Keberhasilan Ir. Ciputra menjadi pengusaha dan wirausaha ketika ayahnya tutup usia saat ia berusia 14 tahun. Kondisi tersebut memaksanya harus mengambil alih kehidupan dan tanggung jawab ekonomi atas keluarganya dengan melakoni berbagai bidang pekerjaan.
Pengusaha yang pernah mengecap pendidikan Teknik Arsitektur di Institut Teknologi Bandung (ITB) itu sekarang menjadi pengusaha properti sukses yang memiliki sejumlah proyek di berbagai negara selain tentunya Indonesia. Ciputra juga masih menerima tawaran sebagai konsultan maupun pembicara dalam seminar bisnis untuk membagi ilmu dan pengalamannya kepada masyarakat.
Untuk urusan membagi ilmu, pengusaha asal Manado itu membuka Ciputra Centre yang mendidik dan melatih semua orang yang ikut program tersebut untuk menjadi Wirausaha-wirausaha yang berhasil dan membuka lapangan kerja. Metode pengajaran yang dilakukannya disebut sebagai Project CROWN I dan II serta Program Trustworthy (Entrepreneurship for Community).
CROWN merupakan akronim dari Creativity (Kreativitas), Relationship (Hubungan atau Relasi), Opportunity (Kesempatan), Winner (Pemenang) dan Nothing to Lose (Bukan Pecundang).
Dengan metode tersebut, Ciputra ingin menjelaskan tiga Ciri Pembeda dari seorang Wirausaha atau Entrepreneur dengan orang lainnya yaitu: mampu menciptakan Kesempatan (Opportunity Creator), mampu menciptakan hal-hal atau ide-ide baru yang orisinal (Innovator), dan harus berani mengambil risiko dan mempu menghitungnya (Calculated Risk Taker).
Jika seseorang itu bisa menciptakan kesempatan atau peluang dan memiliki banyak ide baru serta berani mengambil risiko dan bisa menghitung risiko tersebut, maka dia bisa menjalani profesi sebagai wirausaha atau entrepreneur. Namun, penting bagi orang tersebut untuk mengubah mental dan paradigma cara berpikirnya tentang konsep berusaha.
Pasalnya, mental dan Paradigma berpikir orang Indonesia tidak menuju pada Wirausahawan atau entrepreneur akibat kesalahan pendidikan selama dijajah Belanda. Selain itu, masyarakat Indonesia juga tidak di didik untuk menjadi wirausaha dan itu terlihat jelas dari tidak adanya materi pelajaran wirausaha di kurikulum pendidikan baik ditingkat SD, SMP maupun SMA hingga perguruan tinggi.
Padahal, kata Ciputra untuk membangun bangsa yang kuat dan maju ekonominya dibutuhkan banyak wirausahawan atau entrepreneur yang bisa menciptakan lapangan kerja bagi orang lain. Kondisi itu berbalik dengan system pendidikan di Indonesia saat ini yang lebih mengarahkan siswanya untuk menjadi pencari kerja bukan wirausaha.
Ciputra mengatakan, Indonesia perlu melompat ke depan dan mengejar ketertinggalan, sehingga perlu diciptakan banyak wirausahawan. Dia berharap dalam 25 tahun kedepan akan ada lebih dari 4 juta pengusaha dari yang ada saat ini sekitar 400 ribu orang.(gus).