menunjukan tanda kemerahan di sekitar mata.
Be bisa menyebabkan iritasi, endema, dan peradangan pada jaringan tempat kontak dengan Be. Logam Be, alloy Be, dan Be-oksida bisa mengakibatkan luka yang membutuhkan tindakan pembedahan guna menghilngkan luka yang membutuhkan tindakan pembedahan guna menghilangkan Be serta penyembuhannya. Untuk mengetahui sensitivitas seseorang terhadap Be, bisa dilakukan pengujian. Be akan bereaksi dengan protein dalam kulit yang akan berfungsi sebagai antigen bagi orang yang hipersensitif (Widowati, 2008).


G. Karsinogenitas
Be sangat toksik dan bersifat karsinogenik. Toksisitas terutama berupa kanker paru-paru bagi pekerja yang memiliki risiko tinggi terpapar Be. Berdasarkan hasil pengamatan di 15 wilayah di Amerika Serikat, ditemukan secara signifikan adanya korelasi antara kanker payudara ataupun uterus dengan kadar dengan kadar Be dalam air minum. The Departement of Health and Human Services (DHHS) dan The International Agency for Research on Cancer (IARC) menetapkan bahwa Be bersifat karsino genik pada manusia, sedangkan The Environmental Protection Agency (EPA) menetapkan bahwa Be bisa menimbulkan kanker paru-paru pada manusia. EPA memperkirakan bahwa kadar Be di udara sebesar 0,04 µg/m3 bisa menimbulkan satu kasus kanker dari 1.000 orang yang terpapar sepanjang hidup.
Be bersifat karsinogenik melalui paparan injeksi intratrakea, intravena, dan implantasi pada tulang. Secara epidemiologi, Be bersifat karsinogenik pada manusia. Sejumlah kecil pekerja yang bekerja di lingkungan industri Be bisa terserang kanker paru-paru bahkan berakhir pada kematian. Berdasarkan uji genotoksisitas secara in vitro, Be bisa mengakibatkan transformasi morfologi sel mamalia. Be mampu menurunkan aktivitas pola sintesis DNA dan Be bersifat mutagen pada bakteri. Kanker paru-paru pada berbagai spesies dipengaruhi oleh jenis senyawa Be dan kadar Be (Widowati, 2008).
H. Kadar Batas Aman Berilium (Be)
Kadar batas aman Be di udara sebesar 0,00003-0,0002 µg/m3 belum bisa menimbulkan gejala akut maupun kronis Be. EPA menetapkan batas jumlah Be yang bisa dilepaskan ke udara oleh industri sebesar 0,01 µg/m3, sedangkan The Occupational safety and Health Administration (OSHA) menetapkan batas kadar Be udara di ruang kerja sebesar 2 µg/m3 untuk lama paparan 8 jam/hari. The American Conference of Governmental Industrial Hygienists (ACGIH) menetapkan batas aman Be udara di lingkungan kerja sebesar 0,05 µg/m3.
Batas aman paparan Be lewat inhalasi sebesar 0,024 µg/m3, sedangkan kadar batas aman Be per orl sebesar 0,0012 µg/L. EPA menetapkan Maximum Contaminant Level (MCL) Be pada air minum sebesar 4 ppb. EPA menetapkan batas aman paparan per oral dari Be sebesar 25 mg/kg/hari (Widowati, 2008).

I. Pencegahan dan Penanggulangan Toksisitas Berilium (Be)
Untuk mengurangi paparan Be, hindari wilayah yang diduga tercemar Be dan cegah anak-anak bermain tanah di dekat wilayah pembuangan limbah atau yang disuga tercemar Be. Untuk mencegah berkembangnya penyakit akibat paparan Be, maka perlu dilakukan pengukuran kadar Be dalam darah, urin, paru-paru serta kulit. Pengobatan untuk mengurangi toksisitas Be adalah dengan mengurangi tekanan sistem imunitas menggunakan corticosteroid. Penderita yang tidak memberikan respon terhadap pemberian corticosteroid atau penderita yang mengalami efek samping akibat pemberian corticosteroid bisa diberikan methotrexat. Pada penderita stadium lanjut akibat paparan Be dianjurkan untuk menjalani pencakokan paru-paru.
Penderita beriliosis kronis bisa diketahui dengan pengukuran darah atau the blood beryllium lymphocyte proliferation test (BeLPT), dan pengobatannya dengan golongan corticosteroid seperti prednison. Sedangkan penderita beriliosi akut perlu penanganan, antara lain dengan secepatnya memindahkan penderita dari lokasi yang tercemar Be ke lokasi yang bebas Be, istirahat penuh di tempat tidur, pemberian bantuan pernafasan oksigen, dan pemberian corticosteroid untuk mencegah peradangan paru-paru (Widowati, 2008).



BAB III
PENUTUP


Kesimpulan :
1. Berilium (Be) adalah logam berwarna abu-abu, berbentuk padat pada suhu kamar, kuat, ringan, dan mudah pecah dengan nomor 4, berat atom 9,012 g/mol, titik lebur 1.2870C, serta titik didih 2.4710C.
2. Sebagian beasar Be digunakan sebagai campuran alloy, industri pesawat terbang, industri keramik dll.
3. Total pelepasan dan pencemaran Be terhadap air adalah sebesar 1.314 pon dan pencemaran Be terhadap tanah adalah sebesar 341,721 pon dari tahun 1987 hingga 1993 di beberapa negara bagian Amerika Serikat.
4. Untuk mengurangi pencemaran dan paparan Be diperlukan berbagai langkah, diantaranya :
• Modifikasi proses industri untuk mengurangi bahan baku Be atau mengurangi pencemaran Be.
• Proses industri tertutup (process enclosure) sehingga pencemaran Be tidak meluas,dll.
5. Efek toksik berilium meliputi absorpsi, distribusi dan ekskresi; efek toksik paparan oral; efek toksik paparan inhalasi akut; efek toksis paparan inhalasi subkronik; efek toksis paparan inhalasi kronik.
6. Paparan Be lewat kontak kulit bisa mangakibatkan kulit kemerahan dan ulkus pada kulit. Paparan be akut bisa terjadi lewat kulit atau mata.
7. Be sangat toksik dan bersifat karsinogenik. Toksisitas terutama berupa kanker paru-paru bagi pekerka yang memiliki risiko tinggi terpapar Be.
8. Kadar batas aman Be di udara sebesar 0,00003-0,0002 µg/m3 belum bisa menimbulkan gejala akut maupun kronis Be.
9. Untuk mencegah berkembangnya penyakit akibat paparan Be, maka perlu dilakukan pengukuran kadar Be dalam darah, urin, paru-paru serta kulit. Pengobatan untuk mengurangi toksisitas Be adalah dengan mengurangi tekanan sistem imunitas menggunakan corticosteroid.

Daftar Pustaka
Anonim. 2009. Logam Berat. http://id.shvoong.com/exact-sciences/1921262-logam-berat/). Diakses tanggal 18 September 2010
Anonim. 2010. Toksisitas Logam. http://id.wikipedia.org/wiki/Toksisitas_logam). Diakses tanggal 18 September 2010
Widowati, Wahyu, dkk. Efek Toksis Logam. Yogyakarta : Andi Yogyakatrta, 2008.
◄ Newer Post Older Post ►