(Widyaiswara BPPP Belawan-Medan )
1. Pengertian dan Ruang Lingkup Permasahan
Istilah budidaya perairan (akuakultur) berasal dari bahasa lnggris “Aquaculture ” yang berarti pengusahaan budidaya organisme akuatik termasuk ikan, moluska, krustase dan tumbuhan akuatik. Kegiatan budidaya menyiratkan semacam intervensi dalam proses pemeliharaan untuk meningkatkan produksi, seperti penebaran yang teratur, pemberian pakan, perlindungan terhadap pemangsa (predator) pencegahan terhadap serangan penyakit dan sebagainya (Pusat Riset Perikanan Budidaya, 2001). Kegiatan budidaya dapat dilaksanakan di lingkungan air payau, air tawar dan air laut. Pemilihan jenis (spesies) tertentu akan berkaitan langsung dengan lingkungan perairan sebagai habitat dari sposies yang dipelihara.
Tambak merupakan salah satu jenis habitat yang dipergunakan sebagai tempat untuk kegiatan budidaya air payau yang berlokasi di daerah pesisir. Secara umum tambak biasanya dikaitkan langsung dengan pemeliharaan udang windu, walaupun sebenamya masih banyak spesies yand dapat dibudidayakan di tambak misalnya ikan bandeng, ikan nila, ikan kerapu, kakap putih dan sebagainya. Tetapi tambak lebih dominan digunakan untuk kegiatan budidaya udang windu. Udang windu (Penaeus monodon) merupakan produk perikanan yang memiliki nilai ekonomis tinggi berorientasi eksport. Tingginya harga udang windu cukup menarik perhatian para pengusaha untuk terjun dalam usaha budidaya tambak udang. Para pengusaha di bidang lain yang sebelumnya tidak pernah terjun dalam usaha budidaya tambak udang windu secara beramai-ramai membuka lahan baru tanpa memperhitungkan aturan-aturan yang berkenaan dengan kelestadan lingkungan sehingga meninbulkan masalah. Masalah yang menonjol adalah terjadinya degradasi lingkungan pesisir akibat dari pengelolaan yang tidak benar, Penurunan mutu lingkungan pesisir akibatnya membawa dampak yang sangat serius terhadap produktivitas lahan bahkan sudah sampai pada ancaman terhadap kelangsungan hidup kegiatan budidaya tambak udang. Permasalahan yang dihadapi oleh para petambak udang saat ini sangat kompleks, antara lain penurunan produksi yang disebabkan oleh berbagai penyakit, adanya berbagai pungutan liar di jalan sampai pada harga udang yang tidak stabil.
Semuanya ini merupakan dilematis bagi para petambak, pada hal potensi sumberdaya alam pesisir yarig dapat digarap untuk
dimanfaatkan sebagai tambak udang masih cukup besar.
Timbulnya permasalahan tersebut disebabkan oleh pengelolaan kawasan pesisir yang tidak benar. Konsep pembangunan daerah pesisir selama ini dilaksanakan sendiri-sendiri oleh berbagai pihak yang berkepentingan sehingga sering terjadi benturan kepentingan. Untuk itu perlu adanya pemecahan masalah secara menyeluruh yang melibatkan berbagai pihak yang berhubungan dengan mengambil keputusan, hukum, sosial budaya dan ekonomi.
2. Alternatif Pemecahan Masalah.
Budidaya tambak udang yang berlokasi di daerah pesisir sangat berhubungan dengan kondisi tata ruang, sosial budaya, keamanan dan ekonomi masyarakat pesisir tersebut. Oleh karena itu pendekatan pemecahan masalah pedu digarap secara terintegrasi. Pada saat itu sudah waktunya untuk melaksanakan pendekatan dan isu bagi pembangunan budidaya yang lestari dan bertanggungjawab melihat kenyataan bahwa produksi udang di tanah air menurun drastis akibat dari kesalahan pengelolaan. Para pengusaha tambak udang mulai meninggalkan lahannya begitu saja karena menderita rugi terus menerus.
Pemahaman terhadap budidaya yang berkelanjutan perlu dikumandangkan di berbagai pihak, pemerintah perlu menetapkan tindakan tindakan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang dan peraturan yang berkenaan dengan pengelolaan kawasan pesisir. Pendekatan yang seimbang dan terinformasi dapat dilakukan untuk memusatkan isu-isu perhatian terhadap konsep pembangunan budidaya yang berwawasan lingkunagn dan bertanggungjawab. Penyiapan lingkungan yang kondusif untuk pembangunan budidaya berkelanjutan adalah merupakan tangungjawab bersama, baik pemerintah berikut lembaga-lembaganya, para ilmuwan sosisl dan pengetahuan alam. Media massa, lembaga keuangan, kelompok kepentingan khusus termasuk asosiasi sosial dan sektor swasta produsen budidaya, pabrik serta penyedia masukan, pengolah dan pedagang akuakultur.
Secara praktis di lapangan, pemecahan permasalahan tersebut di atas dapat dilakukan melalui berbagai pendekatan antara lain pemilihan lokasi yang tepat, pemilihan spesies, dan pemilihan teknologi.
3.1. Pemilihan Lokasi
Pemilihan lokasi lahan yang akan digunakan untuk tambak udang harus memperhatikan daya dukung iingkungan (carrying capacity). Daya dukung lingkungan dipeiigaruhi oleh gabungan kualitas air, pasang surut, ketinggian lahan, iklim, kondisi tanah pantai dan hutan bakau sebagaimana tercantum pada (Tabel 1).
Tabel 1. Kategori Daya Dukung Lahan Pantai untuk Pertambakan.
|
| Kategori daya dukung | ||
No | Tolok ukur | Tinggi | Sedang | Rendah |
1 | Tipe pantai | Terjang, karang, berpasir | Terjal,karang,berpasir, sedikit berlumpur terbuka | Sangat landai, berlumpur, siltasi,tinggi |
2 | Tipe garis pantai | Konsisitensi tanah labil, bukan teluk/ laguna | Konsisitensi tanah labil, bukan laguna/teluk | Konsisitensi tanah sangat labil, teluk/laguna |
3 | Arus perairan | Tinggi | Sedang | Lemah |
4 | Amplitudo pasan surut | 11 – 12 dm | 8 – 11 dm | < 8 dan > 9 dm |
5 | Elevasi | Dapat diari cukup pada saat pasang tinggi rataan, & dikeringkan total pada saat surut rataan | Dapat diairi cukup pada saat pasang tinggi rataan, & dapat dikeringkan total pada saat air rendah rataan | Dasar tambak di bawah surut rendah rataan sehingga tidak dapat dikeringkan secara total |
6 | Mutu tanah | Tekstur tanah sandy clay, sandy clay loam, tidak bergambut, tidak berpirit, kadnungan logam berat rendah | Tekstur tanah sandy clay, sandy clay loam, tidak bergambut, kandungan pirit rendah | Tekstur lumpur atau lumpur berppasair, bergambut, kandungan pirit tinggi, kandungan logam berat rendah |
7 | Air tawar | Dekat sungai dengan mutu dan jumlah memadai | Dekat dengan sungai dengan mutu dan jumlah yang memadai | Dekat sungai tetapi sitasi tinggi atau air gambut |
8 | Jalur hijau | Memadai | memadai | Tipis/ tanpa jalur hijau |
9 | Curah hujan | < 2.000 mm/tahun | 2.000 – 2.500 mm/tahun | > 2.500 mm/tahun |
10 | Tata ruang | Tidak ada pencemaran | Jauh dari sumber pencemaran | Jauh dari sumber pencemaran |
( Poernomo, 1989)
Untuk mengendalikan areal dan pola teknologi yang diterapkan, maka pada Tabel 2 disajikan sebagai alternatif teknologi dan luasan areal yang bisa digarap agar keseimbangan lingkungan tetap terjaga. Luasan areal dan pola teknologi yang diterapkan harus seimbang karena apabila terjadi penumpukan penerapan teknologi maju di satu hamparan akan menghasilkan limbah dalam jumlah yang besar. Limbah yang dihasilkan berupa kotoran udang dan sisa pakan akan mengotori lingkungan pesisir dan akhirnya akan menurunkan kualitas lingkungan. Seharusnya pola penerapan teknologi di suatu hamparan dapat dikendalikan melalui pengawasan pihak pemerintah agar tercapai lingkungan budidaya yang ideal.
Tabel 2. Daya dukung lingkungan berdasarkan penerapan teknologi
|
| Teknologi | ||
No | Kategori daya dukung lingkungan | Maju (%) | Madya (%) | Sederhana (%) |
1 | Tinggi | - | - | 100 |
|
| - | 100 | - |
|
| - | 50 | 50 |
|
| - | 20 | 25 |
|
| 30 | 20 | 50 |
|
| 20 | 30 | 50 |
|
| 10 | 40 | 50 |
2 | Sedang | - | - | 100 |
|
| - | 75 | 25 |
|
| - | 50 | 50 |
|
| - | 25 | 75 |
3 | Rendah | - | - | - |
4 | Tidak Layak | - | - | - |
(Poernomo, 1989)
3.2. Kerjasama Kelompok Hamparan
Satu hamparan tambak sebaiknya dibatasi oleh 2 saluran utama, baik berupa sungai maupun saluran buatan. Dengan demikian pengaturan tata salurannya dapat terpisah antara saluran pasok dan saluran pembuangan. Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan antara lain adalah :
· Melakukan pengaturan penyediaan air baku dan pembuangan air limbah secara bersama-sama.
· Menerapkan pola tanam serempak, udang diselingi dengan komoditas lain.
· Penentuan padat penebaran disesuaikan dengan daya dukung lingkungan tambak masing-masing hamparan.
· Penyediaan sarana produksi secara tepat jenis, waktu dan jumlah.
· Perbaikan saluran secara swadana.
· Kerjasama dengan pihak lain untuk kepentingan bersama.
3.3. Penanganan Limbah
Limbah di areal pertambakan dapat berasal dari pabrik, sawah, pemukiman penduduk dan dari kegiatan budidaya itu sendiri seperti kotoran udang dan sisa pakan.
Beberapa cara penanganan limbah tersebut antara lain adalah melalui :
a) Penyaringan air saat dimasukkan ke tambak.
b) Penggunaan petak perlakuan (tandon air).
Adapun fungsi tandon adalah :
o Sebagai tempat untuk mempersiapkan air yang berkualitas baik sebelum dimasukkan ke dalam petakan pemeliharaan.
o Sebagai tempat mengendapkan limbah
Model dan perlakuan tandon pasok perlu disesuaikan dengan sumber air.
3.4. Pemilihan Teknologi
Teknologi yang diterapkan dalam budidaya tambak dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) tingkatan yaitu : pola sederhana, pola madya (semi intensif), pola maju (intensif). Perbedaan ketiga kategori tersebut dibedakan atas dasar padat penebaran benur yang diikuti oleh masukan-masukan lain yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan kegiatan budidaya tersebut.
Penerapan teknologi intensif dapat dilaksanakan dengan berbagai model sesuai dengan berbagai model sesuai dengan kondisi dana dan ketersediaan sarana produksi. Jenis-jenis teknologi yang sudah berhasil diterapkan antara lain:
a) Tambak sistem Biocrete
Dasar Pengembangan
Biocrete berasal dari kata latin bios dan crete (kata Inggris concrete), artinya spesi beton atau plesteran. Istilah biocrete ini dimaksudkan sebagai penciri penggunaan spesi antara ijuk,pasir, dan semen yang dijadikan pelapis penutup dinding lereng pematang tambak/saluran pada pembangunan tambak udang di lahan berpasir.
Sistem tambak biocrete ini dikembangkan atas dasar beberapa pertimbangan, antara lain :
· Lahan tambak udang di areal hutan mangrove kurang mantap dalam menunjang kelestarian/kepastian saluran sistem produksi lahan tambak udang ke arena penurunan kualitas dasar tambak.
· Tanah pasair yang didominasi oleh partikel pasir, pada dasarnya miskin bahan organic serta bukan merupakan habitat mikroba organic patogen sehingga cukup baik sebagai substrat tambak udang.
· Tanah pasair umumnya tidak produktif untuk usaha tanaman pangan, maka apabila dimanfaatkan sebagi lahan tambak akan meningkatkan nilai guna lahan.
· Pengembangan tambak udang di lahan pasair akan membantu dalam mengurangi kemungkinan tekanan ekologai hutan mangrove akibat dikonversikan sebagai tambak udang.
Sistem tambak biocrete ini dikembangkan atas dasar beberapa pertimbangan antara lain :
· Lahan tambak udang di areal hutan mangrove kurang mantap dalam menunjang kelestarian/kepastian saluran sistem produksi lahan tambak udang karena penurunan kualitas dasar tambak.
· Tanah dasar yang didominasi oleh partikel pasir, pada dasarnya miskin bahan organic serta bukan merupakan habitat mikroba organic patogen sehingga cukup baik sebagai subtrat tambak udang.
· Tanah pasir umumnya tidak produktif untuk usaha tanaman pangan, maka apabila dimanfaatkan sebagai lahan tambak akan meningkatkan nilai guna lahan.
· Pengembangan tambak udang di lahan pasir akan membantu dalam mengurangi kemungkinan tekanan ekologi hutan mangrove akibat dikoversikan sebagai tambak udang.
b) Tambak sistem Resirkulasi Tertutup
Yang dimaksud dengan sistem resirkulasi tertutup adalah suatu cara pengelolaan tambak udang dengan cara mengisolasi unit tambak yang digunakan untuk kegiatan budidaya dari perairan luar. Selama proses budidaya tidak dilakukan pemasukan air dari luar unit tambak yang dikelola. Pengisian air dari luar tambak dilakukan satu kali saja, kecuali bila terjadi penurunan kuantitas air yang disebabkan oleh kebocoran ataupun penguapan. Tujuan penerapan sistem ini adalah mencegah terjadinya kontaminasi limbah ke dalam petakan pemeliharaan yang berasal dari luar, misalnya ini didasarkan atas kenyataan di lapangan bahwa penurunan kualitas lingkungan pesisir akibat dari pembuangan berbagai limbah.
Prinsip kerja dari sistem resirkulasi tertutup ini adalah bahwa limbah yang berasal dari petakan pemeliharaan dialirkan ke petakan pengendapan, setelah partikel-partikel mengendap kemudian diberi perlakuan (treatmen) agar kualitas air yang dihasilkan menjadi lebih baik dari sebelumnya. Di dalam petakan treatment ini air dikapur, diberi pupuk dan perlakuan lainnya agar kualitas sesuai dengan persyaratan bagi budidaya. Air hasil treatment tersebut kemudian dialirkan lagi ke petak pemeliharaan udang.